I Will

1.4K 112 38
                                    

(Hongki POV)

Bukan janji anak muda yang ingin berkencan. Percayalah, kami adalah tetangga yang mudah bertemu hanya dengan membuka pintu.

Janji untuk bertemu dan bicara seolah terdengar berlebihan untuk hubungan tetangga yang normal. Sangat aneh, meskipun pada kenyataannya akan tampak biasa saja.

Pagi hari, sarapan, dan aku memasak untuknya. Hal yang entah mengapa kurindukan. Ini sudah lama sekali.

Jonghun menunggu di sofa depan televisi. Sibuk dengan hal remeh di tangannya. Remote control. Memainkannya seolah itu adalah hal penting. Pengalihan dari rasa gugupnya, aku pikir begitu.

Sesekali aku memperhatikannya. Kini ia tampak lebih kurus dibanding yang terakhir kali kuingat. Pipinya lebih tirus. Atau hanya perasaanku saja? Mungkin masalah ayahnya begitu menguras pikirannya.

Kami hanya diam. Aku sibuk dengan masakanku hingga akhirnya waktu penyajian membuatku nervous parah. Kuakui aku tak siap.

Aku tak tahu apa yang harus aku bicarakan. Saat-saat akrab dengannya serasa menguap dari ingatan. Aku lupa bagaimana bicara dengannya. Kecanggungan aneh.

"Sudah jadi!" seruku, berusaha riang. Berusaha bersikap biasa. Tapi yang muncul adalah nada tinggi yang kering emosi. Jonghun menatapku dan mengangguk sopan.

"Gamsahamnida." bahkan terlalu formal.

Kami duduk dan mulai makan. Tak ada pembicaraan yang berarti. Hingga satu suapan terakhir di piring Jonghun...

"Ayahku sakit..." ujarnya lirih.

Aku mengangguk pelan. Mengenali nada sedih pada kalimatnya. Tentu ia sangat terluka. Bagaimanapun bencinya ayahnya padanya, ia begitu menyayanginya. Lebih dari apa pun.

"Minhwan sudah mengatakannya...."

"Ia kelelahan..." kini nada sesal mulai jelas. Ia menunduk. Menghela nafas berat. "ia terlalu tua untuk bekerja lagi...."

Aku hanya tersenyum samar. Membiarkannya bicara. Membiarkan rasa sesak aneh mulai menjalar pada diriku. Apa ini? Simpati? Ya mungkin... Aku akui aku mengenali arah pembicaraan ini. Aku bukan orang yang tak mengerti masalah keluarganya.

"Aku akan kembali. Bekerja menggantikan ayah..."

"Benarkah? Itu bagus...."

"Aku akan menikah.... Dengan seorang wanita..."

...

Beku yang menusuk. Menelusup pasti melumpuhkan sendi. Mengendalikan setiap syaraf hingga aku tak bisa mengatur diriku sendiri.

Aku terpaku di tempatku duduk. Menatap kosong pria muram di hadapanku. Jonghun. Entah apa yang aku rasakan tapi ini sakit sekali.

"Hongki-ya..."

Ingin rasanya memberikan kalimat semangat. Menasihatinya bahwa, ya, ini sudah seharusnya. Mengatakan bahwa, ya, Jonghyun pun telah berkata suatu saat kau akan kembali pada wanita yang mencintaimu. Bicara sesuatu. Bicara untuknya.

Tapi aku sibuk dengan diriku sendiri.

Entah apa yang aku rasakan tapi ini sakit sekali.

"Ayah telah menerimaku kembali..." senyum bahagia itu ternoda kerutan di kedua alisnya. Perih samar yang ditahannya.

Aku harus berkata, selamat, sudah kuduga ayahmu tak membencimu. Ia ayahmu dan ia menyayangimu. Aku harus berkata, kau harus menjaganya, bekerja dengan baik, menikah dan memberinya cucu.

A GUY NEXT DOORTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang