Namanya Kia, siswi baru yang berhasil menghantui pikiran gue selama sebulan ini. Cewek periang yang gampang banget ketawa dan kalau udah ketawa susah banget berhentinya.
Contoh aja sekarang, Kia lagi ketawa bareng Restu, sahabat terdekat gue yang punya mata batin. Nyesek sih, gue yang naksir, eh si Restu yang diakrabin.
Atau emang gue-nya aja yang kurang ngenakin?
Em, mungkin begitu. Kata temen-temen, gue itu cuek dan irit bicara, dan sekalinya bicara cuman bikin mereka kesel. Mulut gue kayak cewek, katanya. Pedasss!
Baru diomongin, Restu deketin gue yang lagi sok sibuk buka-buka buku. Dia senyum, lalu duduk di samping gue.
"Nan!" panggilnya.
Gue diem aja, nunggu dia bicara lagi.
"Adnan!" kali ini dia rebut pensil yang gue pegang. Sontak gue menoleh.
"Apaan sih?"
"Gue dapat berita bagusss!"
Gue menaikkan alis, "apaan?"
"Ternyata cewek secantik Kia masih jomblo! Kia nggak punya pacar dan belum pernah pacaran," pekiknya agak berbisik di telinga gue.
Ada desir aneh yang menjalari paru-paru gue. Tapi gue berusaha terlihat biasa aja. Stay tenang. "Terus?"
"Ya artinya lo punya kesempatan buat deketin dia! Lo suka sama dia kan?"
"Gak usah sok tau."
"Yaelah, lo pikir gue nggak tau perasaan lo, gitu? Mata batin gue masih kebuka, kali. Lo pake sempak warna apa hari ini pun, gue bisa tau. Mau gue tebak?"
Gue mendengus, "nggak usah," lalu dibalas kekehan oleh Restu.
"Mau gue bantu biar lo deket sama dia?"
Gue langsung menggeleng, "nggak, makasih."
"Gue serius. Kalo lo mau, gue bisa bantu."
Gue berpikir sejenak, "serah lo."
"Okkey."
Gue kembali natap buku. Nggak menghiraukan Restu yang kayaknya mau buka suara.
"Kia! Sini deh!" nah, kan. Bener!
Eh-apa katanya?! "Eh ngapain lo panggil Kia ke sini?" gue mulai nggak santai.
"Suka-suka gue lah, kenapa emang?" balas Restu dengan tersenyum menantang.
"Deg-degan gue, anjir."
Restu diam sejenak lalu tertawa cukup keras. Shit, apa yang lucu?
"Lo lucu sumpah! Sedari SD gue temenan sama lo, gue baru pernah liat lo salting kaya gini, hahaha!"
Gue melemaskan punggung ke kursi, mencoba menetralkan detak jantung. Tenang, Adnan. Lo nggak boleh malu-maluin!
"Kenapa panggil gue Res?" tanya Kia saat sampai di meja kami, dia sempet lirik gue. Gue pura-pura acuh tak acuh.
Restu lirik gue sambil nahan ketawa, sebelum akhirnya bicara sama Kia. "Gue mau tanya ke lo, Ki."
"Ooh, tanya apaan?" balasnya, alisnya bertaut.
"Em.. kalau ada yang suka sama lo, mau lo apakan?" tanya Restu santai.
Kia memiringkan kepalanya, "emang ada yang suka sama gue?"
Gue diem, tapi was-was.
"Nih, si Adnan," enteng Restu.
Anjir, apa-apaan Restu?! Gue langsung terkesiap. "Restu cuman bercanda Ki! Jangan percaya!"
"Lo tau kan Ki, gue orangnya jujur dan nggak sombong. Mana mungkin gue bohongin lo?" balas Restu.
Kia mengalihkan pandangannya ke gue, sebentar. Lalu memberikan raut datar ke Restu. "Iya si, lo nggak mungkin bohongin gue. Tapi ngisengin gue! yakan? ngaku lo!"
"Eh enggak! Gue beneran!"
"Gue nggak percaya, wlee!"
Setelah mengatakan itu, dia balik ke tempat duduknya."Yah, lo si, pake ngatain gue bercanda. Jadi nggak percaya kan, dia?" sewot Restu.
"Kia nggak suka gue, Res," keluh gue.
"Bukan enggak, tapi belum. Coba aja lo deketin dia, kasih pembuktian kalau lo beneran suka sama dia, pasti lama-lama dia bisa buka hati buat lo."
Gue merenung sejenak, "mager ah."
"Haih lo kalo mager gimana dia bisa balas perasaan lo? Lo laki kan? Perjuangin lah!"
What?
Perjuangin? Perjuangin Kia? Berjuang untuk Kia? Memperjuangkan cinta Kia? Ini tentang perjuangan? Perjuangan akan dimulai?Bentar gue tanya, apa kabar mental gue? Udah siap patah hati?
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Untuk Kia
Teen FictionIni bukan hanya soal cinta, melainkan juga tentang luka dan sejuta cara untuk menyembuhkannya. Start: 19 Mei 2021