Beberapa hari berlalu, Samael akhirnya tersadar. Walaupun kepalanya masih terasa pusing dan bingung tapi akhirnya Ia tersadar.
Samael terbangun dikasur bertingkat yang sudah tidak asing baginya, dia dipeluk oleh suasana kamar kabin yang hangat dan aroma tepung hambar dan wangi fermentasi anggur yang menyeruak dari gentong fermentasi.
Setelah beberapa saat Samael akhirnya menyadari sesuatu. Ruangan di mana ia berbaring sekarang adalah kamar yang biasa ia pakai untuk beristirahat dan belajar. Ya, memang sebelum Samael datang ke kota dan tinggal di penginapan bersama pamannya, mereka sudah disiapkan tempat untuk tinggal.
Penginapan ini juga memiliki restoran yang menjadikan kamar Samael sebagai gudang penyimpanan, jadi jangan heran jika melihat banyak tumpukan karung beras dan tepung juga gentong bir di pojokan ruangan, serta beberapa kotak kayu berisi bahan pakan yang tersusun tinggi di kamarnya.
"Kau sudah bangun, Samael?"
Samael sedikit mengangkat tubuh bagian atasnya sembari menengok ke pintu. "Ah! Om Darius!"
Samael langsung beranjak dari kasurnya namun dia kehilangan keseimbangan. Sebelum terjatuh dan membentur ubin, Darius lebih dulu menangkap tubuh Samael yang lemah. Dia mengangkat Samael kembali ke kasurnya.
Menatap Darius, Samael berkata, "Kok aku ada disini, Om? Dimana anak berambut pirang, yang bertarung bersamaku di Gurun Shandrok?" ucapnya dalam keadaan lengai.
Sambil mengompres Samael dengan air hangat, Darius berkata,"Kau ini, bukanya memikirkan kondisi dirimu sendiri malah memikirkan orang lain." Darius melanjutkan, "Kau pingsan karena terlalu lelah bertarung, dan di tambah panasnya Gurun Shandrok. Aku cukup kagum dengan mu, Samael."
Samael mencoba untuk duduk tegap namun di cegah oleh Darius. "Hey, kau ini! Diam saja dulu, tubuhmu sedang dalam pemulihan," desak Darius memegang bahu Samael.
"Om, apakah dia baik-baik saja?" tanya Samael.
Darius menjawab, "Dia baik-baik saja, kata perawat dia cuma pingsan karena lonjakan adrenaline. Keseimbangan antara bahan kimia adrenalin dan asetilkolin terganggu. Adrenalin merangsang tubuh, termasuk membuat jantung berdetak lebih cepat dan pembuluh darah menyempit, sehingga meningkatkan tekanan darah."
Dia melanjutkan, "Ketika saraf vagus dirangsang, kelebihan asetilkolin dilepaskan, detak jantung melambat dan pembuluh darah membesar, membuat darah lebih sulit untuk mengalahkan gravitasi dan dipompa ke otak. Penurunan sementara aliran darah ke otak ini yang menyebabkan dia pingsan."
Samael menggaruk-garuk kepalanya yang 'tak gatal tapi ketika Darius memaparkan hal tadi, kepala Samael menjadi benar-benar gatal. "Om, Om ini bodoh atau kelewat pintar?" lontarnya. "Aku berbaring di kasur tidak berdaya, Om malah memberikan ku lektur seperti aku ini seorang mahasiswa aja," kelakar Samael.
Darius tertawa terbahak-bahak dan tanpa disadari dia memeras kain yang ia gunakan untuk mengompres Samael--kain itu menjadi kering tapi sekarang Samael yang malah basah kuyup. Yang awalnya berkeringat, sekarang Samael menjadi basah karena air hangat.
"Ma-maaf, Samael, Om akan mengambilkan baju ganti," ujar Darius mencoba berhenti tertawa.
Dia menaruh kain itu ke baskom berisi air hangat, kemudian beranjak pergi.Setelah Darius beranjak pergi dari kamar, Samael perlahan membuka baju--keringat dan air hangat tercampur di tubuhnya yang solid. Dia menaruhnya di samping baskom, dimeja kayu tepat berada di samping kasur.
Dia bangkit dari kasur dengan sedikit merintih menahan rasa sakit. Samael berdiri menghadap kaca besar yang ada didepan pintu lemari miliknya--lemari tersebut sedang kosong karena semua pakaiannya sedang dicuci.
KAMU SEDANG MEMBACA
Samael's Bloodline
FantasySamael, bocah berumur 15 tahun yang tak tahu siapa Ayah maupun Ibunya membuat dirinya dirundung keraguan atas jati dirinya sendiri. Selama hidup dia diasuh oleh seorang Paman, yang bahkan Ia sendiri tak tahu siapa identitas dari pamannya tersebut. S...