Satu : Awal

734 94 9
                                    

-

Muara tersenyum ketika pelukan hangat melingkupi tubuhnya, hembusan napas beraroma mint menyapu leher jenjangnya lalu kecupan singkat itu menyusul. Tubuhnya ditarik hingga berhadapan, aroma itu semakin tercium ketika sebuah kecupan bersinggah di bibir. Malam ini, di bawah indahnya rembulan dan puluhan bintang di atas sana, kedua anak manusia itu bergelung, menyalurkan cinta yang sesungguhya, suara lidah yang beradu, suara desahan panjang mengisi ruangan temaram dengan lilin yang menyala.

"Aku mencintaimu," lirihan samar itu mengalun indah bersamaan dengan gerakan yang semakin cepat.

Lelaki itu tersenyum lalu mengecup pelan dahi sang istri. "Aku lebih."

"Kamu berjanji tidak akan meninggalkanku?" tanya perempuan itu samar.

"Semoga takdir tidak akan memisahkan kita."

"Kamu tidak mau berjanji?" Lelaki itu hanya tersenyum, lalu mempercepat gerakannya, membuat wanita itu kembali terengah.

"VAREN!"

"Muara bangun!" Perempuan itu membuka mata cepat dengan napas terengah. "Kamu tidak meminum obatmu?"

"Aku... aku kira akan baik-baik saja." Muara tergagap, tangannya mulai meremas jemarinya sendiri.

"Adra, bisa haluskan obat Muara?" Lelaki yang sedang membaca buku itu menoleh. "Tolong, dia mimpi buruk lagi." Dan tanpa menjawab lelaki itu menuruti.

"Kalian belum tidur?" Pintu kamar terbuka.

"Muara mimpi buruk." Ava mencebik sambil menyisir rambut sahabatnya.

"Dia tidak minum obat?" Wanita yang berprofesi sebagai suster itu mulai mendekat.

"Aku? Aku sudah sembuh," lirih perempuan itu hampir tidak terdengar.

"Muara, kalau memang belum bisa maka tidak usah dipaksa, minum obatmu secara rutin," ujar wanita berseragam putih itu lembut.

"Ini," ucap Adra sambil menyerahkan obat yang sudah dihaluskan di sendok.

"Terima kasih." Senyum manis Muara membuat lelaki itu mengalihkan pandangan.

"Belajar telen kapsul sih, Muw," cibir Ava sewot.

Perempuan itu terkekeh. "Yang terakhir muntah."

"Semoga minggu depan kalian beneran boleh pulang." Suster itu tersenyum.

"Giandra pulang juga? Lha kirain betah." Ava terbahak.

"Adra mau pulang' kan?" Rangkul suster berusia lanjut itu dan lelaki itu angguki.

"Kaku banget, ya?" Muara menimpali.

"Parah dia, jiwanya padahal yang paling waras." Ava tertawa lalu bangkit dari ranjang Muara.

"Kalian tidur semua, besok ada jadwal mendongeng." Wanita paruh baya itu menggeser pelan gorden sebagai pembatas

"Muara nggak drama loh," ledek Ava seperti biasa.

"Hish dia udah sembuh." Timpal suster itu menyentil lembut kepala pasiennya.

*

"Hari ini nggak usah dongeng gimana, kita bernyanyi saja."

"Kehabisan dongeng ya Pakne?" Ava mengejek.

"Nggak usah alasan." Muara menimpali.

"Denger-denger ada yang Minggu depan pulang nih." Lelaki paruh baya itu mengalihkan topik.

"Adra juga balik loh, Pak." Ledek Ava sambil mengamati lelaki kaku yang berada di ujung ruangan.

"Loh kirain betah." Dahi Pakne mengkerut, terkejut penghuni terwaras rumah sakit ini akan pulang.

You're My SushineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang