Tanpa berpikir lama, anak laki-laki itu menanggalkan pakaiannya sama seperti yang Andra lakukan. Sementara Arin malah mengamankan pakaian kedua manusia itu beserta ponsel Andra ke tempat yang lebih kering.
"Nah kalau gini kan enak ya. Nangkep ikan sambil nyemplung di air dingin lebih mantap," kata Andra yang sudah meraba-raba dasar sungai kecil dengan air jernih itu.
Anak laki-laki itu tak menjawab. Ia terlarut dengan segarnya air dingin.
"Nama lu siapa dah? Dari tadi gue bingung mau panggil apa," ujar Andra dengan seekor ikan kecil di kedua telapak tangannya. Ia bergegas memasukannya ke dalam botol plastik yang telah disiapkan.
"Hans. Namaku Hans."
"Oh Hans, kelas berapa?"
"Kelas 5 bang."
"Sama kaya Arin dong ya. Kalian seumuran."
"Cewe itu namanya Arin bang? Tapi tadi abang panggilnya Cy Cy gitu."
"Itu panggilan khusus aja, dari kecil udah biasa panggil gitu."
Hans mengangguk.
"Lah terus nama abang siapa?"
"Dirandra, panggil aja Andra."
"Salam kenal bang, makasih udah dikasih tau kalau berenang tuh gak bikin sesak napas."
Andra terkekeh. Ia mulai merasa kedinginan dan keluar dari sungai. Rintikan hujan mulai berjatuhan lagi. Hans mengikuti Andra yang berlindung di saung bersama Arin dan Kakek.
Entah sejak kapan Arin sudah berada disana dan dengan santainya menyantap gorengan dan secangkir teh hangat.
Kakek sudah menyiapkan dua handuk kering dan minuman untuk anak-anak Jakarta itu. Kakek diam-diam pulang ke rumah untuk mengambil semua yang diperlukan.
"Aduh kakek ngapain repot-repot. Tapi makasih ya Kek hehehe," tawa Andra sambil menyeruput teh hangat. Setelah itu ia mengelap tubuh kurusnya yang basah. Begitu pula dengan Hans.
"Sebenarnya tuh kalau ada asma, gapapa berenang. Asal pemanasan dulu, terus jangan terlalu lama di air dingin. Kata guruku sih begitu."
"Kalau lari-larian boleh gak sih bang? Jujur aku suka main futsal," tanya Hans yang sudah mengenakan pakaiannya kembali.
"Boleh gak ya? Kayaknya boleh deh, asal jangan keseringan. Tetep jaga tempo sama pinter atur pernapasan."
Hans mengangguk. Arin dan Kakek hanya menjadi pendengar saja. Berbeda dengan Arin yang sudah tahu kalau Hans punya penyakit asma, si Kakek malah tidak tahu sama sekali. Cukup terkejut. Namun ia lebih memilih bertanya langsung pada orang tua Hans di rumah.
"Kak, ada pelangi!" teriak Arin bersemangat. Hans mengelus dadanya kaget. Andra langsung tertarik pada objek yang ditunjuk Arin.
Biarpun gerimis masih turun, tidak menyurutkan niat Andra untuk memotret lukisan indah itu dari dekat. Sebuah momen langka katanya.
Andra mengambil ponselnya, mengenakan sepatu ketsnya, dan mengenakan jaket birunya. Arin juga bersemangat.
"Ayo lihat pelangi!" ajak Arin pada Hans. Hans mengangguk membuntutinya.
"Gila Cy, ini bagus banget. Mana jelas banget warnanya."
Arin tersenyum sambil melihat ke atas. Pelangi itu membentang dari kedua bukit yang berada di kanan kirinya. Silau matahari yang malu-malu cukup menerangi tujuh warna yang melintang di atasnya.
"Foto yang banyak kak, terus pamer ke Papa."
"Siap Cy."
Hans tertegun di samping Arin. Ia terbuai dengan hasil karya sang pencipta. Yang ia rasa adalah kelegaan dan harapan.
Momennya terasa pas. Sebetulnya Hans sedang putus asa beberapa waktu lalu karena penyakitnya. Namun ia bertemu sepasang kakak-beradik yang mengubah pandangannya. Terlebih Andra, Hans bersyukur bisa mendapat sedikit pengetahuan dari Andra. Menurut Hans, Andra itu pintar dan pandai mendengarkan ucapan gurunya.
"Aku pernah denger, kalau muncul pelangi itu artinya ada bidadari lagi mandi," celetuk Hans dengan polosnya.
"Itu mah cerita rakyat doang. Tapi faktanya gak ada kan?" jawab Andra.
"Tapi kakak pernah gak mencoba percaya?" kini adiknya balik bertanya.
"Who knows ya Cy, kita gak tau di dunia lain kaya gimana. Kakak hanya percaya dengan apa yang kakak lihat."
"Iya juga sih."
-
-
-
-
-
-
-
-
-"ANDRA ARIN!"
Ketiga bocah itu menoleh bersamaan ke arah saung kakek. Tampak dua orang pria berusia menuju 40 tahun sedang berdiri dengan raut wajah khawatir. Ada pula kakek yang sedang menunjuk-nunjuk ke arah mereka.
"Mampus," gumam Andra saat melihat Papa dan Pakdenya yang sudah berdiri disana.
Arin berlari kecil menghampiri keduanya diikuti Hans dan Andra. Arin bisa menebak Papanya akan menasihati mereka berdua habis-habisan setelah ini.
"Kamu diem aja, gak usah jelasin apa-apa. Biar kakak aja yang jelasin."
"Oke kak."
"Arin, bang Andra, makasih ya sudah nemenin Hans main di sungai tadi," seru Hans dengan senangnya.
Andra dan Arin berbalik sekilas. Andra mengacungkan jempolnya dan Arin memberinya sebuah kedipan.
"Sampai jumpa lagi Hans!"
KAMU SEDANG MEMBACA
PELANGI [auroniverse]
Short Storyawal mula bertemu Hans, anak laki-laki yang sebelumnya mudah pesimis dan penakut. "gamau ah, nanti kalau dimarahin orang tuaku gimana?" "udah sih nyemplung aja, gak akan kenapa-kenapa kok."