Judul bab yang menggelitik.
Aku merasa begitu, apa kalian juga sependapat?.
Kata-kata "Perlahan tapi pasti" itu hampir aku temui di setiap bacaan. Aku pun juga sering pakai kata-kata itu. Tapi kenapa harus "Perlahan tapi pasti?
---------------------------------------
Kamu reflek tersenyum begitu sebuah notifikasi pesan muncul di WhatsApp atau Instagram mu.
Tanpa menunggu lama. Tanpa berfikir ulang. Tanpa ragu. Kamu buka pesan itu.
"Assalamualaikum" lagi. Kata itu tertulis lagi di sana. Dan sunggingan senyum manis tercipta dari bibirmu.
Nggak. Semua masih sama kok. Yang berbeda kali ini hanya... kamu membalasnya. Entah karena nggak tega?. Merasa nggak enak?. Atau hanya iseng saja.
Untuk pertama kalinya.
Mungkin pesan seperti itu sering kamu dapatkan. Tapi nggak tahu kenapa, kamu hanya mau membalas pesan dari satu orang itu.
Kamu masih sama seperti kamu yang biasanya. Aku pun begitu, tenang saja, kamu ada teman, Nggak sendiri.
Terkadang kamu pasti berpikir kan, apakah yang kamu lakukan itu benar? Apakah yang kamu lakukan itu nggak apa-apa? Apakah yang kamu lakukan itu, apa orang lain juga melakukannya? Orang lain juga mengalaminya?.
Dan terkadang pula pasti kamu berpikir bahwa kamu sendiri. Hanya kamu yang melakukan hal ini dan itu. Hanya kamu yang mengalami kejadian ini dan itu.
Tapi sebenarnya. Ada aku!. Iya, aku...
Maksudku. Kamu nggak sendiri, karena aku juga berpikir seperti itu.
Dan aku pun juga melakukan hal yang persis seperti yang kamu lakukan. Mengalami juga hal yang persis kamu alami. Jadi, kamu nggak sendiri.Sekalipun 98% orang nggak seperti kamu, masih ada 2% orang yang seperti kamu bukan?.
Ting!!.
Nggak kok. Sebenernya kamu nggak sedang menunggu ada pesan berikutnya yang bakalan terkirim setelah kamu menjawab salamnya kan?.
Kamu hanya berpikir bahwa sepertinya dia akan kembali membalas pesan terakhir yang kamu kirim.
Hey...apa sekarang aku sedang membohongi diriku lagi?.
Jujur! Aku menantikannya! Aku menantikan dia membalas pesan yang aku kirimkan!.
Begitu kan?.
Benar kan?.
Mengangguk saja jika benar. Kamu sedang sendiri kan saat membaca ini?. Jadi mengangguk saja. Karena aku juga nggak bisa melihatmu bukan?.
"Perlahan tapi pasti".
Ada yang perlahan masuk ke sisi dadamu. Menelisik turun ke jantungmu. Dan berhasil masuk ke hatimu. Tanpa salam!.
Nggak sopan bukan?.
Bukan-bukan! Dia bukan nggak sopan. Tapi kamu sendiri yang membiarkannya masuk. Kamu yang mempersilahkannya untuk membuka pintu. Kamu yang nggak mencegahnya atau mengabaikannya.
Jadi dia sopan?.
Menurutku, nggak juga. Hehe.
Hanya, kamu gengsi. Kamu meyakinkan dirimu sendiri bahwa kamu hanya iseng membalas pesannya. Kamu hanya kasian padanya. Kamu hanya nggak tega saja.
Wajar kok!.
Sepertinya hanya ada sekian persen orang yang secara sadar bahwa dirinya menjadi berbeda. Dia menyadari bahwa dia suka menjawab salamnya. Dia menyadari bahwa dia menunggu pesannya. Tanpa ada perasaan gengsi yang menyelimuti.
Tapi...
Ternyata masih tersisa persen yang lebih banyak lagi bagi orang yang gengsi dengan apa yang menyembul dari hatinnya.
Aku termasuk.
Aku, kamu, kita!. Termakan oleh gengsi.
Jadi..."Perlahan tapi pasti" sepertinya tepat untuk menjabarkan keadaan kamu dan aku yang tanpa sadar, atau tanpa menyadari bahwa sebelah kaki kita sudah terperosok ke sebuah relung bernama "Suka".
---------------------------------------
Hai...kembali lagi.
Kalau kamu suka, aku harap kamu tekan bintang yang menggantung di bawah itu. Agar dia bisa meninggi.
Oh iya...boleh juga kok kalau mau curhat di kolom komentar.
Kita kan sama. Iya, sama-sama m∆πu$!∆!!.
Kita sama. Punya rasa. Punya hati yang harus dijaga. Dan mungkin ada juga yang sama. Kita sama-sama nggak punya "Dia".
****
Salam
D'Afifah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kita Manusia; Rapuh
SachbücherKita manusia ; Rapuh. Sebuah coretan kata dari sang penumpang rasa. Awalnya kita baik-baik saja; sebelum mengenalnya. Tapi kenapa sekarang kita rapuh? lemah? pengecut?. Kita menjadi bodoh, padahal nilai rapot tidak pernah ada yang merah. Kita menj...