- |0.3|

93 19 14
                                    

╬╬▣▢▣▢▣▢▣▢▣▢▣▢╬╬

▒▒▔▔ Langkah Kedua▔▔▒▒

⇓⇓⇓

Happy Reading!

"Hehee..." kekehan ringan keluar dari bibir tipis lelaki bersurai magenta. Pipinya sedikit menampilkan rona tipis dengan sudut bibir yang berkedut menahan senyuman.

"Ne, Sengoku-kun." panggil seorang gadis bercepol dua. Laki-laki yang merasa namanya itu terpanggil pun segera menoleh.

" Hm. Ada apa, Remi?" tanyanya tanpa basa-basi. Dengan telunjuk mungilnya, Remi menunjuk Yanagi yang duduk sendiri di dekat jendela.

"Itu lho, Yanagin. Masa dia ketawa sendiri..." bisik Remi membuat Sengoku menautkan alisnya. Kedua sejoli yang merupakan sepasang kekasih itu serentak memperhatikan lelaki yang di maksud.

Eh, benar. Yanagi tertawa sendiri. Pikir Sengoku.

"Mungkin ada sesuatu yang membuatnya bahagia." balas Sengoku sekenanya. Remi melirik kekasihnya seakan bertanya 'Ya, tapi masa sampai senyum-senyum seperti orang kurang waras gitu?'

Sengoku menghela napas, dia mengelus surai pink kekasihnya. "Biarkan saja, jangan terlalu ikut campur urusan orang lain." ingatnya. Remi mendengus, namun tetap saja menuruti perkataan lelaki itu.

Sementara orang yang mereka bicarakan—Yanagi terus membayangkan kejadian kemarin sore. Ugh, padahal cuma namanya yang di panggil. Kenapa seluruh tubuhnya bergetar kesenangan? Apa memang begitu efeknya, ya?

"Aku tidak sabar melihatnya..." gumam Yanagi sambil melihat ke luar jendela.

. ¦. ¦. ¦. ¦. ¦.

"Umm..." Hinata mengedarkan pandangannya ke segala arah. Asal tidak melihat lelaki tampan yang sedang tersenyum ke arahnya.

"Apa aku mengganggumu?" Yanagi bertanya tidak enak. Hinata menggeleng pelan sebagai balasannya.

"T-tetapi... Bagaimana A-Akane-san tahu a-aku di si-sini?" Hinata menyempatkan melirik lelaki itu sebelum kembali menunduk. Kedua tangannya meremas bento di pangkuannya.

Yanagi tersenyum simpul, dia memalingkan wajahnya ke depan. "Aku hanya tidak sengaja melihatmu ke sini. "

Bohong. Tentu saja.

Entah sejak kapan Yanagi mulai berperan seakan tidak tahu-menahu tentang kebiasaan gadis lavender itu.

Hinata yang mempercayai ucapan lelaki itu hanya bergumam 'oh' pelan. Bibirnya kaku hanya untuk berbicara dengan lelaki itu.

Rasanya canggung.

Yanagi melihat gadis di sampingnya dengan wajah yang tersenyum teduh, sebelum maniknya terpaku pada bento gadis itu. "Apa kau yang membuat bento itu sendiri?" tanyanya penasaran.

Hinata semakin mengeratkan genggamannya, "Hu'um. A-aku yang membuatnya..." balasnya yang mendapatkan raut antusias Yanagi.

"Kalau begitu, boleh aku mencicipinya?" pertanyaan spontan lelaki itu membuat Hinata menoleh dengan raut tidak percaya.

"Eh? T-tapi..."

"Anggap saja ini langkah keduamu, Hinata. Bukankah kau percaya padaku..." sahut Yanagi dengan cepat. Dia harus bisa meyakinkan gadis itu agar phobianya terhadap lelaki bisa sembuh perlahan.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 03, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

𝐋 𝐔 𝐕'♡︎Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang