Kriing!
Bel cafe berbunyi. Nampaknya pemuda itu tidak bosan-bosannya setiap hari mengunjungi cafe. Kisah malas melihatnya datang, dia selalu saja memesan minuman favorite ku, entah darimana ia tahu.
"Ice Blend Cookies & Cream satu." Saat hendak mencatat pesanan di mesin, aku terdiam. Tumben pemuda itu tidak memesan untuk diriku, bukan berharap tapi hanya bingung.
Aku masih saja melamun, "Hei, jangan melamun." Sungguh, Kisah terbangun dari lamunannya, "Ah Sorry, totalnya 28 ribu rupiah."
10 menit kemudian, minuman telah jadi. Pemuda itu mengambilnya sembari menatapku dengan waktu detik, lalu duduk di salah satu kursi yang dekat dengan jendela cafe.
Aku bergumam sendiri dan bertanya kepada diriku sendiri, mengapa ia selalu pergi dengan meninggalkan note untukku yang bertuliskan 'want to date me? answer yes or no' menjawabnya saja sudah gundah.
***
Gaji dari pekerjaanku baru saja turun, tetapi masih juga kurang, aku harus mencari pekerjaan lain untuk membayar kebutuhanku nantinya. Aku bingung mengumpulkan uang untuk final melukis.
Keputusan sudah bulat, aku mulai mengatur jadwal untuk pekerjaan besok, jadwal sekolah, dan pekerjaan baru nanti. Jakarta, banyak gedung tinggi yang pemiliknya merupakan orang kaya. Aku tahu mereka juga bekerja keras, namun mengapa susah sekali mencari pekerjaan dikota ini?
Sebelumnya aku berada di Surabaya, kota yang sangat aku cintai. Disanapun udara cukup segar, masih banyak jajanan tradisional ataupun pasar tradisional. Sungguh, aku merindukannya. Hampir 15 tahun tinggal di Jakarta, dan entah kapan ke kota yang sangat manis itu lagi.
***
Hari ini aku berencana akan ke restoran dekat dengan tempat kerjaku, akan menemui teman dekatku setelah selesai bekerja.
Aku berpakaian simpel, memakai rok tutu dan beratasan kemeja dengan warna putih karena kemeja itu dipakai untuk bekerja, jadi aku hanya membawa roknya saja dari rumah.
Setelah sampai, aku terkejut. Benar-benar restoran mewah! Sejak kapan temanku berselera restoran mewah seperti ini? aku tahu dia sangat kaya, tetapi dia tidak pernah mau makan direstoran mewah.
"Jangan bilang kamu menolaknya lagi?" Keluh kesah dari sang teman, sudah hampir empat kali aku menolak pemuda itu. Walaupun temanku belum melihatnya.
Aku mengangguk dengan santai, dan temanku seperti cacing kepanasan, "Wah, apa yang ada dipikiranmu? Bisa-bisanya"
"Sudahlah, lupakan. Aku tidak ingin membahasnya, sangat membosankan kau tahu itu." Balasku, memang bosan. Sangat.
Aku menggertak meja pelan, menatap temanku dengan tatapan tajam, "Sekarang aku yang ingin bertanya, kenapa kau membawaku kemari? Mencurigakan sekali."
Teman dekatku, namanya Janeet. Ibunya memiliki perusahaan desain besar, dan Ayahnya sudah wafat sejak ia berumur 11 tahun. Walaupun begitu, anaknya sangat ceria. Beruntung sekali aku bertemu dengannya, bukan mengincar harta melainkan pertemanannya.
Janeet, cerewet tingkat maximal. Mempunyai segalanya tetapi tetap sederhana. Sering mengajakku nonton dengan paksaan, walau aku sering menolaknya karena ketidak-enakan. Kadang, ia juga menginap dirumahku. Heran, mengapa bisa begitu betah dirumahku yang tidak besar.
Secara mendadak, ia memberiku sebuah hadiah. Ponsel baru. Entah apa alasannya, padahal ponselku masih cukup bagus, walaupun retak dibagian LCD saja. Dia memang penuh kejutan.
Aku menolaknya sungguh, karena terlihat sangat mahal, "Ayolah terima, lusa aku akan mengajakmu ke suatu tempat. Ponselmu harus berfungsi karena kau mungkin belum pernah datang ke tempat itu." Balas Janeet dengan senyuman.
Sudahlah, aku menyerah melawannya. Selalu saja gagal, dia punya pendirian yang kuat. Seorang pelayan datang membawa makanan mewah, yang ku tahu salah satu menunya ada ditempat kerjaku. Spaghetti carbonara, Pancake with icecream topping, Chicken Alfredo.
"Tunggu, ada satu lagi yang kupesan untukmu." Satu pelayan datang kembali membawa minuman, god! Itu matcha latte, minuman favoritku! Kukira tidak ada minuman seperti itu disini.
Aku menunduk perlahan dimeja makan setelah aku dan Janeet selesai makan. Merasa puas apa yang telah kumakan, tetapi aku belum memikirkan ibuku makan apa dirumah.
Janeet tersenyum, membawa satu kantong belanjaan, kupikir itu bukan sebuah pakaian. "Ini untuk Ibumu, tante Rosie. Aku tidak tahu dia sudah makan atau belum, tapi simpanlah."
Rasanya ingin menangis, ia seperti malaikat kecil bagiku. Dulu, aku yang sering membelanjakan dia sesuatu. Tetapi, saat uangku tidak cukup lagi, dia bergantian. Aku berdiri dari bangku dan memeluk Janeet erat, mengucapkan terimakasih sebanyak-banyaknya. Janeet tersenyum, lalu pamit karena masih ada urusan yang harus ia selesaikan.
***
Aku duduk menunggu bus dihalte, sembari memandangi langit yang sudah mendung sejak aku berdiri disini.
Seseorang mengendarai motor datang menghampiriku, membuka kaca helmnya lalu menyapaku, "Hei Kisah, bareng denganku saja."
Sial, itu kak Faiez. Kakak kelas alumni sekolahku, bukannya dia berkuliah diluar negeri? ada apa dia pulang ke Indonesia? Dia sering menggangguku dulu, tidak tahu kalau sekarang. Aku hanya takut dan berhati-hati.
Aku menggeleng pelan, lalu memberi tanda terimakasih. Aku tidak ada selera berbicara dengannya, sungguh muak. Dia kembali tanpa merasa bersalah juga dengan tanpa wajah marah itu lagi.
...
Halo, bagaimana pendapat kalian tentang cerita fiksi baruku? Kuharap kalian suka.
Boleh juga untuk memberiku saran atau pendapat, maaf jika ada kekurangan dan salah kata dalam penulisan. Aku masih belajar.
Jangan lupa untuk vote + comment, agar aku lebih semangat untuk update ke lembar selanjutnya.
Selamat liburan semua!! Semoga hari kalian menyenangkan <33
Tertanda,
Jingga
KAMU SEDANG MEMBACA
Kisah Bumi
Подростковая литератураBerawal dari menyentuh setitik air, dan berakhir menjadi segenang air. Seperti hujan yang turun ke bumi dimana tempat semua makhluk hidup tinggal, tidak akan bisa diputar ulang kembali. Kisah, gadis manis yang bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan...