Long time

1.1K 82 16
                                    

Naruto meletakkan bukunya di atas meja. Pemuda itu sudah sampai pada pertengahan halaman bukunya. Kedua bahunya ia lemaskan seraya menoleh menatap jendela bergaya klasik. Matahari tidak menunjukkan serat cerahnya. Ada banyak pertanyaan yang berdatangan dalam benak belakangan ini. Tentang kedua orang tuanya yang meninggal dan hubungan mereka dengan orang Uchiha itu. Sesekali jemarinya mengusap wajah dengan gusar. Otaknya berusaha mengambil kesimpulan yang tak berujung. Harus di sisi manakah kakinya berpijak?

Ayah angkatnya atau keluarga kandungnya?

"Hei, sedang apa?"

Naruto menoleh, mendapati wanita dengan gaya nyentrik khasnya duduk di hadapan. Pemuda itu mengangkat bahu sekenanya, tidak berniat melontarkan sepatah dua kata.

"Kupikir salah orang melihat wajah urakanmu setenang gelombang pasang," celotehnya tanpa menghiraukan protes tak terima dari si pirang.

Naruto melirik sekitar hendak memastikan. Ia pun menyamankan posisi duduknya. "Karena kebetulan kau ada di sini, aku hendak meminta saran darimu, kakak tingkat."

Ino yang tengah menyamaratakan ujung bukunya melirik sekilas, "sepertinya hal serius."

"Apa kau punya kendaraan untuk ke ibu kota? Perjalanan jauh," kalimat itu kembali mengundang tatapan penuh pertanyaan dari Ino sebelum kembali menjawab.

"Tentu saja! Perjalanan ke ibu kota dengan mobil hanya dua hingga tiga jam sementara kereta kuda bisa memakan satu hari penuh di perjalanan, tapi yang lebih penting untuk apa kau menanyakan hal itu?" kali ini perhatian Ino tertuju penuh pada Naruto. Mulutnya bergerak bak rem kendaraan yang mengalami blong. Tatapan menyelidik tak ayal membuat Naruto meringis.

"Aku mau bertemu keluargaku di ibu kota."

Naruto menjawab pelan, tetapi mantap. Pandangannya kokoh bersama tekad yang hampir bulat jauh di relung hati. Hanya senior perempuannya ini yang mengetahui persoalan dirinya. Ya, tentang ayah angkatnya dan surat menyurat dengan bibinya, Sara. Ino tahu karena Naruto sering menceritakannya. Selain karena tidak ada tempat melepaskan keluh kesah, entahlah, hatinya yang sulit percaya dengan orang mengatakan bahwa Ino adalah orang yang cukup bisa dipercaya. Harapnya.

Lambat laun, Ino menjadi paham betul apa yang melanda teman pirangnya itu.

"Kapan kau pergi ke ibu kota?"

"Secepatnya."

Ino menatap lamat-lamat. Bukan tidak melarangnya, ia tahu bagaimana hubungan orang yang mengadopsinya dengan pemuda di hadapannya itu. Ino yakin Shion akan senang setelah sekian lama tidak bertemu. Sayangnya, Ino belum menemukan waktu yang tepat untuk bisa memberitahu tentang Shion pada Naruto. Wanita itu mencondongkan tubuh atasnya, terlihat berpikir akan sesuatu.

"Sebelum aku memberimu kendaraan, apa ada penjelasan detail terkait rencanamu?"

Ino mengalihkan pandangan ke arah kuku-kuku tangan cantiknya, menunggu beberapa kemungkinan yang bisa ditakarnya dari mulut si pirang. Selama berhubungan dengan Naruto, Ino banyak mengobservasi dalam diam. Tentang Naruto yang tinggal bersama bukan sembarang orang, tentang vampire yang bisa kapan saja menyerangnya, tentang orang-orang di katedral yang terkadang di matanya terlihat kelabu, hingga bibi Shion yang masih banyak menyimpan misteri. Ino memang terkadang ceroboh, tapi dia tidak bodoh. Instingnya lebih tajam dari siapa pun. Kecemasannya belakangan ini semakin memuncak. Entah kapan hari itu tiba, Ino yakin pasti akan ada sesuatu, semacam pertumpahan darah. Mungkin saja pasukan walikota dengan vampire-vampire itu akan berperang mengingat harga hewan-hewan ternak mengalami kenaikan di pasar. Banyak peternak mendapati hewan ternaknya mati dengan keadaan tercabik-cabik hingga organ dalamnya berceceran.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 07, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

𝓓𝓪𝓷𝓽𝓮 𝓕𝓲𝓸𝓻𝓮𝓷𝔃𝓪Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang