Anak-anak yang menyontek, membulatkan matanya dengan sempurna. "Parah lo, Ca! Kenapa gak bilang dari tadi?!" Dengus Randa.
Ica mengembangkan senyumnya. "Kan, gak ada yang ngasih pertanyaan itu ke Ica. Jadi buat apa Ica harus memberikan pernyataan?" Jawab Ica. Walaupun sebenarnya dia tidak ingat tentang buku tugas nya.
Sementara teman-teman nya hanya menyeringai lebar. Kembali menutup buku Ica.
"Ca, ke kantin aja, yuk. Kita ternyata udah selesai, tugasnya." Ajak Salfa, cengengesan.
"Iya Ca, lo baik banget deh, ternyata. Mau kasih tugasnya ke kita." Fitri ikut memuji.
Ica yang mendengar nya hanya menghela nafas. Ingin sekali mengumpati mereka. Tapi Ica hanya mengangguk dan tersenyum paksa.
Mereka berempat, Ica, Fitri, Fiqah, dan Salfa, telah duduk di kursi kantin. Dan Fiqah ingin memesan.
"Kalian mau pesen apa?" Tanya Fiqah.
"Lo mau nraktir? Tumben, biasa nya elo yang- aduh!!" Belum selesai Fitri bicara, Fiqah memukul kepala nya menggunakan sendok.
"Jahat banget lo sama temen sendiri. Psikopat!!" Fitri mendengus.
"Gak usah ngadi-ngadi, makanya. Ya jelas lah gua tanya 'mau mesen apa' itu, bayar nya pake duit kalian!"
Ica dan Salfa hanya tertawa melihat pertengkaran yang sudah terbiasa ini.
"Iya-iya, gua juga tau kalo lu gak mau nraktir. Kiamat kalo misalkan seorang Fiqah ntraktir temennya." Fitri mengelus kepala nya yang terasa sakit.
"Ngomong lagi, gua getok pala lu pake kapak!!"
"Yaudah, teh manis sama siomay di bayar tunai! Sah!!" Fitri menaruh duit nya di tangan Fiqah.
Fiqah tersenyum. "Kalian berdua apa?"
Salfa mengetuk-ngetuk jari telunjuk nya di dagu. "Bakso, sama es teh manis. Es nya yang banyak, terus gula nya juga jangan banyak-banyak, diabetes. Bakso nya pake cabe, dan.. oh iya-"
"Cabe nya harus di gerus." Fiqah melanjutkan kalimat Salfa dengan penuh tekanan.
Safa menjentikkan jari nya. "Tepat."
Fiqah mencibir. Kemudian ia menoleh ke Ica. "Lo apa, Ca?"
"Es jeruk aja deh, lagi gak laper. Haus."
"Berjuang satu jam buat masuk ke sekolah, emang nya gak laper?"
Pertanyaan Fiqah, sontak membuat tatapan Ica menjadi tajam. Tanpa basa-basi lagi, Fiqah segera berlari menghindari amukan Ica.
"Eh Ca, lo gak mau cari tau, gitu? Tentang cowok yang udah nolongin lo?" Salfa akhir nya membuka suara duluan.
Ica mengangkat bahu. "Pengen sih, ngucapin makasih sama maaf. Tapi ngeliat muka nya aja baru kali ini, di sekolah."
"Cari cara lain Ca, biar lo bisa tau cowok itu. Ntar, kisah lo bisa-bisa di angkat jadi novel- Awwhh!!" Lagi, dan lagi. Kalimat Fitri di potong karena ulah temennya. Berbeda dengan yang tadi, kali ini pelaku nya adalah Ica, yang mencubit bahu Fitri.
Fitri sontak berdiri. "YAALLAH SAKIT CA! TADI GUE ABIS DI GETOK SAMA FIQAH, SEKARANG-" Fitri menggantung ucapan nya. "Subhanallah.. cakep banget.." Fitri kembali duduk. Telapak tangan nya menopang dagu.
"Lo tuh kena-" Salfa yang tadi nya ingin bertanya, ikut termangu.
Kini, tinggal Ica yang di buat bingung. "Kalian kenapa, sih?" Mau tidak mau, Ica menoleh ke belakang nya. Karena Fiqah dan Salfa melihat ke arah belakang nya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hi, Farel.
RandomPerlahan, kepalanya mendongak ke samping. Betapa terkejutnya dia melihat wajah laki-laki yang persis di hadapan nya. Dia akui laki-laki itu sangat tampan. Tapi dia hampir tidak bisa bernapas. Lalu ia menarik tubuh nya menjauh, dan berlagak seperti o...