1

14 0 0
                                    

Kalau ditanya, siapa sosok superhero yang ada di hidup kita? Tak jarang orang akan menjawab orangtua, terutama Ayah. Sosok Ayah memang sudah seharusnya dihormati dan dijadikan panutan oleh anak-anaknya. Tapi jika seseorang mengajukan pertanyaan yang sama terhadapku, dengan tegas akan kujawab tak ada. Karena bagiku, tak ada sosok superhero dalam hidupku. Termasuk sosok Ayah.

Sosok Ayah yang ada di hidupku bukanlah sosok hangat yang bisa dipeluk kapan saja. Kerjaannya marah-marah terus. Bahkan dia takkan segan untuk memukul atau menghancurkan barang ketika amarahnya meledak. Jadi, di mataku Ayah bukanlah sosok yang pantas dijadikan panutan oleh anak-anaknya. Dan di mataku, Ayah adalah sosok musuh yang siap menyerangku kapan saja.

Lalu, bagaimana dengan sosok ibu? Ibu adalah contoh implementasi dari seorang people-pleaser. Dia selalu berusaha membuat semua orang bahagia dan senang terhadapnya. Tak peduli jika dia sampai terluka, baik fisik maupun batin karena perlakuan orang lain hanya demi menyenangkan mereka. Sosok ibu yang ada di hidupku juga maunya selalu didengar, tanpa mau berusaha untuk mendengar.

Arsy, nanti kalau kamu nyuci baju, punya Ayahmu sekalian ya! Pinta ibu suatu pagi.

Nggak mau. Dengan cepat kutolak permintaan dari ibu, karena apa yang dimintanya berkaitan dengan Ayah. Dan aku benci fakta bahwa aku membenci segala hal yang berkaitan dengan Ayah.

Kamu kenapa sih bisa sebenci itu sama Ayah kamu? Tanya Ibu dengan suara lelah.

Ibu jangan pura-pura lupa dengan sikap Ayah sama kita selama ini!

Kamu kan tau, Ayah kamu memang wataknya keras. Jadi tolong maklumi dia, ya? ucap ibuku dengan wajah penuh harap.

Maklumi? Kenapa Arsy harus memaklumi sikap kasar Ayah? Lagian, kenapa sih Ibu repot-repot ngomong gini ke Arsy? Toh Ayah nggak pernah tuh kelihatan menyesali perbuatannya. Udah ah Bu, Arsy mau lanjut nyuci. Kalau baju ibu mau sekalian Arsy cuci, taruh aja di keranjang.

Langsung saja kututup pintu kamar mandi dan melanjutkan pekerjaanku yang sempat tertunda tadi. Aku terlalu bosan mendengarkan permintaan Ibu yang memintaku untuk memaklumi segala perbuatan Ayah. Aku tau, Ayah bukanlah sosok yang sempurna. Begitu juga denganku. Tapi menurutku, orang melakukan kesalahan pun harus ada batasnya.

Lalu bagaimana dengan sikapmu selama ini Arsy? Apakah kau anggap benar?

Aku tak pernah bisa menemukan jawaban apapun jika pertanyaan tersebut terlintas di kepalaku. Karena pada dasarnya aku tau sikapku selama ini pun bukan hal yang benar, namun aku terlalu gengsi mengakuinya.


[Edited 18 Mei 2021]

Sebenarnya cerita ini cukup lama menganggur di laptop saya dan sudah ada beberapa part.

Hanya saja saya terlalu malas untuk mem-publish.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: May 18, 2021 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

SwastamitaWhere stories live. Discover now