Pangeran bertopeng

257 1 0
                                    

"Jadi, sebenernya ini semua gara-gara cowo itu." bukanya dengan wajah serius.

Mona berfikir sejenak dan membuka suara. "Hah? Cowo yang semalem di pesta itu maksud lo??" tanya Mona dengan ekspresi kaget yang sangat dipaksakan seperti para aktris sinetron.

"He'eh! Lo kaget juga kan?"

"Nggak." jawab Mona dengan wajah watados nya dan langsung melengos begitu saja yang sontak membuat Nindy naik darah.

"Monaaa!! Gue seriuss. Lo inget kan cowo yang gue maksud?" tanya Nindy penuh harap bahwa sahabatnya itu masih mengingat kejadian yang ia alami dipesta semalam. Pertemuannya dengan seorang pangeran bertopeng yang ia yakini merupakan sebab dari mimpi indahnya semalam. Mimpi yang terasa sangat nyata diingatannya.

Flash back...

Malam itu suasana aula sekolah yang disulap menjadi ruang pesta terlihat sudah ramai dan riuh dengan siswa-siswi yang seluruhnya berbalutkan setelan jas dan gaun yang indah, dan tentunya semua memakai topeng.

Pesta ini sebenarnya adalah puncak dari rangkaian peringatan ulang tahun sekolah yang rutin diadakan tiap tahunnya. Selain berbagai lomba, charity, dan pensi yang sudah biasa diadakan tiap tahun, kali ini pihak sekolah --setelah serangkaian bujukan dan 'sedikit' paksaan dari anggota OSIS yang mewakili para siswa-- akhirnya menyetujui diadakannya pesta topeng ini untuk pertama kalinya.

Karna waktunya yang bertepatan dengan valentine, panitia mengangkat tema "Secret and Love" dalam pesta ini. Maka dari itu semua yang datang diwajibkan memakai topeng.

Saat band indie yang menjadi guest dipesta malam ini tampil dipanggung melantunkan sebuah lagu romantis berjulul My Valentine, dua orang gadis terlihat memisahkan diri dari kerumunan dan memilih duduk disudut ruangan disebuah kursi putar dekat stand yang menyediakan berbagai minuman.

"Udah gue bilang gue gak suka sama acara beginian! Pulang aja yuk Nin!" gadis dengan gaun hitam yang sederhana namun cantik dan memakai topeng berwarna biru itu kini meneguk habis minumannya seperti sangat kehausan.

"Baru juga mulai Mon, GS yang gue tunggu-tunggu belom tampil.. Lagian sayang banget dandan capek-capek kalo pulang sekarang." jawab gadis satunya yang terlihat lebih anggun dengan gaun panjang menutupi mata kaki berwarna pastel yang agak berbeda dengan gaun wanita lainnya. Ia memakai topeng berwarna pink soft yang membingkai matanya dengan sangat indah. Pandangannya menyusuri sekelilingnya.

"Alesan aja lo. Gue tau bukan karna itu! Lo pasti mau nunggu pangeran bertopeng nyamperin lo trus bebersama ngasih lo bunga abis itu nyium tangan lo gitu kan?? Ckckck how poor you are Honey.. Kita itu lagi hidup di bumi, dunia nyata, bukan di negri dongeng atau Fairy tale as you wish!" gerutu Mona yang kemudian mencibir.

Nindy yang ingin mengelak ahirnya kalah lebih dulu dengan tatapan sahabatnya yang menantang dan meminta pengakuan bahwa apa yang ia barusan katakan benar.

"Hhh, iyaa iyaa emang lo bener! Trus kenapa kalo iya? Tahun depan belom tentu bakal ada pesta kaya gini lagi Mona. Lagian apa salahnya sih berharap sedikit, siapa tau gue emang ditakdirin ketemu Pangeran gue disini, ya kan?" sergah Nindy tetap memberi pembelaan untuk dirinya sendiri.

Mona mendengus mendengar ucapan tidak masuk akal temannya yang addict dengan cerita-cerita dongeng yang baginya hanya khayalan belaka yang tidak mungkin terealisasi dikehidupan nyata. Tapi tidak bagi sahabatnya itu.

Beberapa kali teman sekelas mereka mengajak mereka -lebih tepatnya mengajak Nindy- untuk bergabung namun dengan cepat Mona menolaknya yang mau tidak mau diikuti oleh Nindy dengan cara yang lebih halus. Sampai ahirnya Nindy bilang ingin ke toilet, semula ia ingin pergi sendiri karna Mona mengaku agak pusing, tapi kemudian Dina menghampiri mereka dan menawarkan untuk ketoilet bersam yang diterima dengan senang hati oleh Nindy lalu pergi setelah pamit dengan Mona.

(Not) A Fairy TaleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang