BAGIAN 8

129 11 1
                                    

"Hm.... Jadi ketiga laki-laki tua bangka itu sudah kau binasakan? Bagus! Yang penting bukan kau yang binasa. Kau terlalu tampan untuk binasa!" kata seorang perempuan tua kepada seorang pemuda di depannya.
Mereka tak lain adalah Nenek Ayuning dan Anjasmara. Setelah berhasil membunuh tiga tokoh tua berjuluk si Tukang Pancing, si Petani, dan si Tukang Tebang Pohon, Anjasmara kemudian memang segera menemui Nenek Ayuning di lereng Gunung Sangga Buana.
"Hm. Kini tugasmu tinggal satu lagi. Cari Pendekar Rajawali Sakti. Bunuh dia!" ujar Nenek Ayuning, mantap.
Belum juga gema suara perempuan itu lenyap, mendadak...
"Kau tidak perlu mencariku jauh-jauh, Nyisanak!" Tiba-tiba terdengar sebuah suara yang diikuti oleh berkelebatnya saru bayangan putih ke hadapan Nenek Ayuning.
"Pendekar Rajawali Sakti!" Betapa terkejutnya Nenek Ayuning ketika di depannya telah berdiri seorang pemuda tampan berbaju rompi putih dengan pedang bergagang kepala burung di punggung. Ya, pemuda itu memang Pendekar Rajawali Sakti.
"Bagaimana kau bisa sampai ke tempat ini, Pendekar Rajawali Sakti?!" tanya perempuan tua itu, menyelidik.
"Mudah saja. Ketika kulihat pemuda di sampingmu itu berhasil membunuh Ki Lengser, Ki Jembawan, dan Ki Katembong, aku berusaha mengikutinya secara diam-diam. Dan ternyata dugaanku benar, kalau pemuda itu pasti tangan kananmu. Sayang aku tak sempat menyelamatkan ketiga orang malang berhati lurus itu," sahut Rangga, penuh tekanan.
"Lantas apa maumu, Pendekar Rajawali Sakti?!"
"Tak banyak. Aku hanya menginginkan kau bertobat, selagi masih ada kesempatan!"
"Jangan sok jadi pahlawan kesiangan, Anak Muda! Aku masih mampu membungkam mulutmu!"
"Hm.... Agaknya hatimu sudah tersaput nafsu iblis."
"Tutup mulutmu! Kau tahu, Anak Muda?! Bila aku membunuhmu, maka tak ada lagi yang mampu menghalangiku untuk menguasai dunia persilatan. Kecuali, bila kau ingin bergabung denganku untuk menjadi kekasih gelapku!"
Mendengar kata-kata terakhir Nenek Ayuning, wajah Rangga berubah merah padam. Seketika gerahamnya bergemeletuk menahan geram.
"Dunia persilatan akan muak menerima kehadiranmu, Nyisanak!"
"Huh! Anjasmara! Serang dia. Bunuh sekalian!" ujar Nenek Ayuning, seraya menoleh ke arah Anjasmara. Sementara jari telunjuknya menuding ke arah Rangga.
"Heaaat...!" Disertai jeritan membahana, Anjasmara melompat menyerang dengan pukulan bertubi-tubi ke arah Rangga. Angin pukulannya terasa bergelombang, menyesakkan dada.
"Uts! Heaaa...!" Namun dengan meliuk-liukkan tubuhnya, Rangga berhasil menghindari serangan Anjasmara. Tak satu pukulan pun mendarat di tubuhnya.
Kenyataan ini membuat Anjasmara geram. Seketika kapak bermata dua miliknya dicabut, dan langsung diayunkan ke bagian-bagian tubuh Pendekar Rajawali Sakti yang mematikan.
"Anjas! Hati-hati! Dia bukan lawan ringan!" teriak Nenek Ayuning memperingatkan.
Rangga yang telah menggelar jurus 'Sembilan Langkah Ajaib' kembali mampu menghindari serangan kapak bermata dua milik Anjasmara.
Nenek Ayuning yang mengkhawatirkan keselamatan pemuda itu, segera ikut menyerang dengan pedangnya.
Walaupun dikeroyok dua, Pendekar Rajawali Sakti masih dapat mengimbanginya. Anjasmara yang keadaan tubuhnya masih lemah, menjadi incaran Rangga. Dan pada saat kapak mautnya membabat kaki Pendekar Rajawali Sakti, saat itu pula pedang Nenek Ayuning datang membantu.
Menghadapi serangan berbahaya itu, Rangga cepat membuang diri bergulingan di tanah.
"Yeaaat!"
Setelah mendapat jarak, Rangga cepat melenting bangkit. Dan seketika tubuhnya melesat, melakukan tendangan beruntun ke dada Anjasmara....
Des! Des!
"Aaakh...!"
Tidak ampun lagi, Anjasmara jatuh terguling. Sementara Nenek Ayuning segera memburu, melindungi Anjasmara dari serangan pedang yang mematikan. Namun dengan sigap, Pendekar Rajawali Sakti menjulurkan tangan ke arah pedang yang mengancamnya.
"Hih!"
Tak!
Hanya sekali sentil, senjata pedang jadi meleset arahnya. Mendapat kesempatan itu, Rangga menendang kepala Anjasmara. Tetapi pada saat yang sama, kapak Anjasmara menyabet kaki Pendekar Rajawali Sakti.
"Hup!" Mendapat serangan itu, terpaksa Rangga menarik kakinya kembali, sehingga tebasan itu hanya menyambar angin kosong.
"Chiaaat...!" Sementara Nenek Ayuning menyerang kembali. Tubuhnya kembali meluruk, membabatkan pedangnya.
Mendengar teriakan serangan, cepat Rangga menoleh seraya menghentakkan kedua tangannya.
"Aji 'Bayu Bajra'! Heaaa...!"
Seketika dari telapak tangan Pendekar Rajawali Sakti meluncur gelombang angin bagai topan ke arah Nenek Ayuning.
Sebentar tubuh perempuan tua itu terhalang, namun cepat mampu menguasai diri dengan mengerahkan tenaga dalam sepenuhnya. Sebelum Nenek Ayuning menyerang kembali, Rangga sudah berbalik dan melesat ke arah Anjasmara yang terlongong bengong melihat kedahsyatan angin topan tadi.
"Heaaa...!"
Belum juga Anjasmara berbuat apa-apa, Pendekar Rajawali Sakti sudah cepat meloloskan Pedang Pusaka Rajawali Sakti yang memancarkan sinar biru berkilauan. Dan secepat itu pula pedangnya dikebutkan ke arah Anjasmara. Dengan sebisanya, Anjasmara berusaha menahan laju pedang itu dengan kapaknya. Namun...
Tras!
Betapa terkejutnya pemuda itu melihat kapaknya hancur berkeping-keping terhantam pedang pusaka milik Pendekar Rajawali Sakti. Dan belum habis rasa terkejutnya, pedang itu terus berkelebat tak tertahankan lagi. Sehingga....
Cras!
"Aaakh...!" Anjasmara hanya melenguh pendek dengan mata melotot, ketika Pedang Pusaka Rajawali Sakti membabat lehernya hingga putus!
Tepat ketika Rangga berbalik menghadapi Nenek Ayuning, tubuh Anjasmara ambruk di tanah dengan kepala menggelinding dan menyemburkan darah.
Nenek Ayuning begitu geram, melihat kematian Anjasmara. Matanya kontan memerah. Maka segera dia mengerahkan aji 'Rangsang Jiwa' sambil menggerak-gerakkan tubuhnya.
Rangga yang sudah bisa menebak maksud perempuan tua itu, cepat menutup mata nafsunya dengan mengerahkan kekuatan batinnya. Pada saat itu juga Pendekar Rajawali Sakti menandinginya dengan jurus 'Pedang Pemecah Sukma'!
Setelah membuat beberapa gerakan, Nenek Ayuning meluruk sambil membabatkan pedangnya. Pada saat yang sama, Rangga juga melesat, memapak.
Trang! Trang!
Berkali-kali pedang mereka bertemu. Sebanyak itu pula Nenek Ayuning merasakan tangannya kesemutan. Maka segera ditingkatkannya tenaga dalamnya. Kemudian kembali menyerang, mengincar jalan darah yang mematikan di tubuh Rangga. Rupanya siasat Pendekar Rajawali Sakti berhasil, ajian Nenek Ayuning tidak berarti apa-apa bila berhadapan dengan jurus 'Pedang Pemecah Sukma'.
"Yeaaat!" Pendekar Rajawali Sakti melenting ke udara. Setelah berputaran beberapa kali, tubuhnya meluncur turun menggunakan jurus 'Rajawali Menukik Menyambar Mangsa'. Kedua kakinya bergerak begitu cepat mengincar kepala.
Nenek Ayuning terkejut. Dengan cepat pedangnya diputar di atas kepalanya. Sehingga pemuda itu cepat menarik kakinya.
Melihat perempuan tua itu berhasil mengelakkan serangan, Rangga yang sudah mendarat di tanah kembali meluruk dengan hantaman tangan dengan jurus 'Pukulan Maut Paruh Rajawali'. Tangan Rangga yang telah berubah merah membara meluncur deras ke arah sasaran.
Sementara Nenek Ayuning merasa terdesak, segera memapak serangan dengan telapak tangannya.
Blar!
"Aaarg!" Nenek Ayuning kontan berteriak tertahan dengan tubuh terjajar beberapa langkah. Pada saat yang sama, Pendekar Rajawali Sakti segera mengirim serangan susulan yang tidak kalah dahsyatnya disertai tenaga dalam penuh.
"Hup!"
Nenek Ayuning terpaksa menjatuhkan diri seraya bergulingan menghindari serangan Pendekar Rajawali Sakti. Tetapi dia kurang memperhitungkan kaki Pendekar Rajawali Sakti. Sehingga....
Digh!
"Ugh!" Telak sekali sebuah tendangan Rangga berhasil masuk ke iga. Perempuan tua itu segera bangkit dengan tubuh terhuyung-huyung.
"Hiaaa...!" Belum juga Nenek Ayuning berdiri sempurna, Rangga sudah meluruk kembali melepaskan kibasan tangan dari jurus 'Sayap Rajawali Membelah Mega' yang mengarah ke dada. Sehingga....
Des!
"Aaa...!" Disertai jeritan, tubuh perempuan itu terpelanting ketanah. Namun dasar daya tahannya luar biasa, dia mampu bangkit kembali!
Dan belum juga Rangga mengirimkan serangan kembali....
"Hieeeh...!" Mendadak terdengar ringkikan yang diiringi derap langkah kaki kuda. Rangga dan Nenek Ayuning sama-sama menoleh. Dan mereka melihat seorang perempuan tua berbaju kuning sudah menghentikan lari kudanya tak jauh dari mereka.
Setelah turun dari kudanya, perempuan tua berbaju kuning itu menghampiri Nenek Ayuning seraya menatap tajam dengan sinar mata menusuk.
"Nenek tidak tahu diri! Perbuatanmu masih saja seperti dulu! Pantas saja guru mengusirmu!" bentak wanita tua berbaju kurang itu.
"Sri Murti, Nenek Usil! Guru sudah lama menutup mata. Mengapa kau masih selalu mengrecoki aku...? Lagi pula, aku masih terhitung kakak seperguruanmu. Kau jangan salahkan, bila aku membunuhmu!" bentak Nenek Ayuning.
"Dasar tidak tahu malu! Sudah berambut dua, lagakmu masih seperti anak muda saja! Biarlah aku yang mewakili guru untuk menghukummu!" balas perempuan tua yang ternyata bernama Sri Murti seraya meloloskan selendang kuningnya.
"Hiyaaat!" Pada saat itu juga Nenek Sri Murti melecutkan selendangnya.
Jdar! Jdar!
"Pendekar Rajawali Sakti, harap minggir dulu! Ini urusan padepokan kami. Harap kau jangan salah paham!" ujar Nenek Sri Murti.
Mau tidak mau, terpaksa Rangga menepi. Sebenarnya Pendekar Rajawali Sakti pun mampu menghadapi Nenek Ayuning. Tapi karena dipikir ada orang yang lebih berhak untuk menghukumnya, Rangga hanya membiarkan saja sambil menyaksikan pertarungan yang sudah berlangsung antara Nenek Sri Murti melawan Nenek Ayuning.
Menghadapi sesama kaumnya, nenek berhati iblis itu tidak dapat menggunakan ajian 'Rangsang Jiwa'nya. Sedangkan semua jurus ilmu pedangnya, pada dasarnya telah diketahui saudara seperguruannya itu. Namun, dia terus juga menyerang dengan sengit. Sehingga untuk sementara keduanya sulit mencari kemenangan. Keuntungan Sri Murti adalah, selendangnya yang begitu lugas dan lentur. Bentuk serangannya juga dapat dirubah-rubah sesuka hatinya.
"Yeaaat!" Pedang Nenek Ayuning bergulung-gulung, menusuk ke arah dada adik seperguruannya. Namun dengan indahnya, selendang kuning itu melecut melingkar, berusaha melibat pedang.
"Huh!" Secepat itu pula, Nenek Ayuning menarik pedangnya kembali Bahkan kakinya berhasil menendang lutut Nenek Sri Murti.
Tuk!
Bruk!
Nenek Sri Murti jatuh terduduk. Namun selendangnya yang dapat berubah lurus dan keras bagaikan besi berhasil juga menghantam tulang kering Nenek Ayuning.
Tak!
"Aaakh!" Tulang kering Nenek Ayuning jadi retak, menimbulkan rasa sakit menusuk ulu hati.
"Bangsat! Kubeset kulitmu, Orang Jelek!" teriak nenek berhati iblis itu.
Nenek Sri Murti tidak mau meladeni. Begitu bangkit selendang kuningnya cepat dilecutkan, hingga meledak-ledak suaranya. Namun dengan ilmu pedangnya yang cukup ampuh, Nenek Ayuning masih dapat bertahan. Sayang nenek berhati iblis ini tidak tahu kalau adik seperguruannya telah diberi ilmu tambahan oleh gurunya, sebelum menutup mata.
Ketika melihat Nenek Ayuning sudah bergerak, Nenek Sri Murti segera melecutkan selendangnya ke arah kaki. Dengan cepat, nenek iblis itu meloncat ke atas. Tetapi memang itu yang dikehendaki Nenek Sri Murti, karena serangannya hanya pancingan belaka. Secara tiba-tiba, serangan Nenek Sri Murti berubah menghantam keras ke arah dada. Akibatnya...
Jdar!
"Aaayaaa!" Tidak tertahan lagi, Nenek Ayuning, terhajar selendang kuning di bagian dadanya hingga jatuh telentang. Dadanya tampak remuk, darah menyembur dari mulutnya. Dengan meringis menahan sakit, dia berusaha menggapai adik seperguruannya.
"Sri..., Murti..., maafkanlah..., aku... Aku memang jahat... Dan pantas untuk mati...," rintih Nenek Ayuning memilukan.
Nenek Sri Murti tak bisa membiarkan perasaannya. Maka segera dihampirinya Nenek Ayuning dan berusaha memeluknya.
"Awas, Nisanak! Berbahaya, jangan dekati dia!" cegah Rangga memberi peringatan.
Tetapi, terlambat. Karena....
"High!"
Bles!
Begitu tubuhnya dipeluk, Nenek Ayuning menusukkan pedangnya, sampai tembus ke punggung. Tepat saat Nenek Sri Murti jatuh terkulai menindih, Nenek Ayuning pun tewas.
"Hegk! Tidak..., kusangka! Sampai..., akhir hidupnya, dia tidak pernah berubah. Semoga Dewata Agung dapat memaafkan semua dosa-dosanya," desah Nenek Sri Murti, terdengar lirih.
Pendekar Rajawali Sakti cepat menghampiri dan berusaha menolong.
"Percuma saja, Pendekar Rajawali Sakti. Lukaku terlalu parah. Kalau boleh kuminta bantuanmu bila aku telah tiada, kuburkanlah dekat kakak seperguruanku ini. Kasihan dia...."
Begitu habis ucapannya, Nenek Sri Murti terkulai mati dalam pelukan Nenek Ayuning.

***

TAMAT

165. Pendekar Rajawali Sakti : Wanita IblisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang