PROLOG

125 2 0
                                    

Nindy menemukan dirinya terduduk disebuah bangku kayu panjang yang setiap sisi nya dililiti oleh rumput menjalar yang berhiaskan bunga-bunga kecil yang indah.

Ia mengerjapkan matanya, pandangan matanya mulai menelusuri sekitar. Pepohonan, rerumputan hijau, bunga-bunga yang cantik, nyanyian burung serta kupu-kupu bermacam-macam warna yang beterbangan disekelilingnya mendominasi pemandangan yang tertangkap oleh matanya.

Seulas senyuman terukir dibibirnya, Apakah ini mimpi? Bahkan dibelahan bumi manapun yang pernah ia injak, tidak pernah ia melihat pemandangan yang seindah ini. Ini sungguh seperti gambaran dunia Fairy Tale di kisah-kisah dongeng yang sering ia baca.

Ia menjulurkan tangannya dan seekor kupu-kupu biru yang cantik hinggap diujung jemarinya. Dengan senyuman yang tetap tercetak dibibirnya, perlahan ia menggerakkan tangannya untuk melihat kupu-kupu itu lebih dekat.

Namun tiba-tiba kupu-kupu itu terbang bersamaan dengan suara langkah kaki yang terdengar mendekat kearahnya. Nindy pun berdiri dan baru menyadari pakaian yang sejak tadi membungkus tubuhnya. Ia kaget dan terkagum-kagum sendiri dengan gaun yang menempel pas dibadannya. Bukan sebuah gaun yang biasa ia pakai untuk mengahadiri pesta ulang tahun temannya, tapi sebuah gaun panjang yang jatuh dengan begitu indah menutupi mata kakinya.

Gaun berwarna biru muda –warna kesukaannya- ini memiliki potongan yang tidak terlalu rendah dibagian dada, namun terlihat sangat cantik dengan sedikit renda dan pita yang menghiasi dibeberapa sisinya serta aksen kerlap-kerlip yang semakin membuatnya sempurna.

Nindy memutar tubuhnya mengagumi keindahan gaun yang ia kenakan, seketika ia merasa seperti tokoh putri dalam dongeng. Saat ia membalikkan tubuhnya kembali pada posisi semula, seorang lelaki gagah dengan pakaian bak seorang pangeran sudah berdiri didepannya. Namun ia tidak bisa dengan jelas melihat wajahnya, seolah ada cahaya yang menghalangi pandangannya untuk melihat paras sang pangeran itu.

“Kau siapa?” tanyanya ragu pada sosok didepannya. Pria itu tidak menjawab dan malah berlutut dihadapannya. Nindy terlihat bingung sekaligus tersentuh dengan tindakan ‘pangeran’ itu.

Dengan gerakan perlahan, pria itu mengeluarkan sesuatu dari belakang tubuhnya. Nindy terkejut saat pangeran dihadapannya memberikannya setangkai bunga mawar. Dengan ragu, ia menerima bunga itu dan menghirup wanginya.

Ia tak bisa berhenti tersenyum saat kemudian pangerang itu mengulurkan tangan dihadapannya. Ia pun menyambut uluran tangan pria itu dan seketika detak jantungnya berhenti saat ia merasakan sesuatu yang hangat menyentuh punggung tanganya. Pangeran itu baru saja mencium tangannya seperti yang selalu dilakukan pangeran-pangeran pada seorang putri di dongeng.

Ia seperti terbang mendapat perlakuan semanis itu dari seorang pangeran, ia benar-benar merasa seperti berada didalam negeri dongeng dimana ia sebagai seorang putri dan pria didepannya sebagai pangeran. Kicauan burung yang merdu menjadi nyanyian indah yang mengirinya dan kupu-kupu yang beterbangan seolah ikut merayakan kebahagiaan yang ia rasakan.

Ia tidak pernah diperlakukan seistimewa ini oleh seorang pria. Sungguh didalam hatinya Nindy berharap jika ini memang hanyalah sebuah mimpi, ia rela untuk tidak dibangunkan dalam waktu yang lama.

Kini pangeran itu berdiri disampingnya dengan masih menggenggam tangannya lembut. Mereka berdiri berhadapan kemudian sang pangeran memasangkan sebuah mahkota yang begitu indah dikepala Nindy. Nindy terlihat begitu cantik dengan mahkota dikepalanya. Ia kembali tersenyum manis pada pria didepannya yang kini mulai mendekatkan wajah kearah keningnya. Melihat gerakan pangeran itu, Nindy mulai memejamkan matanya dan sedikit menundukkan kepalanya menunggu kecupan manis yang sebentar lagi akan mendarat dikeningnya.

Ia masih memejamkan matanya, menunggu dengan degupan jantung yang terus menggebu. Namun hingga berapa saat tidak juga ia rasakan sesuatu menyentuh keningnya. Ia mengerutkan dahinya bingung, namun tiba-tiba yang ia rasakan justru sebuah pukulan yang cukup keras dikepalanya.

“Awwww!!” teriaknya saat rasa sakit itu membuyarkan mimpinya. Ya, ternyata itu benar-benar mimpi. Ia mengelus-elus keningnya yang masih terasa sakit. Kening yang seharusnya mendapat ciuman lembut dari pangeran di mimpinya itu.

Ia menundukan kepalanya untuk melihat baju yang ia pakai, dan gaun indah itu sudah menghilang. Ia kemudian meraba rambutnya dan juga tidak menemukan mahkota disana.

Ia mengeluh pelan, mimpinya benar-benar sudah berahir. Namun ia merasakan tangannya yang masih menggenggam sebuah tangan lain. Mungkinkah??

Segera ia memusatkan pandangan pada tangannya dan tangan yang ia genggam, kemudian perlahan pandangannya naik mengikuti lengan orang itu. Terus naik sampai wajah orang disebelahnya itu terlihat dan...

“MONA??!!”

“Hm. Udah selesai mimpinya, Tuan Putri??”

                                    ***

TBC ;)

(Not) A Fairy TaleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang