10 tahun kemudian ketika Wang Yibo dan Xiao Zhan akhirnya bertemu kembali. Mereka mengingat bagaimana perasaan mereka saat remaja seperti baru saja terjadi kemarin. Xiao Zhan kembali ke kota kecil itu, di mana Wang Yibo tidak pernah pergi ke manapun...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
CHAPTER 2 – 10 years ago
"Yibo!"
Aku memanggil begitu melihatnya. Aku seperti biasa, merangkulnya sambil kami berjalan pulang dari sekolah. Dia melihat padaku sedikit sinis.
"Kau tidak pergi?" dia bertanya dengan ketus.
Aku menggodanya karena tahu dia sedang agak kesal padaku, "Kenapa harus pergi? Kau di sini. Aku ingin mampir ke kedai baru waktu itu."
Dia tersenyum seperti dirinya yang biasa setelah aku berkata seperti itu. Dia kesal karena aku berbohong tentang harus pergi belajar dengan teman-teman yang lain. Sebenarnya aku bertemu seorang gadis, bukan teman sekelas kami, di belakang sekolah. Gadis itu memanggilku jadi aku ke sana. Aku dan dia sudah memiliki janji pulang bersama karena hendak pergi ke suatu tempat. Lalu dia tahu aku berbohong karena seorang gadis.
Aku tidak mungkin memilih pergi dengan gadis lain dan membatalkan janji kami. Kecuali jika terpaksa. Dia satu-satunya yang kupedulikan. Aku tidak pernah memberitahu kalau sebenarnya aku melihatnya sebagai laki-laki. Laki-laki yang bukan sahabat. Mungkin karena kami terlalu sering bersama. Selama 17 tahun, hanya beberapa kali kami tidak bertemu dalam satu tahun, jika aku harus pergi ke keluar kota bersama ayah dan ibuku. Aku terbiasa dengan keberadaannya di sekitarku. Lalu aku menyadari, aku menyukainya bukan sebagai teman masa kecilku lagi. Tetapi aku tidak tahu apakah perasaan ini biasa atau tidak. Apakah normal untuk menyukai teman laki-lakiku sendiri. Aku takut.
Jika dia tahu aku melihatnya dengan cara yang berbeda, dia mungkin akan merasa tidak nyaman. Aku takut kehilangan waktu bersamanya.
Sejak kapan aku menyukainya seperti ini? Aku tidak ingat. Tidak tahu. Aku hanya ingat, saat itu usia kami masih 15 tahun ketika aku melihat salah seorang gadis, teman sekelas kami. Menjelang kelulusan, gadis itu menyatakan perasaan padanya di depanku. Ketika kami hendak berjalan pergi menonton penampilan band di lapangan sekolah. Itu adalah pertama kali aku memikirkan, bahwa aku tidak menyukai siapa pun melakukan hal yang sama padanya. Aku benci menyadari bahwa mereka, perempuan, bisa menyatakan perasaan dengan mudah dan percaya diri padanya. Tetapi aku tidak bisa melakukan hal yang sama. Aku hanya bisa berdiri dan berjalan di sampingnya sebagai teman.
"Tangkap!" dia berseru sambil melempar minuman kesukaanku. Aku yang sedang duduk menunggu makan siang kami disajikan menangkapnya. Restaurant kecil itu sudah tidak seramai saat kami baru datang tadi, karena waktu makan siang sudah lewat. Hanya ada beberapa pengunjung yang masih duduk mengobrol.
"Tidak mau mencoba rasa yang lain?" dia bertanya sambil duduk di depanku.
Aku menggeleng, "Tidak perlu. Ini pasti yang paling manis dan enak."
Dia melihatku untuk waktu yang cukup lama. Ekspresinya terlihat ragu. Aku langsung bertanya.