2 : Kamu Siapa?

16 5 0
                                    

Ayah pergi dinas, hari ini aku jalan kaki lagi. Dan karena itulah, aku bertemu dengan seorang laki-laki berambut keunguan di tong sampah.

Itu juga penyebab kenapa sekarang kami tengah duduk di lantai koridor sekolah.

"Sepi, ya" Ujarku. Ia berdecih pelan lalu melirikku sekilas, sesaat kemudian ia menghela nafas berat. Jangan begitu, aku merasa kesal lihatnya. "Jadi klubnya beneran dibubarin sama Bu Patmi..."

Padahal aku anggota satu-satunya, tapi mengapa anak ini terlihat sangat kecewa? Apa jangan-jangan ia baru saja mau bergabung? Itu tak ada untungnya, sih.

"Ah begini, sebenarnya aku bukan ingin bergabung-"
"Bajumu bau keringat ya"

Waduh, keceplosan. Ia menatap kesal sambil berkata "Bau keringatnya dari tubuhmu, bodo- ah sudahlah!"

Aku bukannya sengaja ingin memotong kok, kau saja yang tidak mau melanjutkan kalimat dan justru mengambek.

Ah, kepalaku berat deh rasanya. Pasti gara-gara kurang tidur. Memang Bu Patmi penghancur sejarah! Ruangan itu punya banyak sekali karya tulis milik senior berbakat, tau! Padahal aku masuk sekolah ini karena katanya punya klub baca yang berprestasi dan suasananya yang bagus. Menyebalkan!

Karya-karya milik Aria Pranata khususnya... Bukankah ia baru saja memenangkan kontes bergengsi itu? Sekolah ini agak aneh.

"Omong-omong, Aruna. Kau kenal Ega Prameswara?" Tanyanya dengan nada serius. Wah, aku merinding. Aku mengangguk mengiyakan, Ega Prameswara itu kakak sepupu dari keluarga ibuku.

Aku tak bertanya lebih lanjut mengapa ia menanyakan hal tersebut. Ia lantas berdiri sambil membersihkan baju yang terkena debu, "ruangan itu akan dipakai untuk klub musik, ilegal. Kalau kau ingin laporkan silahkan saja." Ucapnya tanpa menoleh.

Aku buru-buru bangkit sebelum ia berjalan menjauh untuk menanyakan apa alasannya membicarakan hal itu di koridor ini. Meski sepi bukan berarti tak ada orang yang melihat, setiap sudut di bangunan ini punya mata-mata digital.

Ia tersenyum sampai matanya tertutup berbentuk U terbalik. "Disini tidak ada CCTV" Jawabnya dengan suara lantang.

Ia berjalan pergi menjauh, wujudnya lenyap setelah berbelok ke lorong sebelah kiri. Kalau sepi begini jadinya menyeramkan, hiih! "Aseru, tunggu!" Ucapku sambil menyusulnya buru-buru.

4.43AM

Aku kembali terbangun di ranjang warna merah jambu yang sudah memudar. Bukan jam beker yang membangunkanku, tapi alam bawah sadar yang sudah terbiasa.

Segera aku menyusuri ruangan 4×3 yang isinya hanya kasur, lemari baju, dan meja belajar. Tetes air membuatku bangun sepenuhnya, rembesan. Atap yang sudah bocor itu sebaiknya diperbaiki, tapi 'kan aku tidak punya uang untuk menyewa tukang.

Setelah pertemuanku dengan Aseru lusa lalu, hari ini aku memutuskan untuk berangkat kesekolah dengan berjalan kaki saja.

Hari ini seragamku adalah... Batik? Ah bukan! Aku baru ingat hari ini baju putih abu-abu, jangan sampai tertukar dengan milik Aseru yang tidak ada garis dilengannya. Itu tanda khusus milik anggota OSIS.

Pukul menyatakan 5.27 AM, saatnya memasak sarapan untuk diriku sendiri. Sebaiknya aku cepat-cepat sebelum ayah menelepon untuk menjemputku.

Hari ini-aku, Aruna Prameswati. Akan melaporkan tindak ilegal Bu Patmi!!! Dengan niatan menemui Aseru lebih awal, orang itu pasti punya bukti lebih. Aku tak akan bergerak kalau tak punya bukti, karena jujur saja aku ini penakut.

Sambil menutup pintu rumah, aku melanjutkan perjalanan menuju sekolah melalui jalan tertutup. Semoga saja ayah tidak menyuruh ojek atau apa untuk menjemputku. Kau tau? Ayahku itu penyihir loh. Dia pergi dinas untuk mengatasi masalah yang terjadi di dimensi lain, hahaha!

Ah tapi, kalau begitu mengerikan juga. Soalnya aku sendiri pernah lihat buku-buku berlogo aneh seperti lingkaran ritual di meja milik ayah dengan mata kepalaku sendiri. Sudahlah, nanti aku jadi takut!

Aku berlari melesat menuju sekolah, tumben-tumbenannya pagi begini masih warna biru kemerahan. Cantik sih, tapi kan gelap! Lampu jalan juga menyorotku yang sendirian di jalan sepi ini. Orang-orang pada kemana, sih... Biasanya kalau sudah begini pasti ada kejutan, tinggal tunggu tanda-tandanya saja deh.

1..
2..

"ARUNA LARI!!!"

Teriakan siapa itu?! Aku belum selesai berhitung, sial! Badanku malah refleks berlari balik arah dan bukannya melihat dulu siapa yang berteriak sampai menyebut namaku, argh rasa penasaranku!

Tanganku digenggam sangat erat, menarik lenganku sampai sakit tapi tak bisa kuprotes karena nafasku tak kuat untuk membuka mulut sedikit pun. "LO ADIKNYA EGA PRAMESWARA?!" Tanyanya berteriak lantang. Aku hanya bisa mengangguk kuat-kuat entah dia tau atau tidak.

Dari tadi aku sudah menduga ada hal aneh hari ini, bukan karena suasananya sepi atau langitnya belum muncul matahari. Tapi karena alam bawah sadarku yang tiba-tiba bangun! CIH, MIMPI LAGI?

"ARGH LEPAS, GUE ADA URUSAN SAMA SERAGAMNYA ASERU"

Pats!

Sinar matahari menyilaukan. Hei, dirumahku tidak ada balkon untuk bersantai di hari terik.

"Argh astaga!!! Gua harus gimana?!"

Suara apalagi itu ya Tuhan, jangan bilang ini masih di alam mimpi.

Ah iya, namaku Aruna Prameswati. Putri pertama dari dua bersaudara, tentang ayahku yang penyihir itu memang benar, dan kemampuanku adalah... Pembawa sial!

"Aruna! Lo lihat bayangan hitam gede pekat tadi, iya 'kan?!" Tiba-tiba Aseru yang ingin kutemui mengguncang keras tubuhku. Aku yang pingsan, lah situ yang panik.

Eh?

Wajahnya terlihat masam, dahinya berkerut ketengah atas, matanya sembab dan keringat sebesar biji jagung menetes mulai dari pelipisnya.

"Tolong, lo harus bantu gue biar ruangan itu ga ditempatin orang lain! Cuma lo satu-satunya yang bisa" Pintanya dengan panik. Kepalaku pusing. "Gue gatau apa yang bisa gue bantu, Aseru. Kepala gue pusing..." Ucapku.

"Engga bisa, run. Lo harus bantu gue sekarang, tolong banget. Cuma lo satu-satunya harapan" Ucapnya sambil menunduk. Entah kenapa hatiku rasanya tiba-tiba aneh, agak nyeri. Aku melepas tangan Aseru dari bahuku yang sedari tadi seolah bersiap untuk mengguncangku lagi.

Tempat ini dibawah pohon Jambu besar yang ada didalam 'dunia kecil' dari lorong tadi. Tidak ada penduduknya karena sepertinya, laki-laki ini terseret masuk kedalam mimpiku.

Maaf ya Aseru, habisnya kamu membuatku penasaran dengan bukti yang bisa dipakai untuk melaporkan bu Patmi. Saat ini kita hanya bisa berdoa agar bisa kembali sebelum matahari yang sebenarnya terbit.

"Kalau lo mau cepet keluar dari sini-"

"Bukan itu yang gue mau minta."

Kejutan sekali, ya.

"Gue mau minta tolong sampaikan ke Ega Prameswara kalau mantan pacarnya sudah meninggal. Putri Setyananda." Ucapnya menatapku dengan tatapan yang tegas.

"Lo tau ini mimpi? Bisa aja nanti gue ga inget." Balasku menolak halus permintaannya. "Gue tau dan lo pasti inget, karena bukan lo yang nyeret gue masuk."

"Tapi gue yang masuk paksa ke mimpi lo."

SmileTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang