2

48 13 1
                                        

"Bisa kalian kerjakan berdua, aku harap kalian bisa saling mengajari." Ucapan Ayane sensei -guru matematika merupakan momok besar bagi [Name], bukan, bukan ucapan dari guru matematika saja, namun semua titah dari setiap pengajar yang mengandung hal berhubungan dengan sosialisasi merupakan neraka tersendiri baginya.

[Name] mendesah panjang, telapak tangan menopang dagu malas, pun sudah bisa ditebak, tidak akan ada yang mau satu kelompok dengan 'beban' sepertinya.

"Ooh, ada apa ini?" Ojiro Aran yang baru saja datang dari kamar mandi tampak kebingungan memandang seisi kelas. Salah satu siswa pun memberitahunya.

"Ojiro-kun, Ayane-sensei menyuruh kita untuk mengerjakan tugas berpasang-pasangan."

"Oh tidak, pasti semuanya sudah mendapatkan partner."

"Sepertinya [Lastname] belum memiliki kelompok, kau bisa berpasangan dengannya," siswa sialan itu tampak menahan tawa, Aran mengendikkan bahunya. "Mau bagaimana lagi?"

Kekehan sarkas tersebut... [Name] mendengarnya, [Name] memutar bola mata malas tatkala Aran berjalan mendekatinya.

"Yo, [Lastname]-san, aku sekelompok denganmu, ya."

Ojiro Aran, bisa dibilang ia siswa paling mending di mata [Name], setidaknya di antara teman sekelasnya. Sedikitpun Aran tak pernah menyakitinya secara lisan kendati ia tak pernah membelanya ketika dipojokkan oleh rekan sekelas.

Ojiro Aran itu pertengahan.

"Hmm." [Name] menyahutnya dengan dehaman kecil, pertanda ia menyetujuinya. Aran pun serta merta duduk di bangku kosong sebelah [Name].

"Anoo, [Lastname]-san, sebenarnya aku cukup bodoh dalam pelajaran matematika," Aran terkekeh kecil sembari menggaruk tengkuknya yang tak gatal.

"Oke, kita sama-sama bodoh, sekarang bagaimana cara untuk menyelesaikannya huh?"

"Kapan terakhir kali pengumpulan?"

"Besok pagi ketika jam pelajaran dimulai."

Tiba-tiba, bagai petir di siang bolong, ide muncul begitu saja di kepala Aran. Ia tersenyum menyeringai ke arah [Name], gadis itu pun bergidik ngeri.

"Ojiro... -kun?"

*+:。.。 。.。:+*


Jika saja [Name] bertanya terlebih dahulu kepada Aran ke mana tujuannya, pasti ia tidak akan merasakan kegugupan seperti ini.

Jika saja 'orang itu' tidak melipurkan sesak di dadanya ketika [Name] meringkuk di atas rooftop, maka pemicu gugup itu pun tak kan pernah ada.

Andai ia tak pernah datang. Andai ia tak pernah memergoki [Name]. Mungkin [Name] tidak akan terjebak pada suasana canggung yang telah ia ciptakan sendiri.

"Sebentar, aku ambilkan minum dulu."

Dan di sinilah ia sekarang, di kediaman bercorak tradisional milik keluarga Kita. Sejatinya ia berniat kabur ketika ia mengetahui bahwa Aran membawanya ke rumah Shinsuke. Tetapi semuanya terlambat, Shinsuke terlebih dahulu muncul ketika [Name] baru saja membalik badannya.

Mau tidak mau [Name] harus berperang melawan gugupnya sendiri.

Tapi, apa-apaan orang ini? Saat [Name] mencuri pandang kepada pemuda tersebut, guratan wajah yang kelewat inosen itu menyiratkan seakan-akan tak pernah terjadi apa-apa di antara mereka berdua.

"Terimakasih Shinsuke," ucap Aran tatkala Shinsuke meletakkan dua gelas teh di atas meja.

"Baik, mari kita mulai."
Shinsuke terduduk di depan mereka berdua, ia mulai menjelaskan materi matematika secara runtut. Aran yang mulai paham segera mencoba pada soal yang diberikan Ayane -sensei.

Sedangkan [Name], ia belum bisa mengerjakan karena ia masih sibuk dengan pikirannya sendiri. Kedua matanya memang mengikuti setiap apa yang Shinsuke goreskan di atas kertas, tetapi pikirannya melayang entah kemana.

"[Lastname] -san, apakah kau sudah paham?" Suara bagaikan candu itu menyadarkan [Name] dari lamunannya.

"Uh," [Name] yang tersadar spontan melirik Aran di samping kanannya.

"Aran baru saja pergi ke kamar mandi," ucap pemuda di depannya.

"Eh?!"

Berarti hanya ada mereka berdua di ruang tamu.
Iya, berdua.
Berdua?!

Bagaimana bisa [Name] tidak menyadari hal itu?! Dan lagi-lagi ia menyalahkan gugupnya.

[Name] menatap buku tulisnya yang masih kosong.

"Uh, aku belum paham hehe, bisakah kau ulangi sekali lagi?" kata [Name] sembari tertawa tak berdosa.

"Baiklah, perhatikan baik-baik,"

Sekali lagi, Shinsuke mengulangi penjelasannya.
Kali ini [Name] tidak akan membiarkan kesabaran Shinsuke sia-sia. Peduli setan dengan gugup dan pelukan hangat tempo lalu. Ia benar-benar berusaha memahaminya dengan baik, murni dari lubuk hati terdalam.

"Aku sudah paham, maaf sudah membuatmu menjelaskan dua kali," ucap gadis bersurai kelam. Tangan kirinya menopang dagu, andromeda di balik pelupuk mata memandang pemuda di depannya, sekejap kelopaknya menyipit, sudut bibir pun tertarik; mengekspos senyum semanis madu.

'Ia bukan yang kemarin' itulah yang terlintas di benak Shinsuke sekarang ketika netranya menangkap nada yang tak biasa pada gadis di hadapannya. Ingat, Shinsuke selalu memergokinya ketika gadis itu berada dalam situasi yang jauh dari kata menyenangkan.

Tangan kanan sang gadis mulai tergerak, penanya menggoreskan angka-angka di atas lapisan kertas. Berbagai digit yang terbayang di pikirannya sekejap ia tuangkan pada buku tulisnya.

Ketahuilah, Shinsuke telah dibuatnya heran.

[Name] tak sebodoh yang ia bayangkan.

*+:。.。 。.。:+*

Cukup sudah swastamita bermain-main di batas cakrawala, kini tiba saatnya untuk kembali, begitu juga dengan kedua muda-mudi yang menghabiskan sisa waktunya di griya bercorak konvensional hingga bayangan lebih panjang daripada selira.

Ucapan terimakasih dan senyuman seindah kala netra menatap lanskap langit terkini diberikan. Tanpa berbasa-basi berpamitan.

Tetapi suara parau wanita tua justru menunda tempo yang semestinya. Di ambang pintu, jemarinya yang keriput menyodorkan dua kotak bekal hangat. "Untuk makan malam," katanya sembari melukis seulas senyum di antara kedua pipinya yang berkerut.

Dan "Terimakasih." untuk ke-sekian kalinya dihaturkan, kini tak hanya tertuju pada Shinsuke, namun pada neneknya pula.

Ojiro Aran, wanita tua itu telah mengenalnya baik. Bagaimana tidak? Tak terhitung berapa kali ia pulang sekolah bersama cucunya. Sementara gadis bersurai panjang nan kelam itu, tak sempat menanyai nama, ia sudah terlebih dahulu melangkah bersama Aran.

"Gadis itu juga temanmu?" tanya nenek Yumie kepada cucunya. Shinsuke mengangguk.

"Ooh, siapa namanya?"

"[Name], [Name-Lastname],"

Shinsuke dan nenek Yumie saling berpandangan satu sama lain.

"Nenek tidak perlu khawatir, dia orang yang baik."

*+:。.。 。.。:+*

ORION: Kita Shinsuke x ReaderTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang