Tujuh

13K 800 6
                                    

Tujuh

.

Arthur melepaskan penyatuan tubuh keduanya, kemudian pria itu segera bangkit dari tempat tidur menuju ke arah kamar mandi meninggalkan Lisya yang kelelahan.

Rasa lengket di sekitar selangkangan membuat Lisya ingin segera mandi dan membersihkan diri. Namun, raganya terlalu lelah untuk melakukan itu dan pada akhirnya ia tertidur karena kegiatan yang cukup panjang tadi. Arthur benar-benar maniak, entah sudah berapa kali pria itu menyentuhnya. Lisya tak menikmati apa yang pria itu lakukan pada tubuhnya. Semuanya terasa hampa dan kosong bagi Lisya.

Meski ia sempat melawan tapi pria itu tak peduli. Bahkan Arthur tak mengindahkan raut ketakutan yang ditunjukkan oleh Lisya. Air mata yang terus mengalir bagai hiburan untuk pria itu.

Di Dalam kamar mandi Arthur membersihkan tubuhnya yang lengket dipenuhi keringat. Mengingat wajah ketakutan perempuan tadi membuatnya merasa sedikit bersalah. Ia ingin berhenti tapi nafsunya lebih tinggi setiap kali menyentuh Lisya. Arthur tak paham akan dirinya sendiri, Lisya seperti memiliki candu tersendiri untuknya. Aroma manis yang menguar dari tubuh perempuan itu tak mau hilang dari pikiran kotornya.

Sialan. Ia tak bisa berhenti memikirkan pergulatannya bersama Lisya di atas ranjang.

Setelah lima belas menit berada di kamar mandi Arthur keluar dan melihat Lisya yang tengah tertidur pulas. Nampaknya perempuan itu benar-benar kelelahan, bahkan ia tidak membersihkan dirinya terlebih dahulu sebelum menuju ke alam mimpi.

Tak mau isi kepalanya semakin kacau karena memikirkan apa yang ada di balik selimut Lisya, Arthur memilih pergi dan tidur di kamar lainnya.

.

Jam sudah menunjukkan pukul sembilan pagi dan Lisya baru saja selesai membersihkan diri. Saat di kamar mandi ia hanya menatap kosong tubuhnya yang penuh dengan tanda kemerahan dimana-mana. Begitu pula saat sekarang ini, ia hanya duduk terdiam menatap cermin di meja rias. Lisya hanya berharap semoga semua ini cepat berlalu.

"Nona, ini sarapan pagi anda." 

Lisya masih terdiam saat mendengar panggilan Bi Atun yang sekarang berubah ketika menyebutnya. Meski perut Lisya lapar, tapi selera makannya tidak ada sama sekali. Ia terlalu kenyang karena semua penderitaan ini. 

"Nona?" panggil bi Atun sekali lagi. Wanita tua itu menatap serba salah ke arah Lisya yang tak menyahut panggilannya.

"Tuan Arthur meminta anda untuk menghabiskan sarapan pagi anda dan segelas susu ini, non," jelas bi Atun pada Lisya yang menatapnya saja tak mau.

"Taruh di atas meja saja bi," jawabnya dingin.

Bi Atun menatap kasihan pada Lisya atas segala penderitaan yang dialaminya. Gadis yang dulunya selalu tersenyum tulus dan polos itu kini berubah, segala keceriaan yang terpancar dari wajahnya kini hanya mendung yang terlihat. 

Seandainya saat itu Bi Atun lebih berani untuk memberitahukan segala rencana busuk keluarga Arthur mungkin Lisya tidak akan seperti sekarang ini. Tetapi, kata seandainya kini percuma. Semuanya telah terjadi dan tak bisa kembali seperti semula lagi.

Setelah meletakkan makanan di atas meja rias milik Lisya, wanita tua itu pergi dari kamar tersebut, meninggalkan Lisya yang masih termenung.

"Halo tuan," panggil Bi Atun pada orang di seberang sana.

"Ada apa Bi?"

"Saya sudah memberikan sarapan pagi kepada nona Lisya."

"Pastikan dia menghabiskannya!" 

Arthur's Obsession (REVISI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang