First (먼저)

85 14 0
                                    

"Kook-ah, a-aku hamil...hikss.. kau akan menikahiku kan? Kau telah berjanji??" Ucap rintih seorang perempuan yang tengah terduduk memohon menatap sendu pria gagah nan tampan di depannya.

Tak lama pria tersebut menundukkan badan menyetarakan wajah mereka.
"Gugurkan kandunganmu.."

Dua perkataan itu mampu membuat si perempuan mematung di tempat, lidahnya kelu, air mata berluncuran, hatinya tak lain rasanya seperti remuk..

"Ti-tidak... kenapa?? Kau hiks.."

"Kenapa katamu? Ini bisa meruntuhkan reputasi ku dan keluargaku Lee Jieun.. banyak konsekuensinya..aku tidak bisa!!!!". Bentak pria itu lantas berdiri beranjak melangkah kan kaki namun tertahan oleh tangan yang menggenggam kakinya.

"Hikss..tidak jangan pergi, kau harus bertanggung jawab,  aku bisa diusir keluargaku."

"Maka dari itu pergi !! Gugurkan kandunganmu. Jika kau tak melakukan itu aku yang akan melakukannya." Tegasnya dengan mendorong Jieun dengan kakinya.

"Awww..argh.."

-

"Jimin-ah, ini bonusmu bulan ini." Seorang kakek tua memberikan sebuah amplop pada anak remaja yang masih memakai seragam bartendernya.

"Terima kasih paman Won-shik, paman baik sekali padaku" Ucapnya sambil membungkukkan badannya berkali kali

"Hey sudah sudah kau ini sudah bekerja keras nak, cepat pulang, sekarang sudah malam, ibumu nanti mencarimu, ingat ya kita punya misi.. kau harus bisa ke Seoul" Jawab sang kakek dengan menyenggol bahu sang pelaku.

"Eheheee.. aku akan merindukan paman kalau aku ke Seoul ". Bukannya menanggapi candaan itu, si kakek malah menjintak kepala nya saking gemasnya terhadap anak laki laki di depannya ini.

Dalam perjalanan pulang, Jimin sesekali bersenandung kecil sambil menendangi bebatuan kecil di tepi jalan sebagai ekspresi rasa senangnya. Entah bagaimana, ia benar benar merasa beruntung, pasalnya kakek tua pemilik cafe tersebut sangat membantunya. Seperti pamannya sendiri, bahkan sebelum nya mereka tidak saling mengenal hanya sebatas tetangga. Setelah memasuki masa SMA-nya, Jimin memutuskan untuk berkerja paruh waktu untuk menabung, walau ia termasuk siswa pintar dan terus mendapat beasiswa tapi ia tak ingin bergantung, apalagi setelah kepala sekolah telah memilih jimin untuk program 'student exchange' ke School of Performing Arts Seoul karena bakat menarinya yang dilirik beberapa guru akhir akhir ini.

Sampailah ia di depan rumahnya dan membuka pintu.
"Eommaaaa.. aku pul..."

"LEE JIMIN!!!!!!" Teriak seorang wanita dari dalam rumah yang menunjukan beberapa lembar kertas berisikan data diri dan formulir.

"Apa ini hah?? Ayo katakan pada ibu sejak kapan kau menyetujui ini hah?" Ucapnya marah sambil melipat tangan di depan dada. Yang merasa di marahi pun sedikit menunduk dan tersenyum canggung serta menggaruk garuk kepalanya.

"Itu.. e.. eomma mau kan menyetujuinya.. Kumohon eomma, aku ingin mengembangkan bakatku disana."

"Eomma tidak setuju! Titik!" Ucapnya sambil penuh tekanan di setiap kata.

"Yakk eomma! Bukannya ini bagus."

"Jimin, ibu takut kalau kau jauh dari pengawasan ibu nak, apalagi di Seoul, tetap di Busan saja ya, kau kan juga mudah lelah nak, ingat kata dokter kemarin, jangan memaksakan diri, apalagi untuk menar~"

"Eomma aku tidak akan mati hanya karena menari, aku cuma menari eomma bukan wajib militer, dan tidak semua siswa bisa mendapat beasiswa kesana. Ini kesempatanku eomma."

"Hmm.. Seoul itu kota yang keras Jimin, biaya disana juga tidak murah." Ucapnya melunak sambil mengelus rambut anaknya agar menyetujui perkataannya. Namun,

"Ibu tenang saja, ini aku sudah dapat uang dan aku punya tabungan banyak di kamarku, aku punya biaya cukup untuk hidup disana, lagipula aku kan difasilitasi bu oleh mereka, aku akan mandir~"

"Tunggu, jadi kau kerja pada paman Won-shik untuk ini?" Ucap ibunya kecewa pada Jimin

"Kenapa tidak bilang ibu hah? Ibu bisa mencarikannya untukmu, kau pikir ibu tidak kasihan melihatmu sering jatuh sakit karena ini??"

"Maaf eomma, tapi eomma mau kan menandatangani formulirku". Ucap Jimin bersemangat namun senyumnya memudar melihat ekspresi wajah ibunya.

"Ibu semakin tidak setuju, tidak ada sekolah seni, dan kau tetap akan di Busan!" Dilempar nya formulir ke tempat sampah setelah ia merobek-robeknya.

Jimin yang melihatnya tercengang. Sebelumnya, ibunya selalu lembut padanya kenapa sekarang malah tidak mendukungnya. Jujur, jimin mudah emosi, semakin ia tahan semakin ingin ia luapkan.

" Aku sudah tidak peduli lagi, aku punya jalanku sendiri. Eomma tidak menyetujuinya, aku akan tetap pergi!!" Ungkap kesal Jimin kemudian pergi ke kamarnya dan menutup pintu kasar.

"Dasar anak keras kepala!!!"

Sikap Jimin barusan memang mengingatkannya pada seseorang, seseorang yang telah mengkhianatinya. Keras kepala, punya keinginannya sendiri dan harus terpenuhi. Yah, dia adalah seseorang yang ia benci hingga saat ini.

-

Pagi pagi Jimin sudah menyiapkan formulir cadangannya, untunglah ia mempunyai beribu akal dimana sekarang ia tengah meniru tanda tangan ibunya untuk persetujuan. Setelah melengkapinya, dengan hati hati ia masukkan ke dalam tasnya dan beranjak pergi tanpa menghiraukan ibunya sedikit pun.

Sementara itu, Lee Jieun, ia sudah curiga sejak Jimin tidak mau sarapan dan lebih memilih langsung berangkat sekolah tanpa basa-basi padanya. Pasti anaknya yang cerdas ini sudah punya rencana lain agar bisa ikut pertukaran pelajar. Sifat licik itu, dimiliki Jimin sejak kecil, ia cerdik, pandai berbohong, menyembunyikan sesuatu, punya berbagai rencana dan solusinya maka ia akui sifat jimin ini menurun dari ayahnya, kebalikan dari wajah jimin yang tampan dan manis secara bak malaikat. Sayangnya sifat malaikat Lee Jieun tidak menurun sepenuhnya pada Jimin.

Lee Jieun benci saat saat Jimin mulai memberontak, ia takut kehilangan Jimin, apalagi Jimin sudah bukan anak kecil lagi. Ia paham betul masa remaja adalah masa masa tersulit. Mempunyai impian, cita cita yang indah dan masa depan. Dan tak sepenuhnya impian itu mendapat dukungan. Mempunyai jalan sendiri tapi bahkan orang terdekatlah yang akan menghambat impian itu. Namun, anaknya ini berbeda, ia pernah didiagnosa mempunyai daya tahan tubuh yang lemah akibat kelengahan Lee Jieun saat mengandungnya. Tak ingin lagi mengingat masa-masa terpuruk itu, ia segera mengambil keputusan dan menyusul Jimin ke sekolah nya.

-

"Eomma benar benar mengijinkanku??" Matanya berbinar hingga tak sadar loloslah beberapa air mata yang telah menumpuk lama di kantung matanya.

Hati lee jieun seolah langsung menghangat, ia tak pernah melihat Jimin seantusias ini. Ia harap tak menyesal telah mengambil keputusan tersebut.

"Karena ibumu sudah setuju, persiapkan dirimu Jimin." Ucap wali kelas Jimin.
.

To be Continue...

To be Continue

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Treason [HIATUS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang