Aku membuka jendela kamarku. Angin pagi membuat cuping hidungku dingin. Embun pagi menutupi kaca jendelaku. Cericit burung pipit saling bersahutan di pohon jambu. Dengan sinar lampu dari teras kamarku, terlihat beberapa burung pipit terbang dari dahan pohon jambu. Langit pagi kali ini sama dengan pagi sebelumnya –langit malam berubah menjadi langit pagi berwarna biru tua dan di ufuk timur matahari menyapaku dengan semburat cahayanya berwarna jingga keemasan-.
Aku selalu senang dengan suasana pagi. Udara yang masih bersih belum terkontaminasi polusi. Dari jendela kamarku terlihat jelas gunung yang masih tertutup kabut pagi. Kurentangkan kedua tanganku. Kututup mataku dan kuhirup udara pagi yang segar. Setelah kuhirup, kehembuskan napas dari mulutku.
Ritual pagiku hari ini adalah membersihkan rak buku. Buku mulai dari buku pelajaran sewaktu aku sekolah, ensiklopedia sains, ensiklopedia pahlawan, sampai novel – novelku bertumpuk di rak buku. Beberapa buku mulai tertutup debu dan sarang laba – laba. Maklum, kamarku sudah kutinggal tiga bulan karena aku merantau kuliah di luar kota.
Kubawa lap bersih untuk membersihkan debu buku, kanebo dan sebaskom kecil air untuk membersihkan rak buku. Semua buku yang bertengger di rak buku kusimpan terlebih dahulu di lantai. Setelah rak buku kosong, aku mulai mengelap rak buku dimulai dari bagian dalam hingga bagian luar. Karena rak bukuku tinggi besar, butuh tenaga ekstra untuk menahannya ketika aku akan menggeser rak buku. Belum lagi rak bukuku ada empat tingkat, jadi harus bersusah payah membersihkannya.
Sambil menunggu rak kering, aku mengelap buku. Aku juga memilah buku cerita anak yang akan kusumbangkan untuk perpustakaan di TK tempat aku menjadi relawan pengajar. Setiap buku yang aku lap pasti membawaku pada ingatan masa lalu. Salah satunya buku ensiklopedi sains yang sedang kupegang. Buku ini dibelikan oleh ayahku waktu aku kelas tiga SD. Setiap hari kubawa buku itu ke sekolah. Ketika istirahat, buku itulah yang menjadi temanku. Salah satu yang kuingat gajah mammoth berbulu dan bergading panjang yang hidup jutaan tahun lalu.
Di bawah buku ensiklopedia sains, ada satu buku harian berwarna pink. Aku langsung ingat kalau buku harian ini aku punya dari kelas dua SD. Kubuka halaman pertama. Ada gambar dua ekor kelinci yang sedang tersenyum riang. Digambar dengan menggunakan pensil dan masing – masing di bawah gambar kelinci itu tertulis "unyil" dan "tanmen". Itu adalah gambar dua kelinciku. Unyil si betina dan tanmen si jantan. Mereka beranak pinak sampai akhirnya mati ketika aku kelas 6 SD.
Nama kedua kelinciku ini terinspirasi dari acara si unyil dan komik doraemon. Entah aku komik doraemon edisi berapa tapi seingatku ada satu cerita di mana doraemon bertemu dengan raja Tianmen. Karena waktu itu aku masih kelas dua SD, aku tak membaca huruf "i" yang ada diantara huruf "t" dan "a". Aku baru tahu Tianmen adalah gerbang kota terlarang di Beijing, Tiongkok yang dibangun pada masa Dinasti Ming.
Halaman kedua dari buku harianku menceritakan kegiatanku di hari senin tanggal 10 Februari 2003. Aku menulis secara kronologis dari aku bangun pagi hingga aku akan tidur di malam hari. Pukul 04.30 misalnya, aku bangun pagi. Pukul 06.00 sarapan dan memberi makan kelinci. Selanjutnya pukul 06.30 berangkat ke sekolah. Pukul 10.00 pulang sekolah hingga pukul 20.00 tidur.
Halaman selanjutnya pun sama. Pukul 04.30 bangun pagi, pukul 06.00 memberi makan kelinci, dan seterusnya. Tulisannya pun sangat sederhana karena saat itu masih kelas 2 SD. Namun halaman tengah buku harianku yang membuatku kaget. Nama Bena Aditya tertulis di halaman itu. Nama itu ditulis ditengah – tengah dalam gambar hati yang besar. Aku tertawa dan malu melihat kelakuanku dulu.
Bena Aditya, temanku yang nakal dan cinta pertamaku. Aku tahu ini sangat terdengar menggelikan tapi aku mengakuinya. Aku ingat ketika aku menulis namanya di buku harianku ketika aku pulang sekolah. Kutulis namanya besar – besar dengan bentuk hati di luarnya. Alasanku menulis namanya karena dia membelaku ketika aku didorong oleh temanku ketika pulang sekolah. Mungkin aku terbawa perasaan karena dibela dia. Tapi saat itu aku melihat dia seperti satria baja hitam yang membela kebenaran. Sampai detik ini pun aku masih ingat senyumannya, rambutnya yang lurus, kulitnya yang hitam manis, dan matanya berwarna coklat. Ketika ia senyum, sederet gigi putih nan rapi terlihat. Ia mengulurkan tangannya sewaktu aku tersungkur ke tanah.
"Kamu tidak apa – apa, kan ?," tanya Bena padaku. Aku yang berlinangan air mata hanya mengusap kedua mataku dan tak menjawab pertanyaannya. Lututku terluka terkena pasir. Setelah membantuku berdiri, ia memarahi temanku. Akhirnya temanku yang mendorongku hingga terjatuh pergi.
Ia memberiku isyarat untuk menunggu. Ia berlari ke kantin sekolah dan kembali menghampiriku dengan membawa plester di tangannya.
"Pakai plester ini," ia memberikan plester itu padaku. Aku pun mengangguk. Kupasang plester itu di lututku.
"Fara, kalau Sagara jahil lagi sama kamu, bilang sama aku, ya". Ia pun tersenyum setelah mengatakan itu. Aku hanya mengangguk. Setelah itu, ia pergi. Aku melihat dia sampai punggungnya tak terlihat lagi oleh mataku. Aku berjalan perlahan karena kakiku masih sakit. Namun, rasa sakit itu bercampur dengan rasa yang belum pernah aku rasakan sebelumnya.
***
Aku membuka halaman terakhir dari buku harianku. Aku semakin kaget lagi. Biodata Bena Aditya ada di buku harianku. Sebenarnya hanya biodata singkat, tapi biodata inilah yang membuat hidupku tak tenang. Gelisah tak menentu. Dia bukan seorang intel ataupun seorang penjahat. Tapi entah kenapa, setiap aku membaca biodatanya membuatku resah.
Seperti biodata anak kelas 2 SD pada umumnya, selalu berisi nama, alamat, tempat tanggal lahir, hobi, makanan favorit, minuman favorit, pesan dan kesan yang berisi pantun. Isi biodatanya kurang lebih seperti ini :
My Biodata
Nama : Bena Aditya
Kelas : 2 A
Alamat : Jl. Lembayung No. 3
Tanggal lahir : 30 Mei 1995
Makanan favorit : Mie goreng
Minuman favorit : Jus mangga
Pesan : Jangan lupakan aku ya !
Hanya biodata singkat yang mungkin akan berubah jika sekarang ia ditanya apa makanan favoritnya. Mungkin saja kalau sekarang ia ditanya apa makanan favoritnya dia akan jawab spagetti, pizza, nasi goreng, kwetiaw goreng, mie rebus, gado – gado ataupun nasi padang. Minuman favoritnya pun mungkin saja berubah jadi jus tomat, jus apel, jus kedondong, ataupun jus seledri,
Aku tak tahu seperti apa dia sekarang. Tapi aku sampai hari ini masih terbayang dia yang tersenyum dan bilang "Fara, kalau Sagara jahil lagi sama kamu, bilang sama aku ya". Padahal itu sudah 13 tahun yang lalu. Aku pun tak tahu sekarang dia di mana. Pertemuan terakhir kita ketika perpisahan kelas 3 SMP. Setelah itu, aku tak tahu di mana rimbanya.
Kututup buku harianku dan kusimpan di rak buku yang mulai kering. Aku kembali mengelap buku satu persatu dengan perlahan. Sebagian dari bukuku sudah lama tapi karena kurawat dengan baik sehingga buku-bukuku masih bagus. Ketika aku mengelap ensiklopedia pahlawan, ingatanku berkelana ke masa laluku. Buku ensiklopedia pahlawan ini menjadi titik balik aku seperti sekarang. Berkat ensiklopedia ini, aku cinta sejarah. Ilmu yang mempelajari peristiwa di masa lampau yang melibatkan manusia atau masyarakat. Bagiku, sejarah adalah cerminan jati diri bangsa. Untuk melepaskan dahaga akan ilmu sejarah, dua tahun lalu kuputuskan untuk kuliah di jurusan sejarah.
Aku kembali mengelap buku yang lain dan menyimpannya ke rak buku. Kegiatan bersih – bersih rak buku selalu membuka memori lama. Ada memori yang manis untuk dikenang ataupun memori pahit untuk dikenang. Salah satunya memoriku tentang Bena yang sudah 5 tahun tidak pernah bertemu.
KAMU SEDANG MEMBACA
BENA
Short StoryBelasan tahun Fara memendam rasa pada Bena, seorang teman sekelasnya yang jago basket. 9 Tahun dalam almamater yang sama, mereka berpisah ketika SMA. Ia mulai mencari keberadaan Bena. Mulai mencari di facebook, instagram, hingga twitter tak ditemuka...