“Apa benar kau Penyihir Jahat Mephistopheles?”
Sang Penyihir hampir saja menghela nafas lega melihat gadis berjubah itu menjatuhkan belatinya ke lantai. Ia bisa merasakan wanita yang kini tergeletak tak bernyawa tadi bersiap menghujamkan pisau dan membunuhnya, dan ia juga bisa merasakan keberadaan si gadis di belakang wanita itu dengan belati yang terhunus.
Sang Penyihir juga tahu bahwa gadis itu tak akan membiarkannya mati sebelum ia memberikan jawaban yang ia cari.
Jawaban yang tidak akan pernah ia berikan.
Gadis itu menatap lurus Sang Penyihir, mennggu tanggapannya seraya mencoba menerka-nerka tipu muslihat apa yang tengah menari-nari dibalik seringai dingin lelaki itu.
“Apa yang membuatmu meragukanku, Nona?,” sahut Sang Penyihir tanpa sedikitpun kehilangan ketenangan yang selama ini telah melindungi pikirannya, persis seperti topeng gading yang menutupi sebelah wajahnya, “Kau sudah mengikutiku sejak aku meninggalkan kediaman Camelot dan melihat sebagian kecil dari hal-hal seperti apa yang bisa kulakukan kapan saja semauku. Apakah ada orang lain yang mampu memanggang seluruh Ibukota dalam waktu sesingkat ini?”
Emosi si gadis tampak memuncak. Dengan cepat tangan kanannya menyergap leher Sang Penyihir dan mendorongnya ke belakang, menyudutkannya di dinding ruangan itu, “PEMBOHONG! Penyihir Jahat Mephistopheles sudah mati!
“Ups! Hati-hati, Nona, hampir saja kau membuatku menjatuhkan kue yang berharga ini!”
“Jangan main-main! Dan jangan coba-coba menipuku!” desis gadis itu. Matanya yang keunguan tampak membara di bawah cahaya api yang menembus melalui lubang kecil di langit-langi, “Siapa kau? Apa maumu dengan berpura-pura menjadi Sang Penyihir?”
Selain senyumnya yang makin melebar, ekspresi Sang Penyihir tak berubah sedikitpun. Namun dalam hati ia mengutuk kuatnya cengkeraman gadis itu sampai-sampai tak ada sedikitpun celah baginya untuk melepaskan diri. Ia baru menyadari bahwa dengan atau tanpa belati, gadis itu bisa mematahkan lehernya dengan mudah dalam keadaan seperti ini.
Tentu saja Sang Penyihir sama sekali tak berniat membiarkan gadis itu bertindak sesukanya. Ia akan memastikan bahwa dirinyalah yang memegang kendali.
Lagipula, ia belum berbohong sekalipun hari ini.
Oke. Satu kali. Tidak lebih. Itu pun sama sekali tidak berhubungan dengan tuduhan gadis berambut emas itu.
“Untuk apa aku berbohong padamu, Nona?” Sang Penyihir balik bertanya, yakin akan kemenangannya sendiri, “Tidak ada gunanya bagiku, bukan?”
“Membakar Ibukota juga tidak ada gunanya bagimu,” ujar gadis itu.
Sang Penyihir tertawa, menertawakan betapa sederhananya jalan pikiran gadis itu. Tampaknya ia benar-benar mengira Sang Penyihir membakar seluruh kota hanya demi mengisi waktu luang. Membakar Ibukota bukanlah sesuatu yang ia lakukan tanpa tujuan. Mana mungkin penyihir nomor satu di dunia mau repot-repot melakukan sesuatu yang sia-sia?
Melihat Sang Penyihir yang tak tampak terpengaruh sedikitpun, cengkeraman si gadis berjubah bergetar dan melemah seiring dengan keyakinan dan tekadnya, memberi kesempatan bagi Sang Penyihir untuk melepaskan diri dan membalik kedudukan mereka berdua. Dalam satu gerakan mulus, pria itu sudah berada di belakang si gadis, mengurungnya di antara tubuhnya sendiri dan dinding ruangan itu.
Nah, begini lebih baik, batin Sang Penyihir. Begitu ia lepas dari cengkeraman gadis itu, ia bisa dengan bebas memasang segala macam mantra untuk melindungi tubuhnya, dan dengan begitu, serangan apapun yang dilancarkan gadis malang itu tidak akan berpengaruh apa-apa—itu pun kalau gadis itu masih sanggup menyerang. Sang Penyihir meragukannya, “Masih ada lagi yang kauinginkan dariku, Nona?”
KAMU SEDANG MEMBACA
Resurrection of Mephistopheles (judul sementara xP)
FantasyMalapetaka melanda Kerajaan. Penyihir Jahat Mephistopheles telah bangkit dari kuburnya. Setelah membunuh keluarga Ksatria Camelot yang dulu telah membunuhnya, Sang Penyihir menculik Yang Cemerlang Putri Saulenia dari istananya di Kerajaan dan memint...