chapter three

1.7K 188 95
                                    

Seharusnya, sekarang Yedam sudah selesai bersiap. Sudah di tempat pernikahannya. Sudah bersiap memulai upacara pernikahan.

But- damn!

Ini kesekian kalinya Yedam memuntahkan nothing dari perutnya. Ia bahkan tak sempat mengancingkan kemejanya sampai kerah. Hanya kurang dua kancing padahal. Tuxedo nya bahkan masih tersampir rapi di kasurnya. Even orang-orang yang bertugas mempoles wajahnya dengan make up sudah pergi sejak sepuluh menit yang lalu.

Yedam sudah berusaha mengusir pikiran buruknya sejak tadi. But, he's done.

Sebelum rasa mualnya kembali, Yedam keluar. Membuka lemari pakaiannya dan mencari sebuah kotak sedang berisi testpack. Yedam memang punya stok testpack di kamarnya. Entah lah. Sebagai seorang carrier, terkadang ada rasa khawatir datang.

Yedam kembali masuk kamar mandi dengan membawa sekotak testpack itu. Mulai melakukan tes yang sudah biasa dilakukannya.

"Hasilnya harus sama dengan biasanya." monolognya meyakinkan diri bahwa hasil testpack itu negatif.

Tes pertama.

Positif.

Tes kedua.

Positif.

Tes ketiga.

Positif.

Ke tujuh.

Positif.

Ke dua belas.

Positif.

Ke tujuh belas.

Positif.

Ke dua puluh satu.

Positif.

"Fuck!"

Yedam menumpukan kedua tangannya pada wastafel di depannya. Cermin di sana melihat miris pada Yedam yang menunduk dengan satu testpack baru digenggamannya. Mengabaikan testpack-testpack lain dengan tanda positif yang berserakan di lantai kamar mandinya.

Tok tok

"Yedam-ah! Gwaenchana?! Sayang kita harus ke tempat pernikahan mu sekarang!"

"Yedami? Kau ada masalah?"

"Bang Yedam, apa yang menghambatmu? Ayo cepat!"

Bahkan ketukan dan panggilan dari orang tua dan kakaknya tak ia hiraukan.

Yedam menggenggam erat testpack baru yang dipegangnya.

Satu kali lagi. Yang ke dua puluh dua.

Positif.

Ting tong

Tangis Yedam sudah dimulai sejak hasil testpack kelimanya tadi. Ia menggeram marah dengan menggenggam testpack terakhirnya tadi. Mendengar bel rumah berbunyi, membuat Yedam tak bisa menahan diri.

Ia membuka kamar mandinya. Dan berlari turun ke pintu utama. Tak peduli dengan keterkejutan keluarganya yang melihat banyak testpack bertanda positif berserakan di lantai kamar mandi. Bahkan teriakan kakaknya tak Yedam hiraukan.

Yedam berlari turun dari lantai di mana kamarnya berada. Tujuannya sudah dekat.

Klek

Dan saat ia membuka pintu utama, tangannya yang kosong sudah melayang di udara. Hendak menampar orang di hadapannya sekarang.

Tapi, kalah cepat dengan gerakan orang itu yang menahan tangan Yedam.

Berbeda dengan Yedam yang wajahnya terlihat marah dengan jejak air mata, orang di hadapan Yedam justru terlihat relaks sambil tersenyum lembut, tapi terlihat menyembunyikan banyak hal. Rasa senang? Seperti mendapat kemenangan dalam kompetisi? Semacamnya? Mungkin.

•Forced Destiny•  [ℎ𝑎𝑟𝑢𝑑𝑎𝑚] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang