Rumania, 1900
"Kami mohon, sucikanlah makam ini."
Suara berat khas orang tua meluncur dari mulut sang pastor. Senja itu, orang-orang berkumpul bersama suasana duka yang menyelimuti hati diantaranya. Payung hitam menutupi para tamu yang hadir dalam upacara penghormatan terakhir, mengelilingi dua buah pusara yang terpampang kokoh di gereja tua Rumania.
Dari seluruh orang dewasa yang hadir, seorang anak berusia lima tahun terlihat berdiri dengan dua kaki mungilnya di dekat pusara. Dengan khidmat ia melantunkan doa bersama air mata yang berdurai seraya menelusupkan jari-jari tangan mungilnya layaknya sang penebus dosa.
"Semoga mereka damai."
Perasaannya kacau. Ia tak tahu apa yang harus dilakukannya. Saat mendapat kabar kematian tentang kedua orang tua yang sangat penting dalam hidupnya, tubuh kecilnya seakan terbanting. Bibir kecilnya bergetar, menahan tangis yang ternyata sulit untuk dilakukan.
Ibu dan ayah telah tiada. Hal itu menjadi mimpi buruk baru yang akan membayanginya. Bagaimana ia yang hanya sebagai anak kecil berusia lima tahun akan menghadapi kerasnya kehidupan?
"Sayang,"
Wanita berperawakan tinggi menarik halus kedua tangan anak kecil tersebut, mencoba untuk menyalurkan rasa hangat yang ia miliki dengan meremas pelan telapak mungil dalam genggamannya.
Tidak ada yang berubah. Bahkan, perlakuan dari bibinya itu semakin membuat air mata miliknya mengalir deras. Isakan kecil terus ia keluarkan sejak doa pembuka dimulai.
Ia sudah berusaha untuk menghentikannya. Namun, tubuh mungilnya tidak berkata demikian. Perasaannya terlalu sulit untuk menerima hal ini.
Sara mendekap tubuh ringkih keponakannya tersebut. Mungkin dapat dihitung jari pertemuan mereka selama ini saat keduanya berkunjung ke rumah satu sama lain mengingat perjalanan sangat panjang.
Setidaknya ia merasakan kehangatan ketika dikelilingi oleh hal dingin seperti ini. Mungkin terlalu dingin dan bisa saja membuat tubuh mungilnya mati.
Mati dan menyusul kedua orang tuanya kah?
Dilihatnya secara seksama wajah mungil bergaris kucing yang terlihat lebih merah dari biasanya. Hati Sara semakin terasa sakit melihat keponakan kecilnya itu. Walaupun keluarganya terkenal taat, terkadang Sara berpikir jika tidak seharusnya orang tersiksa dengan cara seperti ini.
Apa hal itu menyebutkan bahwa Tuhan tidak adil?
"Naruto," ucap Sara dengan lembut seraya mengusap pipi gembul milik bocah bersurai pirang tersebut. Sedangkan yang dituju hanya menyorot tanpa bisa diartikan.
"Ayah dan ibumu telah berbahagia di surga, mungkin mereka tidak akan senang jika melihatmu menangis seperti ini." Dielusnya kulit halus yang membuat Sara selalu merasa tenang.
"Apa itu benar?" gumam Naruto lemah. Ada sedikit harapan di kedua mata biru langitnya itu. Ia sangat mencintai orang tuanya. Itu sudah menjadi sesuatu yang mutlak menurutnya walaupun pikirannya masih sangat kecil.
"Uhum, kau tidak ingin kan mereka sedih melihatmu dari sana?" ujar Sara seraya tersenyum hangat. Tapi hal itu tidak menyembunyikan perasaannya yang hancur.
Kala itu Sara tengah merajut benang-benang merah miliknya. Sesuatu yang menyenangkan menurutnya saat sudah melihat pola rajutan tersusun rapih hingga membentuk sebuah syal.
Hingga mendengar pembicaraan seorang warga yang mengatakan sekelompok perampok bersenjata menyerang salah satu kereta kuda yang sedang dalam perjalanan pulang. Sayangnya, itu adalah Kushina bersama Minato.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝓓𝓪𝓷𝓽𝓮 𝓕𝓲𝓸𝓻𝓮𝓷𝔃𝓪
Vampire©Yukirin Shuu Status; On Going Naruto, bocah berusia lima tahun yang ditinggalkan oleh kedua orang tuanya karena insiden yang cukup mengenaskan. Hak asuh bocah tersebut seharusnya jatuh pada Sara, selaku adik dari Kushina. Namun, sesuatu mem...