JAM digital di koridor menunjukkan pukul 22.57 AM. Farhan baru saja berhenti tepat di depan kamar hotelnya. Sehabis membuka kunci, ia menarik gagang ke bawah kemudian masuk dan menutup pintu dari dalam.
Laki-laki itu melangkah menuju tempat tidur sambil membuka sweater abu-abunya lantas menjatuhkan diri ke atas kasur dengan posisi tengkurap. Farhan menolehkan kepala ke kiri dan bertahan dalam posisi itu selama beberapa menit. Niatnya ingin segera terlelap, namun disaat yang bersamaan dia tak ingin memejamkan mata. Entah karena apa. Barangkali lantaran ganjal yang ia rasa di dalam dadanya.
Getaran di saku celana menarik Farhan keluar dari dalam kepalanya yang tak berisi apapun selain apa yang ia lihat. Laki-laki tersebut meraih saku dan mengeluarkan benda pipih berbentuk persegi panjang. Ia menatap bilah pemberitahuan dengan sorot kantuk. Oh, ternyata pesan dari manajer mereka, yakni kak Josh. Farhan memilih mengabaikan pesan itu dan kembali menenggelamkan wajah di bantal.
Sedetik kemudian Farhan mengangkat kepala; membuka sandi telepon genggamnya; menyentuh salah satu gambar aplikasi; dan segera menghubungi satu nama. Dengan sunyi yang mengurung dirinya, Farhan tahu dia harus menelepon pemilik nama ini dan mengeluarkan semua yang mengganjal di dadanya. Dia harus. Jika tidak, dia tak akan bisa tidur malam ini.
Farhan menanti dengan perasaan menggebu-gebu. Hanya pemilik nama ini yang bisa dia percaya sepenuhnya. Walau kadang menyebalkan, pemilik nama ini tetaplah teman curhatnya yang setia mendengarkan dan memberi saran. Yah, Farhan tidak salah menghubungi nama ini.
Berdering digantikan oleh angka yang terus berubah tiap detiknya, membuat laki-laki berambut keriting itu tersenyum senang.
"Assalam-"
"Panggilan Anda sedang dialihkan."
Lengkung yang terkembang di wajah Farhan luntur. Sapaan hangat yang dia harapkan akan terdengar pertama kali sewaktu sang pemilik nama mengangkat telepon pupus seketika. Lagipula, kenapa Farhan berharap dengan sesuatu yang tak mungkin? Pada orang yang tak mungkin juga.
"Sok-sokan lu niru suara operator!" seru Farhan.
Shandy terbahak. "Kenapa, Han? Lo kangen lagi sama para bungsu?"
"Enggak," ucap Farhan dengan jeda waktu agak lama untuk meredakan kekesalannya.
"Jahat lo nggak kangen sama adek-adek lo. Tinggal aja selamanya di Australia. Nggak usah pulang!"
Farhan menghela napas panjang sembari memejamkan mata. Kenapa sekarang malah Shandy yang kesal? Laki-laki itu memijat pangkal hidungnya dan menjawab, "Nggak mungkin gue nggak kangen sama kalian. Masalahnya, gue nelpon bukan karena itu. Gue mau cerita dong, Shan."
"Mau cerita apaan?" tanya Shandy
"Tadi, gue ketemu orang-"
"Emang selama ini lo ketemu alien di sana? Wah, keren banget."
"Gue serius, Shandy."
"Gue juga serius. Bentuk aliennya gimana?"
"Shan..."
Lagi-lagi Farhan mengembuskan napas lelah untuk menyalurkan kesabarannya. Memang, menghadapi sahabatnya yang satu ini butuh tenaga ekstra. Ditambah lagi sekarang ini, Shandy jauh, jauh, jauh lebih menyebalkan.
"Haha, iya-iya. Becanda doang gue. Terus, ada apa dengan orang itu?"
"Gue ketemu dia pas lagi nongkrong di dekat pantai." Farhan berdeham. "Sebenernya dia cewek," ujar leader UN1TY tersebut.

YOU ARE READING
Night in Australia | Farhan UN1TY
FanfictionPermasalahan menikah membuat Farhan ingin terus menghindar. Tapi Farhan tahu kalau dia tak bisa lari selamanya. Sebab itu, setelah tur keliling Indonesia bersama UN1TY, Farhan memutuskan pergi ke Australia untuk liburan sekaligus untuk memikirkan ma...