O7

16 3 4
                                    

What the f

Aku berseru tertahan. Sepertinya kedua bola mataku akan jatuh karena melotot lebar. Lihat saja bagaimana Sella menyengir sambil menggaruk tengkuknya di sana.

Bukan, bukan itu yang membuatku semakin terkejut. Siapa lagi kalau bukan Angkasa? Rambutnya tersibak ke atas, memperlihatkan pesona yang belum pernah kubayangkan.

Namun dari semua hal itu, kenyataan bahwa mereka dihukum bersama memperkuat dugaanku. Angkasa menjemput Sella dan bukan aku?

Dengan langkah malas, aku mendekati keduanya. Berdiri tepat di samping Angkasa. Untuk kesekian kalinya jantungku berdebar-debar.

TIDAK!

Aku menggelengkan kepalaku. Mencoba menerima kenyataan. Semua terasa terlalu tiba-tiba. Sebuah fakta seakan dipaksa muncul—mengenyahkan seluruh perasaan yang telanjur percaya.

Angin berembus pelan, menyisakan keheningan yang terasa mencekik. Kami bertiga terdiam. Bahkan Sella yang selalu berisik juga ikut bungkam layaknya patung.

Seharusnya aku bertanya tentang hubungan mereka kala Angkasa menge-chatku pertama kali. Kupikir mereka bekerja sama untuk mendekatkan diriku—

Apa yang kau pikirkan, Almira? Bahkan dia lupa menjemputmu dan berakhir dihukum.

Jika memang begitu, aku akan melepaskan—

"Maaf."

Sebentar, Angkasa mengatakan sesuatu?

"Maaf, sepupuku ini memang menyebalkan."

Aku menoleh ke arahnya dan—APA?! SEPUPU?!

Tawa Sella pecah. Bisa kulihat wajahnya yang memerah karena sengatan matahari. Kini Angkasa yang menggaruk tengkuknya. Kepalaku bisa pecah memikirkan hal yang terlalu tiba-tiba.

"Sella sepupuku, Al."

—•••—

"Jadi, Angkasa bangun siang dan kau tertinggal bus?" keduanya mengangguk.

"Akhirnya kalian berangkat bersama?"

Angkasa menjawab duluan, "Seperti itu tapi maafkan Aku, Al. Kamu pasti menunggu lama dan terlambat seperti ini."

Aku meneguk air yang tersisa. Selesai hukuman, Sella mengajak kami untuk ke kantin sebentar sambil menunggu jam istirahat. Tak ada yang menarik kecuali penjelasan dari mereka.

Entah harus malu atau kesal, aku berusaha menahan keduanya. Sella menjelaskan sambil sesekali tertawa. Angkasa ikut menambah.

"Maaf, Almira."

"Ya—"

"Hei! Tidak jadi konflik? Padahal aku ingin melihatmu memarahi pangeran."

Aku tertawa canggung sekaligus kesal. Mataku melotot pada Sella. Tak bisakah diam dan berusaha menyelesaikan semua? Teman yang menyebalkan.

"Tidak apa-apa," ucapku.

Aku segera bangkit menuju kelas untuk meletakkan tas yang terasa berat. Sella dengan tidak tahu malunya malah berteriak, "Tuan Putri ngambek!"

Setelahnya Sella menyusul. Meninggalkan Angkasa yang masih terdiam karena percakapan kami. Mungkin.

Setidaknya harapanku masih menggantung di angkasa, meski sempat jatuh di antara awan-awan.






<3

Give LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang