Di bawah teriknya sengatan sinar matahari, tampak berjalan seorang laki-laki tua berkumis dan berjenggot panjang. Laki-laki itu berjalan di pematang sawah, dengan alat pancing yang panjang tampak menjuntai di pundak. Memang, dia tak lain adalah Ki Lengser yang berjuluk si Tukang Pancing. Setelah kabur dari Nenek Ayuning dan Iblis Kembar, si Tukang Pancing langsung menuju Desa Garing ini.
Ki Lengser menghentikan langkahnya, ketika jarak dua tombak di depannya tampak seorang petani tua bercaping lebar tengah mencangkul tanah dengan ayunan yang kuat dan bertenaga. Napas petani tampak biasa-biasa saja. Tidak terlihat sinar kelelahan pada wajahnya. Agaknya, petani itu juga memiliki kepandaian.
Merasa tak dipedulikan, Ki Lengser segera menendang batu sebesar kepala bayi di ujung kakinya. Pelan saja, namun menghasilkan kecepatan luar biasa, mengancam keselamatan petani itu. Namun entah disengaja atau tidak, pada saat batu itu hampir menghantam kepala, si petani mengangkat cangkulnya ke atas.
Trang!
Begitu luncuran batu berhasil dihalau, petani itu cepat menggerakkan cangkulnya ke tanah. Dan begitu mata cangkul menghujam, secepat itu pula tanah yang menempel dikebutkan. Maka sebongkah tanah basah langsung meluruk ke arah Ki Lengser.
"Uts!" Dengan lentingan indah, si Tukang Pancing berhasil menghindari serangan sebongkah tanah yang berisi tenaga dalam tinggi itu. Dan baru saja si Tukang Pancing mendarat...
"Hahaha...! Kau masih tetap hebat seperti dulu, Lengser!" sambut petani itu langsung menghampiri si Tukang Pancing dan memeluknya.
"Hehehe...! Kau pun begitu, Jembawan! Semakin tua semakin alot saja!" tukas si Tukang Pancing pada petani tua bertubuh kekar yang dipanggil Jembawan.
"Tidak biasanya kau mendatangi aku. Ada perlu...?!" tanya Ki Jembawan dengan kening berkerut.
"Benar! Keperluan yang cukup penting!" jawab Ki Lengser.
"Katakan saja. Kau tidak perlu ragu!"
"Aku bertemu Ayuning!" jelas si Tukang Pancing.
"Apa kau tidak salah lihat? Katanya dia sudah mati!" tanya Ki Jembawan, makin berkerut keningnya.
"Aku melihat dengan mata kepalaku sendiri, Jembawan! Bahkan dia telah berhasil menguasai Iblis Kembar yang memiliki kepandaian cukup tinggi! Hal itu perlu kita perhitungkan. Mereka sangat kejam dan mau menang sendiri! Kaum persilatan bisa geger bila dia muncul kembali!" tandas Ki Lengser.
"Mengapa kau tidak berusaha menangkapnya...?!""Enak saja kau bicara! Aku telah bertempur habis-habisan dengan mereka. Kalau setan betina itu tidak mengeluarkan aji 'Rangsang Jiwa' aku tak akan mundur! Terus terang menghadapi ajian itu, aku harus berpikir seribu kali! Siapa yang mau jadi piaraan Nenek Peyot itu...?!" tukas si Tukang Pancing melotot.
"Aku sendiri juga tidak berani menghadapi ajian itu!" tukas Ki Jembawan.
"Maksudku bukan menghadapi sendiri-sendiri. Kalau kita bersama, tentu dapat mendesaknya. Kita tidak boleh memberinya kesempatan untuk mengeluarkan ajian cabul itu. Apakah kau tidak mau bekerja sama lagi denganku...?" tanya si Tukang Pancing.
"Setan kau, Lengser! Sekali lagi bicara begitu, kutinggal sendirian kau di sini!" rutuk Ki Jembawan.
"Maaf, Jembawan! Bukan begitu maksudku. Kalau aku tidak percaya padamu, untuk apa datang kemari?!"
"Ya, sudahlah! Hm.... Sayang si Katembong alias Tukang Tebang Pohon tidak ada di sini! Kalau ada, tentu kita akan lebih kuat lagi!" gumam Ki Jembawan.
"Apakah kita perlu mencari dia dahulu, baru bertindak?!" tanya Ki Lengser. Belum juga pertanyaan Ki Lengser terjawab....
"Hahaha...!" Mendadak terdengar suara tawa berkepanjangan. Kemudian, disusul berkelebatnya sesosok bayangan. Dan tahu-tahu, di dekat mereka telah berdiri seorang laki-laki tua. Rambutnya putih, dia membawa gergaji di tangan kanan.
"Hahaha...! Panjang umurnya! Baru dibicarakan, orangnya langsung muncul! Mari, ke rumahku sambil minum teh dan ubi rebus!" ajak Ki Jembawan.
"Heh! Soal urusan lain, nanti saja. Yang penting, mari kita makan dan minum dulu! Perutku sudah lapar sekali, Jembawan!" tukas laki-laki bernama Ki Katembong, langsung mendahului Jembawan.***
Dalam rimba persilatan saat ini memang diramaikan oleh tiga serangkai pendekar pembela kebenaran yang sulit dicari tandingnya. Mereka terdiri dari si Tukang Tebang Pohon, si Tukang Pancing, dan yang terakhir si Petani.
Tak heran kalau mereka bertiga termasuk kalangan atas. Dan mereka jarang muncul dalam dunia persilatan, bila tidak perlu benar. Kalau kali ini mereka muncul bersama, dapat diterka tentu ada persoalan besar tengah menanti.
Ki Lengser segera menceritakan apa yang di alaminya dengan Nenek Ayuning. Mendengar kemunculan perempuan tua itu si Tukang Tebang Pohon tampak terkejut. Dia sadar kalau kemunculan wanita iblis itu akan diwarnai oleh banjir darah yang tidak bersalah. Maka mereka segera berembuk untuk memecahkan cara menghadapi wanita iblis yang memiliki ajian langka bernama 'Rangsang Jiwa'.
"Katembong, masa kita harus menghadapinya dengan mata terpejam...?!" tanya si Tukang Pancing.
"Wah! Itu sama saja bunuh diri!" potong si Petani.
"Yah! Memang sulit menghadapi iblis itu. Yang penting, bila menghadapi iblis itu, kita tidak boleh memberi hati dan kesempatan padanya untuk menggunakan ajian setan itu. Pokoknya kita desak terus, sampai dia kelelahan sendiri. Setelah itu, langsung kita habisi saja. Kurasa itulah jalan satusatunya!" papar si TukangTebang Pohon.
"Kalau begitu, marilah berkemas untuk mencari Ayuning! Kita harus mendahuluinya, sebelum dia bersiap diri!" ajak Ki Jembawan.
KAMU SEDANG MEMBACA
165. Pendekar Rajawali Sakti : Wanita Iblis
ActionSerial ke 165. Cerita ini diambil dari Serial Silat Pendekar Rajawali Sakti karya Teguh S. Dengan tokoh protagonis Rangga Pati Permadi yang dikenal dengan Pendekar Rajawali Sakti.