3

29 8 1
                                    

Hari ini bisa jadi merupakan hari yang paling membahagiakan bagi Keito. Sebuah map berisi kabar bahagia ia pegang dengan rapat. Beberapa bagian sampai lecet terkena genggamannya.

"Dia pasti senang." Ia terus berjalan dengan senyum yang semakin lebar hingga sampai di ambang pintu masuk, "Yuya, aku pulang!"

Keito segera masuk. Tidak ada jawaban dari Yuya—suaminya, membuat Keito mempercepat langkah kakinya.

"Nah, dia datang."

Keito terhenti. Suaminya kini sedang duduk di ruang keluarga bersama seorang wanita. Bukan hanya duduk berdua, mereka sangat dekat. Tangan kiri Yuya yang merangkul pundak wanita itu menunjukkan jika wanita itu memiliki posisi istimewa di mata Yuya.

"Keito duduklah. Ada yang ingin aku, ehm, maksudku kami bicarakan."

Keito menurut. Ia terus menyugesti pikirannya untuk tetap positif. Duduk di sofa berhadapan dengan Yuya dan gadis kecil bergigi kelinci itu.

"Mulai sekarang, dia akan menjadi temanmu." Yuya memegang tangan gadis itu dengan mesranya, seperti manusia tak tahu diri.

Apa maksudnya? Keito menggeram menahan amarah. Matanya merah dan mulai berair. Ternyata apa yang Yuya lontarkan malam itu benar-benar ia lakukan. Keito mengatur napas setenang mungkin, memikirkan respon yang akan ia berikan dengan kepala dingin.

"Teman seperti apa yang Yuya maksud? Aku tidak mengerti."

Bohong. Keito tentu paham dengan gelagat Yuya. Tapi ia tetap seperti gadis polos nan baik dan tidak mengerti apa-apa mengenai hal yang tidak terpuji ini. Senyum pun ia torehkan dengan manisnya.

"Temanmu di rumah ini, dan teman hidupku juga."

"Negara kita tidak mengizinkan seorang lelaki memiliki dua istri." Keito memaksakan tawanya yang keluar begitu halus.

"Kalau begitu kita bercerai." Yuya melantangkan kalimat itu dengan nada penuh ambisi.

"Tidak bisa. Hitam di atas putih, pernikahan kita harus berjalan minimal sepuluh tahun, atau kau harus membayar denda 5 tahun gajimu."

"Jangan mentang-mentang kau pemilik perusahaan dan bisa seenaknya. Terserah setuju atau tidak, dia akan tetap tinggal di sini!"

Yuya menarik lengan perempuan itu dengan lembut. Menuntunnya menuju lantai dua, dan mengajaknya masuk ke dalam kamar utama.

"Yuya!" Keito mengejar setelah keterkejutannya memudar. Kamar utama adalah tempat tidurnya dengan Yuya. Tempat paling privasi miliknya, tidak boleh diisi orang lain selain mereka berdua. Keito berlari menaiki anak tangga menyusul Yuya dan wanita itu.

Yuya masuk ke dalam kamar dan menutupnya dengan membanting kuat daun pintu tanpa menghiraukan Keito yang terus meneriaki namanya tanpa jeda.

"Kita bisa bicarakan ini baik-baik. Tanpa harus mencari yang lain. Aku bisa memberikanmu segalanya. Tolong jangan bawa perempuan itu ke rumah kita. Suruh dia pulang!" Keito memohon merendahkan diri. Bak wanita protagonis yang mengemis perhatian pada pasangannya yang antagonis dalam serial drama harian.

Yuya membuka pintu dengan lekasnya. menatap dari ujung kaki Keito hingga rambutnya yang mulai tergerai berantakan. Senyum miring si pria brengsek ini seketika muncul. Ada hal cerdik yang tengah berputar di dalam otaknya. Tapi pastinya akan ia simpan dulu untuk senjata di situasi berikutnya.

"Yuya, setelah tau berita ini mungkin keputusanmu akan berbeda." Keito segera turun mengambil map yang tertinggal di ruang keluarga. Kembali berlari menaiki anak tangga untuk menyerahkannya pada Yuya dengan senyum kemenangan.

"Omedetou."

"Eh?" Keito membatu. Hanya ada satu kata singkat dengan nada datar yang terucap dari Yuya.

"Kenapa? Kau ingin anak bukan? Dan sekarang sudah terwujud, jadi aku ucapkan selamat." Yuya merapikan hasil pemeriksaan Keito. Mengamati wanita itu dengan seksama, penasaran dengan respon yang akan didapatinya nanti.

"Tapi.. ini anakmu.." Buliran air mata berlomba untuk menetes. Keito tidak percaya jika suaminya sekejam itu.

"Yuyan lama." Rengekan manja diikuti rangkulan tangan di pinggang Yuya kembali menyulut emosi Keito.

"Dasar wanita murahan!" Keito menarik tangan wanita mungil itu dengan kasar.

"Keito!" Yuya menarik tangan Keito menjauh dari kekasih mungilnya. Menjauhkan Keito dengan mendorongnya menjauh.

Bugh

"Yuya.. ittai!"


Game of LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang