Setelah pembelajaran berakhir, Troposfer dan Thermal bergegas menuju kamar Thermosfer dengan maksud untuk menginterogasi lelaki itu, sehubungan dengan tragedi tadi pagi. Namun, nyatanya, yang mereka temui hanyalah ruangan kosong. Kening Troposfer berkerut, ia mencoba berpikir, kemana perginya Thermosfer?
Sementara Thermal, "Woah," Ia terpekik riang dengan tepuk tangan yang meriah, mata gadis itu berseri-seri--menatap takjub pada kamar hitam yang tertata rapih. "Kamarnya Bang Thermos kayak bukan kamar anak laki-laki ya, Po. Bersih, rapi, dan wangi. Kamar Thermal aja belum pernah sebersih ini." Thermal terkikih geli, dan menjatuhkan dirinya pada kasur ber-spring bed senada dengan warna dinding itu. "Emang Thermal gak pernah salah klaim jodoh deh."
Troposfer memutar matanya jengah--ia sedang lelah berdebat dengan sahabatnya itu. Troposfer beranjak keluar menuju ruang keluarga; tempat dimana Ibunya bersemayam dengan seribu gaya rebahan.
Troposfer membuka pintu penghubung itu dengan kasar, "My Majesty, tolong ya, jangan ada dusta diantara kita!"
Rinjani mengangkat kepalanya sejenak, "Emang jam jam segini sukanya kesurupan pintu. Biasalah." Wanita paruh baya itu kembali bergolek pada karpet berbulu yang berada tepat di depan televisi yang terbuka.
"My Majesty serius donggg! Ini sesuatu yang penting tapi bukan Ayu Tinting!" Troposfer melipat kedua lengannya di depan dada.
"Hmm apaan?"
Salah satu telapak tangan Troposfer mengepal, seirama dengan matanya yang terpejam; Frustasi. "My Majesty ngaku aja deh sekarang! Di umpetin dimana itu anak kesayangannya My Majesty yang tidak ada ganteng gantengnya barang sepersen pun?!"
Wanita paruh baya itu mengusap dada, menarik napas dan menghembuskannya untuk beberapa saat, "Udah mulai strong alias stress tak tertolong." Lalu, Rinjani merenggangkan otot-ototnya, dan bangkit. "Ya, mana Royal Lady tahulah, Royal Lady kan sukanya tempe."
"Tolong Gusti, I Frustasi," Troposfer berjongkok, seraya mengusap wajahnya; semakin kesal. "Bukan itu masalahnya my Majesty!"
"Ya tros? Masalahnya sama istri Pak RT, gitu? Ih, nggak ada, Royal Lady mah anggota PBB, Pembenci But-riBut. Cinta kedamaian, tapi kalau ada sesi baku hantamnya boleh juga."
"Ihhh! My Ma—"
"Sttt..." Telunjuk Rinjani terangkat, pertanda bahwa ia tak ingin mendengar apapun. "Berisik sekali lagi, Royal Lady kamehameha ya kamu!" Setelah itu, Rinjani mengangkut seluruh bantalnya dan keluar dari ruang itu.
"Gimana Po? Udah dapet keberadaan masa depannya Thermal?" Tanya Thermal dengan serius sembari mengunyah keripik pisang, ketika ia melihat sahabatnya menuruni tangga dan berjalan kearahnya.
Troposfer menghela napasnya pelan, "Halunya sudah sampai ke pankreas, dinasehati menggunakan bahasa belalang sembah juga gak akan bisa." Tangannya sibuk merekatkan helm sepeda pada kepala kecil Thermal, memberi masker, jaket serta mengusap sunblock pada bagian yang terbuka dari tangan Thermal. Dan melakukan hal yang sama untuk dirinya sendiri.
Dahi Thermal berkerut—benar-benar bingung. Gadis itu menuruni Barstool untuk merapikan jaketnya yang terpasang masih setengah perut. "Kita mau kemana sih, Po?" Selanjutnya, ia memeluk toples berisi keripik kesukaannya itu.
"Udah ngikut aja. Yang penting bukan ke rahmatullah." Tanpa banyak bicara lagi, Troposfer menarik lengan Thermal keluar dari rumahnya dan mengeluarkan sepeda listriknya dari garasi.
"Ayo naik!" Titah Troposfer, saat Thermal tak kunjung naik.
Bibir kecil Thermal mengerucut, seirama dengan matanya yang menyipit. "Ih, sebentar! Ini cintanya Thermal mau di taro dimana?" Gadis itu mengangkat toples tupperware yang ia sebut sebagai 'cintanya' tepat dihadapan Troposfer.
"Geblek ya, itu kan Lo udah meluk."
Thermal tampak berpikir sejenak, "Iya sih, Thermal udah meluk, Tapi--"
"YA TROSS, MASALAHNYA DIMANA LAGI? DIRUMAH PAK RT?"
"ASTAPIRULLAH, POPO KAN BUKAN GAS ELPIJI, KOK NGEGAS MULU?" Jemari putih Thermal bergerak mengusap dadanya beberapa kali, dan sesekali berdecak pelan diikuti dengan gelengan kepala. "MAKSUD THERMAL ITU, KALAU THERMAL FOKUS MELUK CINTANYA THERMAL, TRUS POPO BAWA SEPEDANYA LAJU-LAJU, TRUS THERMAL GAK MEGANG POPO DENGAN SEPENUH HATI, TRUS JATUH, TRUS--"
"TROSS AJA TROS SAMPE PAK RT PELIHARA BUAYA DARAT PERANAKAN KADAL MESIR!" Lelaki itu menarik Thermal agar duduk pada jok penumpang, menautkan satu lengan Thermal pada perutnya dan menaruh toples keripik itu kedalam keranjang yang berada disamping sepeda. Gadis itu tampak tersenyum senang. Akhirnya Thermal dapat terus memakan keripik pisang dengan selamat. "Udah ye, bae-bae lo dibelakang."
Pedal sepeda listrik itu baru saja terayuh untuk beberapa saat dengan keheningan. Namun Thermal merusak segalanya dengan pekikannya yang tiba-tiba. "Po,"
"Ape lagi?"
Thermal memiringkan kepalanya kesamping, menopangkan dagunya kebahu Troposfer. Dengan tujuan agar suaranya dapat terdengar dengan jelas. "Emang bener ya, kalau Pak RT mau pelihara buaya darat peranakan kadal mesir? Wah, asyik dong. Kalau Thermal bosan ngelihat Popo, Thermal tinggal pergi aja ke rumah Pak RT."
"TERSERAH LO, TERSERAH! GUE GAK DENGER YA, LAGI NAIK SEPEDA!"
***
Troposfer melepaskan helm sepedanya dan mengusap dahinya yang berkeringat. Setelah melalui jalan raya yang penuh debu dan polusi, akhirnya ia dan Thermal—tetapi tunggu, kemana larinya sahabatnya yang berisik itu? Dengan terburu-buru Troposfer melirik kearah samping, hendak memastikan keberadaan dagu Thermal, apakah masih tertopang disana atau tidak. Dan benar saja, gadis itu tengah tertidur pulas dengan mulut yang dipenuhi keripik pisang.
Troposfer berdecak pelan, namun tak mampu menahan kekehan kecilnya. "Dasar kebo. Molornya semakin di depan." Dengan telaten lelaki itu merapikan anak rambut Thermal yang berterbangan.
Setelah selesai, telapak tangan Troposfer berpindah menepuk-nepuk pipi berisi Thermal; berusaha membangunkan gadis itu dari mimpi indahnya. "Thermalika, kedelai hitam pilihan, bangun ya nak. Kalau gak bangun juga, nanti gak dibesarkan lagi lho seperti anak sendiri..."
Bulu mata lentik Thermal mengerjap beberapa saat. Gadis itu berangsur-angsur sadar, mengangkat kepalanya dan memandang keseluruhan penjuru. Bangunan besar dengan lambang burung terbang menyita perhatiannya, sepertinya Thermal kenal dengan tempat ini.
"Popo mau nyolong air kaleng lagi ya kayak waktu itu?" Tanya Thermalika dengan polosnya.
Troposfer yang hendak turun dari sepedanya tercengang seketika--tak lupa tepukan didahi. Beberapa bulan yang lalu, mereka memang pernah mengunjungi gedung pencakar langit yang ada didepan sana; salah satu cabang perusahaan minuman kaleng milik orang tua Troposfer--dalam rangka peresmian. Saat itu, karena terlalu bersemangat mengelilingi seluruh ruangan yang berada dalam perusahaan itu, Thermal pun merasa letih dan haus. Troposfer yang melihat sahabatnya berada dalam kesulitan berusaha mengambil sebuah tindakan, dengan memberikan minuman kaleng yang ia lihat diatas meja. Namun, perilaku Troposfer malah mendapat kecaman keras dari Thermal. Troposfer dituduh mencuri, karena tidak seorang pun dari antarakaryawan yang ada disana menawari mereka untuk minum. Begitulah kira kira dukanya berteman dengan Thermal.
"DAH LAH, GAK MAU TEMENAN SAMA THERMAL, MAUNYA BERDISKOREN AJA ALIAS; BERDIKUSI DENGAN KOCHENGGGG ORENZ."
TBC.
YOU ARE READING
Ther-Malika
Teen FictionThermal jatuh cinta pandangan pertama pada Thermosfer. Namun, yang selalu ada untuknya adalah Troposfer-yang notabenya adalah sahabatnya sendiri. Dilain sisi, ada Theo yang terus bertengkar dengannya, tetapi diam diam menyukainya. Jadi, Thermal haru...