Arin, nama bocah cilik yang menahan tangisnya dari dalam mobil itu tampak kusut karena acara berkunjung ke air terjun harus ia tunda lantaran hujan turun. Padahal liburan ini sudah ia nantikan sejak tahun lalu. Papanya, Pak Saros, telah berjanji akan mengajaknya bermain di tempat itu jika ia mendapat peringkat lima besar di kelasnya.
Arin berhasil meraihnya. Namun apa yang terjadi sekarang? Bukannya ke bukit, justru papa dan kakak iparnya, sebut saja Pakde Yudis, malah menghampiri tempat lain.
"Liburan ke air terjunnya kita tunda dulu ya?" ucap sang papa di kursi kemudi. Arin hanya terdiam dengan mata berkaca-kaca sambil melihat jalanan yang sudah dibasahi oleh air hujan.
"Iya Rin, jalan menuju kesana cukup berbahaya karena licin dan belum diaspal sempurna. Besok atau lusa kalau gak hujan, pakde ajak kesitu."
"Kalau besok atau lusa hujan lagi gimana dong Pakde? Hari Selasa kita jadi pulang kan Pa?" tanya anak laki-laki yang usianya dua tahun lebih tua dari Arin. Namanya, Andra, anak SMP yang rapor kemarin mendapat peringkat tiga paralel.
"Ya liburan semester berikutnya kita balik ke Majalengka lagi," jawab Pak Saros.
Tidak mendapat respon dari anak bungsunya, Saros melirik ke belakang dan mendapati Arin yang terdiam menatap ke luar kaca mobil. Saros menghela napasnya tak enak. Ia merasa telah mengingkari janjinya.
"Nih permen biar gak bengong," Andra menaruh sebungkus lolipop di samping adiknya. Arin mengambil dan memakannya tanpa sepatah kata apapun. Andra tersenyum simpul dibalik fokusnya bermain game Pou.
Mobil mereka berhenti di sebuah bengkel yang letaknya dekat dengan persawahan desa di kaki bukit. Pakde bilang bahwa ia akan mereparasi mesin mobilnya sebentar. Ia punya firasat ada yang tidak beres dengan si coklat. Entah kenapa Arin merasa bersalah karena merajuk seperti ini. Ah, tapi namanya anak kecil. Dia bisa kecewa.
"Keluar yuk," ajak Andra yang sudah membuka pintu mobil. Arin terdiam. Ia malas bergegas. Di luar sana masih gerimis. Di bengkel juga ia bingung akan berbuat apa.
"Keluar ya. Mobilnya pakde mau dibenerin dulu," ucap si Saros.
Arin dengan gontai mengikuti kemana Andra pergi. Andra merapatkan jaketnya, begitu pula Arin yang menutup kepalanya dengan tudung hoodie yang ia kenakan."Mainnya jangan jauh-jauh. Jalanan becek terus licin. Papa gamau kalian kenapa-napa."
"Iya Pa," seru Andra setengah berteriak. Arin hanya diam saja.
-
-
-
-
-Aroma dedaunan dan tanah basah menyelimuti indra penciuman mereka. Arin tidak tahu kemana kakaknya membawa dirinya pergi.
Ah, Andra itu bandel dan nekat. Ia bisa bermain jauh tanpa pengawasan orang dewasa. Maka dari itu ia jadi anak Pramuka biar bisa ikut kemah tiap tahun dan masuk ke hutan lalu menyusuri sungai. Ia suka berpetualang.
"Jangan cepet-cepet dong jalannya!" gadis cilik itu akhirnya mengeluarkan suara juga. Andra langsung menghentikan langkahnya dan berbalik melihat adiknya yang berjalan menghampirinya.
Sengaja sih, biar Arin ketakutan terus meneriakki dirinya.
"Makannya kalau jalan tuh gak usah menggerutu gitu. Gak fokus sih," balasnya sambil kembali berjalan. Arin menyamainya sembari memegang ujung jaket biru kakaknya.
Titik-titik hujan masih membasahi wajah mereka saat keduanya lebih masuk ke area dengan permukaan yang lebih tinggi. Andra luar biasa. Dia berani menaikki bukit kecil tanpa rasa takut. Sadar diri ia tidak tahu seperti kawasan ini, Andra memilih turun saja mengikuti suara air yang ia dengar.
"Ada suara air," gumam Andra. Arin setengah kesal membuntuti kakaknya. Ia juga merasa sedikit khawatir jikalau tersesat. Arin hanya fokus melihat langkah kakinya, sampai-sampai ia tidak sadar bahwa ada sungai kecil dengan air jernih di sisi kananya. Semakin arusnya terdengar, Arin baru menyadari bahwa dirinya sudah berada di tepi. Bahkan ia tak tahu kalau sudah jauh dari Andra.
Arin hampir saja berteriak sebelum ia mendapati kakaknya sedang membasuh wajah di bibir sungai. Untunglah gerimis mereda dan areanya tak begitu licin. Hanya tetesan air dedaunan yang masih membasahi tanah coklat.
Hendak menghampiri kakaknya, Arin mendengar sebuah lagu keroncong dari sebuah saung kecil yang diputar melalui siaran radio. Andra juga mendengarnya. Alhasil keduanya mendekati tempat itu.
Ada seorang kakek dengan dua cangkir teh, sepiring gorengan dan setoples kue kering coklat di depannya. Sendirian dengan dua minuman? Arin berpikir aneh. Creepy!
Manusia beneran atau.........
.
.
.
.
.
KAMU SEDANG MEMBACA
PELANGI [auroniverse]
Short Storyawal mula bertemu Hans, anak laki-laki yang sebelumnya mudah pesimis dan penakut. "gamau ah, nanti kalau dimarahin orang tuaku gimana?" "udah sih nyemplung aja, gak akan kenapa-kenapa kok."