Penguntit

1 0 0
                                    

Ketika mentari mulai mengintip malu di balik tirai jendela. Burung-burung camar pun mulai bersiul merdu di cakrawala. Pepohonan bergoyang lembut menjemput angin pagi. Pelangi membuka matanya pelan. Dia memandang sekelilingnya. Kemudian, dengan sigap dia terbangun.


“Astagfirullah, sudah pagi. Aku belum shalat subuh,” katanya nanar. Ini pertama kalinya Pelangi terlambat bangun. Dia tidak habis pikir mengapa Bulan tidak membangunkannya. Dia dengan cepat bergegas ke toilet untuk mencuci muka, menggosok gigi dan mengambil air wudhu untuk melaksanakan salat subuh yang terlambat karena tidak disengaja. 


Dia merasa sangat terpukul sebab bercak darah itu muncul lagi. Dia merasa penyakitnya semakin parah, sebab meski di luar siklus haidnya, dia mengeluarkan bercak darah. Namun, hal itu tidak mengurunkan niatnya untuk melaksanakan salat subuh, sebab dia sadar bahwa darah yang keluar bukan darah haid, melainkan efek dari penyakitnya. Jadi, dia harus tetap shalat.


Seusai melaksanakan salat, Pelangi keluar kamar dan mendapati Bulan sedang membuat nasi goreng sambil bersenandung.


“Kak Bulan jahat,” teriak Pelangi tepat di telinga Bulan. 


Bulan menutup kedua telinganya dan berkata, “Ada apa sih, Ngi?”


“Kenapa Kakak enggak bangunin Pelangi salat subuh sih,” kata Pelangi.


“Aku pikir kamu sakit, enggak bisa bangun,” Bulan membela diri.


“Ya ampun Kak, meskipun aku sakit dan tidak bisa bangun lagi, Kak Bulan harus membantuku menunaikan salat. Salat itu penting loh. Setiap orang wajib melaksanakannya kecuali dia sudah meninggal,” jelas Pelangi.


“Jadi aku salah yah.” Bulan menggigit kuku jari telunjuk kanannya.


Pelangi tertawa melihat tingkah sepupunya. “Enggak kok. Kali ini enggak salah. Tapi lain kali kalau masih melakukan hal yang sama sudah termasuk kesalahan besar. Kan Kak Bulan sudah kuberitahu.”


“Iya deh. Maafin aku yah.” Bulan memeluk Pelangi.


“Iya Kak. Waww sepertinya enak nih.” Pelangi mengintip nasi goreng yang ada di wajan. Nasi goreng seefood dengan campuran udang dan cumi.


“Enak dong. Kita kan sudah hampir puasa nih. Jadi kita puas-puasin dulu makannya.” Bulan menyiapkan piring untuk dirinya, Pelangi dan Atonya.


Pelangi tertawa lagi, “Sepertinya Kak Bulan enggak ikhlas berpuasa.”


“Ikhlas kok. Siapa bilang enggak ikhlas," Bulan membela diri.


“Tadi Kak Bulan bilang mau puas-puasin makan sebelum puasa. Seolah puasa itu hal yang mengganggu,” celoteh Pelangi.


Pelangi untuk PelangiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang