Derap langkah kaki terdengar di sepanjang koridor yang gelap nan sepi. Banyak Siswa/i belum datang pada jam seperti ini membuat Yura dengan tenang bersenandung sambil memeluk beberapa buku tebal.Lalu, senandung kecilnya perlahan mengecil saat dirinya mengingat sesuatu dan membuatnya kembali berbalik arah.
Yura masuk ke dalam UKS dan mengambil sebuah plaster dari kotak P3K untuk dahinya yang terluka.
Ulah Kakaknya yang pulang dengan kondisi mabuk fajar tadi, dirinya harus menerima sebuah lemparan sepatu di dahinya. Untung saja tidak terlalu parah dan Yura hanya bisa menahan kekesalannya terhadap kakaknya.
"Lho? Dahi kamu kenapa?" tanya Heejin, teman sebangku Yura saat menangkap sebuah plaster menempel di dahi temannya itu.
Yura menggeleng pelan sambil tertawa kaku. Merasa tidak puas dengan jawaban yang ia dapatkan, Heejin mencoba bertanya lagi.
"Yura, aku serius. Dahi kamu kenapa?"
Yura memberhentikan gerak jemarinya yang tengah menulis di lembaran kertas putih miliknya. Ia kembali menggeleng.
"Aku gapapa, Heejin. Dahiku tadi kepentok pintu, jadinya gini deh."
Yura tertawa kikuk dan kembali melanjutkan kegiatan menulisnya yang sempat terhenti. Heejin yang sedikit tak percaya dengan apa yang diucapkan Yura, memicingkan matanya.
"Kamu gak bohong, kan?"
"Iya, Heejin. Aku gak bohong," jengah Yura tanpa menghentikan kegiatan menulisnya.
Sedikit mencebik karena dirinya kembali diabaikan, Heejin menumpu dagunya pada kedua lipatan tangannya. Sebenarnya ia ingin menceritakan sebuah film yang ditontonnya semalam, tetapi agaknya saat ini Yuraㅡteman ambisnya, tidak bisa diajak mengobrol.
Tak lama pak Yesung yang mengajar di bidang seni, masuk dengan seorang siswa yang mengekorinya. Hal itu berhasil menarik atensi Yura yang tengah mengerjakan PR MatematikaNya.
Lho? Bukankah seharusnya jam pertama itu pelajaran Matematika? Kenapa yang masuk malah Guru Seni Budaya? Dan, siapa siswa yang diajaknya?
Ngomong-ngomong lelaki itu cukup tampan, tetapi..
KAMU SEDANG MEMBACA
sorry, na jaemin
AçãoApa hanya orang normal saja yang diperlakukan dengan baik dan adil? Sedangkan orang yang memiliki keistimewaan harus diperlakukan layaknya sampah?