Tik, tik, tik. Suara jam kamarku membuyarkan semua lamunanku. Bingung jelas masih kurasakan, sudah hampir dua hari semenjak aku mengetahui kebenaran itu. Kepalaku masih terasa pusing dan sedikit berat, kurasa karena kurangnya waktuku beristirahat. "Apa yang harus kulakukan? Semua datang secara tiba tiba" Gumamku lirih sembari mengacak - acam rambutku. Ditengah gumamanku sendiri, aku mendengar suara pintu kamarku terbuka, reflek aku menoleh melihat kearah pintu kamar. Seorang perempuan tengah berdiri di ambang pintu kamarku. Tanpa bersuara sepatah kata apapun , ia mulai berjalan perlahan ke arahku, lalu duduk diatas kasur tepat di sebelahku.
"Dek, Kamu masih belum mau makan?" Ujarnya sesaat setelah duduk di sebelahku, dia berbicara kepadaku dengan mengarahkan pandangannya ke piring di atas meja yang terletak di pojok kamarku, piring berisi penuh makanan yang bahkan belum kusentuh sedikitpun. "Sudah dua hari loh perutmu tidak terisi, kamu tidak lapar? Bagaimana jika kamu sakit" jelasnya kembali. Aku hanya termenung diam sambil menundukan kepalaku, tak ada respon sedikitpun dari bibirku untuk menjawab pertanyaanya. Bagaimana aku harus makan, seluruh nafsu makanku telah hilang. Bagaimana tidak? Tidak ada angin dan tidak ada hujan aku mendapatkan sebuah kebenaran yang menyakitkan di dalam hidupku. Melihat tidak ada respon sama sekali dariku, dia langsung memeluk erat tubuhku , sembari mengelus rambutku dia berbicara kembali "Maaf ya, Kakak tahu semua ini berat buatmu, bahkan juga terkesan mendadak. Kakak tau kamu pasti masih shock setelah mendengarnya, bukan maksud kita semua untuk merahasiakan hal ini darimu dek"
Tanpa kusadari air mata perlahan turun dan membahasi pipiku. Tubuhku gemetar karena tekanan yang begitu besar, hingga dadaku tak bisa menahan sesaknya. "Kenapa? Kenapa baru dijelaskan kepadaku sekarang? Kenapa kalian merahasiakan hal itu dariku?" Tanyaku lirih. Suaraku tidak bisa keluar sempurna, lirih , lemah dan tentu saja gemetar yang kurasakan menjadi penyebabnya. "Dek, kita semua menunggu waktu yang pas untuk memberitahu mu, dan kita rasa saat ini adalah waktu yang sesuai untuk memberitahumu" jawabnya lembut, "Kita semua menyayangimu dek, mau bagaimanapun nanti kedepannya , bahkan setelah kamu tahu tentang hal ini" tambahnya. Pelukannya semakim erat, aku tahu bahkan berat bagi kakakku sendiri untuk bercerita kepadaku. Bahkan berat untuk keluargaku sekalipun.
Aku menangis kencang, sudah tak bisa kutahan lagi tangisan ku. Dipelukan kakakku saat ini, aku yang selama ini selalu berpikir bahwa aku sudah dewasa teryata salah. Saat ini aku merasa seperti seorang anak kecil , yang menangis sedih di pelukan seorang kakak. Jujur memang masih kaget bagiku, namun semua teralihkan oleh perasaan ini. Aku hanya ingin menangis, melepas semua penat dari diriku , didalam sebuah pelukan hangat dan lembut.
Hampir lima belas menit aku menangis, sekarang hanya terdengar isakan lirih dari tangisanku. Aku berasa sedikit bebanku telah hilang, hingga aku dapat menahan kembali kesedihanku. "Dah, sekarang makan dulu ya. Biar kamu tetap sehat" ucap kakakku. Ucapan kakakku barusan mendapat respon yang sangat mendukung dari suara - suara perutku. Ya aku lapar memang tetapi kenapa harus bersuara, malu juga ku rasakan didengar oleh kakakku. " Nanti , kalau sudah selesai makan langsung ke teras ya. Semua menunggumu disana" tambah kakakku. Aku hanya mengangguk pelan , kakakku berdiri dari duduknya lalu berjalan pergi keluar dari kamarku. Meninggalkan aku sendiri bersama dengan makananku. Akupun mulai menyantap makananku, disaat perutku kembali lagi bernyanyi protes.
Setelah selesai menyantap makananku, aku membenahi rambutku yang cukup berantakan, lalu berjalan menuju teras depan rumah. Sedikit kaget saat aku sampai di teras, keluargaku tengah berkumpul di teras depan rumah. Raut wajah mereka berbeda - beda, ada yang bingung, khawatir, sedih dan lega yang terpancar dari raut wajah mereka semua. Ibuku yang sedari tadi melihatku memberikan tanda bahwa aku disuruh duduk di sebelahnya. Aku pun langsung berjalan kearahnya tanpa banyak bicara. Kembali sekali lagi kerutinitas biasaku, berbincang ringan dengan keluargaku. Pagi yang cukup indah menurutku, terlepas dari hal - hal yang kupikiran sedari kemarin.
Drrt.. drrt.. drrtt. Ponselku bergetar pelan di meja sebelahku. Kami semua terdiam dan terpaku kearah ponselku. "Telpon masuk" Responku cepat supaya mereka tidak bertanya tanya lagi, tetapi aku salah. "Dari siapa?" Tanya ibuku tanpa basa basi. Aku menoleh kearah ibuku, menggelengkan kepala kepadanya , memberikan isyarat bahwa akupun tidak tahu siapa. Kutatap kembali ponselku, kulihat nomor yang tidak tertulis nama . Siapa ini? Pikirku dalam hati, dengan sedikit keragu - raguan aku mengangkat telpon tersebut. "Dek" satu kata dari balik telpon membuatku terdiam, tak tahu harus merespon seperti apa. Sekali lagi orang itu mengulangi perkataannya. "DEK" Ucapnya kembali dengan nada yang sedikit lebih tegas..
KAMU SEDANG MEMBACA
Geminis : The truth
No FicciónCerita kisah kehidupan, tentang sesuatu hal yang tidak pernah terpikirkan sebelumnya oleh dua gadis remaja. Renata Larasati dan Samantha Claudia adalah seorang gadis remaja yang hidup dengan biasa - biasa saja, sebelum sesuatu hal merubah hidup mere...