Pelarian

293 20 2
                                    


"Denyut nadinya... tidak terasa."

Kini, bukan tangan Haibara saja yang bergetar. Tubuh Haibara pun terlihat demikian. Air matanya perlahan mulai menggenang. Nafasnya memburu. Meski terlihat sangat terguncang, Haibara tetap berusaha untuk tidak terbawa suasana. Tangannya kembali bergerak, kali ini ia menyentuh leher Conan.

Haibara tercekat. Tubuhnya tersentak kecil. Matanya beralih memperhatikan wajah Conan yang terlihat babak belur. Setetes air mata mengalir jatuh melewati pipinya.

Rahang Haibara mengeras. Tangannya terkepal erat. Perlahan ia mulai meringkuk dan memeluk kepala Conan. Air mata keluar dengan deras melalui ujung matanya. Meski demikian, ia terlihat sekuat tenaga untuk menahan suara isaknya.

Haibara menarik nafasnya kuat-kuat, dengan suara lirih ia berucap, "Kudo... kun."

Haibara terus memeluk kepala Conan dengan erat sambil meratapi nasib buruk yang menimpa partner-nya. Gadis itu bahkan tidak peduli dengan keadaannya sendiri.

Meski sudah dilindungi oleh Conan, Haibara tentu masih mendapatkan luka karena telah terjun bebas dari lantai atas sebuah apartemen. Kenyataannya memang begitu, meski lukanya tidak separah luka Conan.

Pemuda yang sedang dipeluk oleh Haibara itu mendapat luka yang cukup parah. Celana panjang bagian kiri yang ia pakai sobek. Ada noda darah di pinggiran sobekan itu. Kemeja yang dikenakan oleh Conan pun terlihat lusuh dan kotor. Tergores dedaunan dan terkena tanah, ada noda hijau bercampur coklat di kemeja putihnya.

Keadaan Haibara memang tidak seburuk Conan. Stocking panjang yang ia kenakan sobek ketika bergesekan langsung dengan ranting pohon. Ada beberapa daun tertempel di jaket dan rambutnya. Sejauh ini dia terlihat baik-baik saja meski ketika bangun dia terlihat kesulitan bergerak. Mungkin efek terjebam di tanah tadi.

Lama berada dalam posisi memeluk Conan, tangis Haibara mulai mereda. Tubuh gadis itu pun sudah tidak bergetar lagi, dia sudah bisa mengendalikan diri dengan baik. Meski demikian Haibara tetap memeluk kepala Conan sambil menempelkan dahinya di dahi Conan. Matanya terpejam, ekspresinya terlihat tenang.

Haibara tiba-tiba menegakkan punggung dan melepas pelukannya. Mata gadis itu terbuka, ia segera mengedarkan pandangan ke sekeliling.

Ekspresi waspada segera terpasang di wajah Haibara ketika dirinya menyadari ada suara mencurigakan yang sedang mendekati dirinya. Suara daun kering yang diinjak, lama kelamaan terdengar semakin mendekat ke arah Haibara.

Sadar ada orang yang datang, cepat-cepat Haibara bertindak. Tangannya bergerak untuk mencari sesuatu dari dalam jaket yang ia kenakan. Kedua saku luar jaketnya sudah ia periksa, tidak membuahkan hasil. Haibara pun beralih mencari sesuatu dari saku dalam jaketnya. Detik berikutnya tubuh Haibara menegang.

"Harusnya aku bawa senjata," gumamnya lirih, ekspresi menyesal segera terpasang di wajahnya, "bodoh sekali."

Tidak mau berlama-lama meruntuki ke'bodoh'annya, Haibara beralih pada Conan. Cepat-cepat ia rogoh saku samping celana Conan. Mata Haibara langsung terbelalak, dari wajahnya terlihat seperti dia sedang menemukan sesuatu yang ia butuhkan saat ini.

Perlahan Haibara menarik tangannya, di dalam genggaman tangan itu ada satu pistol revolver. Gadis tersebut memperhatikan pistol terlebih dahulu. Baru setelah ia mengarahkan pistol ke arah suara langkah kaki yang sedang mendekatinya.

"Aku tidak punya pilihan lain lagi, ini bagian dari perlindungan diri," gumamnya bicara pada diri sendiri.

Maksud dari kalimat Haibara tak lain adalah tentang legalitas penggunaan senjata api. Gadis itu tidak memiliki ijin menggunakan senjata api. Karena keadaannya sedang mendesak, dia terpaksa melanggar aturan itu.

Juu Nen GoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang