O4

18 3 7
                                    

Benar-benar pagi yang buruk.

Tanganku terangkat untuk melihat ke arah jam. Pukul tujuh tepat! Aku bisa merasakan tatapan tajam milik Bu Renata dari balik gerbang. Dengan susah payah aku tiba di depannya.

"Ma-maafkan saya, Bu."

Keringatku bercururan. Semua ini salah Sella karena mengajakku berbicara di telepon sampai larut. Meski jam sepuluh kami sudah selesai, aku tak bisa tidur karena mendapat chat dari pangeran kemarin.

"Terlambat sepuluh menit. Berdiri di tengah lapangan atau mendapat poin?" ucapannya begitu tajam di telingaku.

"Err—berdiri saja, Bu!"

Aku berlari menuju lapangan, tidak ingin melihat tatapan tajam dari beliau lagi. Saat sudah dekat, terlihat seseorang yang tengah menghadap hormat ke tiang bendera. Napasku tercekat kala hazel cokelat itu berubrukkan dengan milikku.

Angkasa tersenyum tipis. Dia menggeser sedikit tempatnya. Dengan wajah memerah, aku berdiri di sebelahnya.

Tak ada percakapan di antara kami. Hanya keramaian siswa lain yang terdengar. Beberapa kali aku harus menahan napas karena baru pertama kalinya kami berdiri sedekat ini. Sedekat ini!

"Selamat pagi ekhem—Almira."

"A-ah iya, selamat pagi, Angkasa."

Aku menunduk sesaat. Rasanya begitu malu ketika Angkasa melihatku di sini. Benar-benar terasa seperti kriminal

Tiba-tiba Angkasa melirikku. Jantungku sudah berdisko ria mendengar helaan napasnya. Terdengar seperti—kecewa? Kembali ke dunia nyata, Angkasa masih melirik ke arahku.

Kenapa malah diriku yang gelisah? Seolah aku ikut terlibat dalam kekecewaannya. Bertanya adalah jalan keluar yang baik.

"Ang—"

"Almira."

Duniaku terasa runtuh saat manik cokelatnya begitu dalam menatapku.

"Kenapa tadi kamu bangun siang dan membuat kita terlambat?"






<3

Give LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang