Indefineable Reason

1K 91 5
                                    

"Kau pernah berpacaran dengan wanita?"

Jonghun mengangguk-angguk. Mengacungkan dua jarinya. Mulutnya sibuk mengunyah makanan di hadapannya hingga tak bisa bersuara.

"Lalu sudah berapa pria yang kau pacari?"

Jonghun mengerutkan keningnya. Mengelus-elus dagunya seolah sedang mengingat-ingat.

"Masa kau tak ingat?!"

Jonghun terkekeh. Mengacungkan tiga jarinya sambil tertawa. Ia sengaja menggodaku!

"Kenapa bertanya?" tanyanya akhirnya setelah menelan makanan di mulutnya.

"Ingin tahu saja..."

Jonghun tertawa kecil lagi. Kini ia menuang Soju yang tersisa ke gelasku. Mempersilakan aku untuk menghabiskannya. Tapi aku menolak. Aku sudah cukup pusing. Lagipula dua mangkuk ramyun itu sudah membuat perutku nyaris meledak.

"Kenapa kau tidak suka wanita, sih?"

Jonghun terbatuk. Soju dari gelasku yang ditenggaknya berhamburan. Membasahi dagu dan lehernya.

"Kenapa menanyakan hal itu, sih?" semburnya dengan wajah aneh. Mungkin ia sedikit terganggu dengan pertanyaan anehku.

"Hanya heran saja. Kau pernah bersama wanita, tapi pada akhirnya memutuskan untuk bersama laki-laki. Hah... Memangnya apa enaknya laki-laki?"

Jonghun mendelik. Menatapku lucu dengan alis yang berkerut-kerut. Wajahnya memerah dan senyumnya janggal.

Aku balas menatapnya, memintanya untuk segera menjelaskan. Hahaha. Tak pernah terbayangkan akan seperti ini jadinya. Aku masih mengi

ngat dengan benar saat-saat aku pertama kali bertemu dengannya, ketika sorot mata jijik di balik kelopak mataku melukainya secara pasti.

Masih. Jonghun masih tetap menjadi orang yang paling peka dengan ekspresi wajahku, dengan caraku menatapnya. Dan tentu saja, ia tahu aku tak ambil pusing lagi dengan keadaannya meski ucapanku sedikit menusuk.

Ia tahu aku mengerti dirinya. Dan aku tahu ia benar-benar mengerti aku. Kami telah saling menerima. Entah sejak kapan.

"Apa-apaan itu? Apa yang kau pikirkan? Apa yang kau maksud dengan 'enaknya'?"

"Eh? Memangnya apa?" tanyaku bingung, tak paham apa maksudnya.

‎"Pikiranmu kotor, ya." Jonghun terkikik, dan segera terhenti karena cegukan. "enak... Apa enaknya... Yah, memang tak seenak wanita yang punya *beep*, yang jika kau memeluknya akan terasa sangat *beep*. Atau *beep* dan *beep* yang sangat *beep*. Kau bisa menyerangnya dari *beep* tanpa melepaskan sentuhanmu pada *beep* dan *beep*. Lalu *beep*--"

"J-Jonghun!!! Apa yang kau bicarakan?! Pelankan suaramu!!!"

"Mungkin kau benar. Apa enaknya dengan laki-laki. Berotot dimana-mana. Dan saat kau memutuskan untuk *beep* dan melihatnya *beep*, kau akan berpikir, 'hey, kita sama!' atau 'ah, lebih *beep* punyaku!'. Lalu kau akan bermain lewat *beep* dan tak bisa *beep* walau *beep* *beep* *beep* *beep* *beep*--"

"CHOI JONGHUN!!!"

DUAK!

"Argh! Ya! Sakit! Kenapa kau memukulku dengan gelas?! Aish... Sakit sakit sakit sakit!" serunya sambil menggosok-gosok bagian samping kepalanya. Mengerang kesakitan meski aku tak merasa memukulnya dengan kencang.

"Kau mabuk, ya?!!"

‎"Iya! Tolong maklumi orang mabuk yang bicara ngawur! Kau juga sering begitu, kan?! Aish... Kasar sekali... Ahh..." omelnya diakhiri dengan gumaman sebal. Masih dengan gerakan mengusap kepalanya yang sakit.

A GUY NEXT DOORTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang