Rega, sore ini memilih untuk menyendiri, menetralisirkan pikirannya yang terombang-ambing dengan image-nya Rega yang tidak bisa lagi dia sembunyikan. Sebab sepandai-pandainya tupai melompat pasti akan jatuh juga. Begitu pula dengan manusia, sepandai-pandainya menutupi sesuatu permasalahan pasti akan ketahuan juga.
Rega adalah murid yang konon katanya harus di waspadai karena kasus-kasus kriminalnya di luar sekolah. Ia sangat terkenal di sekolah lamanya dahulu. Rega terkena kasus berantem dengan Guru Agama disekolah lamanya, sehingga Rega mendapatkan hukuman dipecat dari sekolahnya.
Rega juga bukan siswa yang bangga dengan kenakalannya, ia hanya melawan harga dirinya yang sudah ditindas dan semena-mena. Rega juga bukanlah jagoan ia hanya manusia biasa yang juga bisa merasakan sakit.
Rega juga murid laki-laki terpintar dikelasnya dahulu, meski nakal, ia bisa berprestasi di sekolahnya. Rega juga gabisa berlama-lama menutupi jati dirinya, ia harus tampil apa adanya dan selalu bersikap seperti dahulu dan tidak ada yang harus disembunyikan.
Rega menopang dagu dengan kedua tangannya sambil menatapi setetes demi setetes serpihan air hujan yang jatuh dari dedaunan.
"Huhft! Gua harus gimana, sama diri gua sendiri. Dan gua gamau bikin temen-temen gua terkejut," ucap Rega dengan penuh kekesalan kepada dirinya.
"Dan gua, ga selamanya menutupi jati diriku ini, tapi temen-temen pada bisa nerima kenyataan kagak ya?" Rega berbicara sendiri seolah-olah kursi halte bus bisa mendengarkan ia berbicara.
"Ahk! Sudahlah biarkan aja, seiring waktu berjalan aku harus terbiasakan sama semua ini. Dah lah mending gua pulang, terus tidur." Rega membantingkan tangannya ke kursi halte dan bergegas menghampiri motornya yang diparkirkan tak jauh dari dirinya.
Rega menyusuri jalanan yang menuju ke rumah tercintanya, menembus angin dingin, menyusuri jalanan yang basah. Setelah sampai di gerbang rumahnya, Rega mengetuk gerbang agar satpam membukakan gerbang. Apa salahnya coba tinggal klakson kan beres? Maap, Rega justru lebih menghargai seseorang yang lebih tua dari dirinya, meski orang itu bekerja dirumahnya tapi tetap saja yang tua harus dihormati.
"Mas... Mas, Adi." Rega memanggil Satpam yang bertugas dirumahnya.
"Oh, ya, gua lupa! Kalau dipanggil Mas Adi, dia gakan mau denger. Hemm! Ehem! Mister Adi Bang Rega sudah pulang," Rega memanggil satpam dengan nama sebutan sehari-harinya. Katanya, itu panggilan kasih sayang.
Rega juga punya asisten rumah tangga, penjaga kebun dan supir mobil buat Ibunya Rega. Tante Imah sebutan buat asisten rumah tangga, Pakde Agus adalah penjaga kebun dan Mang Ewok adalah supir buat Ibunya Rega.
"Ehh, ada Bang Ega. Silahkan masuk Bang Ega," ucap Mister Adi, sambil membukakan gerbang.
"Matur nuwun, Mister." Rega mengucapkan terima kasih dalam bahasa Jawa.
"Tumben Bang pake bahasa Jawa?" tanya Mister Adi.
"Engga apa-apa om, biar jadi orang Jawa," ucap Rega sambil mendorong motornya. Rega terkadang manggil Satpamnya om dan kalau lagi ada maunya manggil Mister.
"Kan, emang orang Jawa sih Bang." Mister Adi, menutup kembali gerbang yang tadi dibukanya.
"Ahk! Udah deh Mister, mau masuk dulu," ucap Rega, sambil menuju pos Satpam untuk meletakkan helm.
"Bang Ega, itu temen sekolahnya Abang datang." Mister Adi.
"Siapa? Om kenal?" Rega meninggalkan Om Satpam dan melirik empat buah motor yang sudah terparkirkan di halaman rumah Rega yang berukuran 21×26 m² berlantai dua.
KAMU SEDANG MEMBACA
REGA SANJAYA [Slow Up]
Teen FictionRega Sanjaya adalah laki-laki yang penuh dengan misterius di balik seragam putih abu-abu nya. Meski begitu, Rega adalah laki-laki yang sangat baik. Parasnya yang rupawan membuat hati wanita siapa pun yang melihatnya terpesona Vanya Angelisti adalah...