Menuju cakrawala yang kian temaram, untuk kedua kalinya [Name] mengunjungi gym dengan sekantung plastik yang menggayut di ujung tangan. Belum sempat mengetuk pintu, salah satu personil klub voli yang hendak masuk menegurnya dengan ketus.
"Untuk apa kau kemari? Minggir. Kau menghalangi jalanku."
Dan gadis itu pun menyingkir.
"Tunggu." Ucapannya memenggal langkah pria, manik sekelam langit mendung yang senada dengan rambutnya menatap lekat gadis mungil."Apa?"
"Bisakah aku bertemu dengan Kita Shinsuke?"
"Tidak."
"Aku hanya ingin–"
"Sudah kubilang tidak bisa. Tidak usah sok berdalih, eksistensimu hanya akan mengusik kegiatan klub."[Name] mendengus kesal, padahal ia hanya ingin mengembalikan jaket yang ia pinjam dua hari lalu. Sembari melengos ia menyodorkan kantung plastik berisikan jaket yang telah ia cuci bersih kepada lelaki di hadapannya.
"Bisakah kau memberikan ini kepada Kita Shin–"
Kalimatnya terpotong oleh kantung plastik yang telah berpindah tangan dalam sekejap. Lantas pemuda lekas masuk membanting pintu sehingga hampir seisi gym mengelus dada lantaran bahana kejutkan jantung. Spontanitas sang kapten menegurnya. "Osamu, tutup pintunya pelan-pelan."
"Maaf. Habisnya selalu saja ada pengganggu yang datang. Ngomong-ngomong Kita-san gadis tadi menitipkan ini padaku." Ia menyerahkan jaket yang telah terbungkus rapi di dalam plastik kepada kaptennya.
"Apakah ia adalah tukang laundry mu?"
Shinsuke tertegun, netra yang semula menatap jaketnya kini beralih menatap Osamu nanar. Rentetan kalimat pedas nan menusuk serta merta meluncur dari lisan. Khusus tertuju kepada anak buahnya yang minus akhlak.
"Osamu, dia itu temanku. Apakah kau tadi membentaknya? Jika iya kau sangat tidak sopan.""Bahkan kau menyebutnya tukang laundry. Kemana rasa hormatmu terhadap kakak kelas?"
Osamu hanya mematung ketakutan, ia benar-benar tidak menyangka bahwa kapten kebanggaannya akan merespon tindakannya sampai seperti ini. Hingga detik ini pun Shinsuke masih menatapnya tajam dan Osamu sedikitpun tak berani membalasnya walau sekedar kerlingan.
"Minta maaf kepadanya sekarang atau aku akan menjemurmu di lapangan selama jam istirahat besok."
Nada bicara yang datar disertai sorot mata yang mengintimidasi benar-benar membuat Osamu mati kutu. Tampak dari sebrang net Suna dan Ginjima saling menahan tawa, membuat raut mengejek seraya berbisik keras dari kejauhan "Pfffft, rasakan itu!"
Osamu menegapkan badan, meletakkan tangan kiri di sisi pelipis –membuat pose hormat. Menanggapi dengan berpatah lidah. "B-baiklah Kita-san!"
Pemuda tampan bersurai kelabu bergegas. Berlari tunggang langgang dengan keringat dingin yang mengucur. Bola mata senada dengan surai menelusuri setiap sudut zona yang ia lewati, melacak eksistensi nona yang tadi ia marahi. Di mana dia?
Dan ia pun menemukannya.
Gadis manis terduduk di bangku taman sekolah. Dinaungi oleh rindangnya pohon sakura, jemarinya menggoreskan grafit di atas media putih, menakhlikkan sketsa lanskap yang berada di depan mata. Gedung perpustakaan Inarizaki, tak lupa rangkaian sekar yang menghiasi pekarangannya.
Osamu mendekat.
"Senpai!"
Serta merta goresan pensilnya melampaui batas. Sepertinya, Osamu ini sangat hobi mengagetkan anak orang, ya?"Kau lagi?!" [Name] bersungut mendecih. Osamu membungkuk setengah badan.
"Ku mohon maafkan aku perihal tadi. Aku benar-benar menyesal."[Name] memutar bola mata malas.
"Jika aku tidak mau?"
"Kita-san akan menjemurku di tengah lapangan selama jam istirahat besok."[Name] menyeringai. "Bagus kalau begitu."
Osamu sedikit mendongak, memasang raut memelas dengan mata berkaca-kaca.
"Senpaaaai, ku mohon... Mau dibawa kemana harga diriku sebagai lelaki?"[Name] sedikitpun tak merasa iba, malah ia merasa jijik. Semakin tak nyaman dengan presensi Osamu di dekatnya ia pun memutuskan untuk mengakhiri urusannya dengan pria tersebut.
"Pergilah, aku memaafkanmu."
Sekejap, Miya Osamu menegapkan badan, kedua maniknya berpendaran. Perasaan lega dan senang bercampur aduk, membentuk tawa di parasnya yang menawan."Terimakasih senpai, aku berjanji akan mentraktirmu sebagai bentuk permintaan maafku!"
[Name] tersenyum simpul.
"Terserah."
***

KAMU SEDANG MEMBACA
ORION: Kita Shinsuke x Reader
Fanfiction"Aku tidak pernah bermain-main dengan perkataanku. [Name], apa yang ku katakan itu sungguhan." "Kalau begitu, mengapa kau begitu tega menggantung perasaanku?" Sejatinya, [Name] sendiri tak pernah mengungkapkan perasaannya pada Kita Shinsuke. . . ...