Dia beraroma moringa. Ada kesan segar floral dan manis vanilla yang menguar tiap kali Seokjin berjalan melewatinya. Mengabaikannya seolah tidak saling mengenal. Bukan masalah, toh Namjoon membencinya. Dan Seokjin juga telah membatalkan pertunangan mereka satu bulan yang lalu.
Kini keduanya total asing setelah hubungan yang pernah dipaksakan kedua orang tua mereka akhirnya menemui titik akhir.
Namjoon hanya memainkan bolpoinnya sekilas saat melihat Seokjin maju ke depan kelas untuk mempresentasikan penelitiannya bersama teman satu kelompok. Ia dengar desas-desus lirih dari belakang tentang Jimin yang tidak terlihat usai pertengkarannya dengan Seokjin di kantin beberapa hari yang lalu.
Satu jurusan tahu kedua pria manis itu berkawan akrab sejak awal perkuliahan. Banyak kesamaan, mulai dari gaya pakaian yang modis, omega pria yang menjadi idaman, juga kegemaran mereka berdua berganti teman kencan selayaknya menukar sepatu usang dengan yang baru.
Tentu saja pertengkaran keduanya di kantin menjadi gosip hangat dan menyebar cepat karena adanya rekaman yang tak bisa diredam meski Seokjin memiliki kekuasaan di kampusnya.
Tak ingin kelasnya menjadi pasar tempat berjualan gosip, Namjoon mengajukan pertanyaan seperti biasanya: pertanyaan memojokkan lebih dari yang dosen berikan pada kelompok Seokjin.
Bagi Seokjin, Namjoon selalu menantang. Andaikan alpha itu sedikit berbuat manis di depannya, mungkin Seokjin akan mempertimbangkan untuk mengencaninya. Secara sakral dan lebih romantis, bukan berdasarkan perjodohan yang segalanya sudah diatur dengan cantik oleh kedua belah pihak keluarga.
Tapi melihat Namjoon yang selalu mengabaikan dan memberi tatapan dingin untuknya, Seokjin menyerah. Lagi pula siapa yang mau hidup bersama seseorang yang tidak pernah mencintaimu? Dari awal tidak ada yang perlu dipertahankan dari hubungan keduanya. Seokjin hanya berperan sebagai pahlawan sekaligus mengambil resiko besar dengan menjadi pihak yang memutus tali perjodohan lebih dulu.
Tampan sekaligus cantik, memiliki tubuh tinggi semampai bak seorang model, kecakapan dan cepat tanggap dalam belajar, juga predikat social butterfly menjadikan Seokjin terkadang suka semena-mena. Misalnya sehabis kelas, ia tiba-tiba berlari mengunjungi kepala asrama untuk minta pindah. Ia tak ingin satu kamar lagi dengan Jimin. Ia muak dan sebagai cucu pemilik kampus tentu saja Seokjin mendapatkan apapun keinginannya semudah membalikkan telapak tangan.
Seokjin kesepian dan tak ingin menjadi pihak yang ditinggalkan. Maka ia pergi untuk membuat kesenangan yang akan menggemparkan. Namjoon seharusnya tidak merasa lega secepat itu, meski Seokjin telah membatalkan pertunangan mereka bukan berarti ia bisa lepas begitu saja.
***
Namjoon mengerutkan keningnya melihat Yoongi merapikan buku di atas meja belajar dan memasukkannya ke dalam kardus yang ditaruh untuk mengganjal pintu kamar asrama agar tetap terbuka.
"Tumben merapikan barang-barang, kau tidak bekerja?" Meletakkan tas di kaki meja, Namjoon berbaring di ranjangnya. Menatap kosong pada langit-langit kamar seolah meminta petunjuk pada hatinya yang mendadak gundah.
Niatnya mengerjakan tugas di perpustakaan terusik oleh ingatan tentang Seokjin siang tadi. Sehabis kelas ia lihat Seokjin langsung berlari keluar bahkan sebelum dosen meninggalkan kelas. Omega manis itu selalu bertingkah tidak sopan dan Namjoon membencinya.
Namjoon mungkin tidak sadar kalau ia menggeram dan mengeluarkan aroma menyesakkan sampai membuat Yoongi menggerutu. "Sepertinya kau masih saja terusik oleh Seokjin." Dan ia tidak terdengar sanggahan apapun dari mulut Namjoon. "Biar kutebak. Pasti kau habis bertengkar dengannya dan kali ini aku yang terkena imbasnya, betul?"
"Apa maksudmu?" Mendengar penuturan Yoongi membuat Namjoon terkesiap hingga bangkit dari ranjang.
"Aku diperintahkan untuk membereskan barang-barangku secepatnya karena Seokjin ingin satu kamar denganmu," pungkas Yoongi sembari mengedikkan bahu.
"Sialan, omega itu benar-benar sudah gila!" Giginya bergemelatuk menahan geraman yang membuat teman sekamarnya hanya bisa menggelengkan kepalanya sembari mendengus kesal.
Yoongi tak punya tenaga untuk mendebat ulah Seokjin. Bagi seorang alpha dengan strata sosial menengah ke bawah, bisa mendapatkan beasiswa di kampus dan mendapat kawan seperti Namjoon sudah sangat menjadikannya beruntung.
Pengalaman hidup yang dilakoninya sejak kecil membuat Yoongi tak kaget dengan berbagai pekerjaan paruh waktu di sela jadwal kuliahnya yang padat. Memiliki teman sekamar yang selalu bermurah hati mengajaknya mengulas materi perkuliahan membuat prestasi Yoongi tak pernah turun meski tak bisa menyaingi Namjoon ataupun Seokjin yang selalu kejar-kejaran di bidang akademik dan pangkat organisasi kampus.
Maka dari itu ketika ia mendapat perintah langsung dari kepala asrama yang memintanya bertukar kamar dengan Seokjin, ia menurut saja. Meski di awal ia sempat kaget karena sejak kapan alpha diperbolehkan menempati kamar asrama omega?
Jawabannya sudah jelas. Sejak Seokjin merengek dan membawa nama kakeknya di depan kepala asrama.
***
Kepala asrama mengabaikan Namjoon yang memukul meja sembari mendebatnya sejak setengah jam yang lalu. Alpha baruh baya berperawakan tambun itu hanya membetulkan letak kaca matanya yang sedikit melorot sembari melirik ke arah Namjoon.
"Sudah protesnya? Itu tidak akan mengubah keputusan, Namjoon. Bersikap baik kepada teman sekamar itu cukup mudah, bukan?"
"Seokjin itu pengacau!" sergahnya kasar meninggalkan kantor itu dengan tangan mengepal.
Namjoon bersumpah akan membuat Seokjin mengemis pada kepala asrama agar bisa kembali ke asrama asalnya secepat mungkin. Atau malah sebaliknya, Namjoon yang akan hanyut pada pesona omega moringa yang selama ini amat ia hindari? Keduanya hanya tidak mengetahui bahwa takdir memiliki cara kerjanya sendiri.
Sejauh Namjoon melangkah meninggalkan kantor asrama, siapapun yang berpapasan dengannya di koridor memilih untuk menepi karena tak kuat oleh aroma menyesakkan yang timbul akibat amarah dalam dirinya.
Alpha bersurai platina itu dikenal sebagai mantan atlit taekwondo selama bersekolah. Ia sukses membuktikan kepada banyak orang bahwa atlit juga bisa berprestasi di bidang akademik. Dan peringkat mahasiswa berprestasi selama tiga tahun berturut-turut selalu ia menangkan di atas kakinya sendiri. Tidak seperti Seokjin yang berlarian ke sana-ke mari hanya untuk mengemis dijadikan kandidat rivalnya.
Aroma segar floral berpadu manis vanilla yang begitu familiar sudah tercium dari koridor kamar asramanya. Namjoon tak habis pikir mengapa omega itu nekat menginginkan tinggal di asrama yang mayoritas berisi alpha dan beta. Bagaimanapun juga itu sangat berbahaya.
Namjoon mempercepat langkahnya, ia berlari kecil dan masuk begitu saja begitu melihat pintu kamarnya terbuka. Ia mendapati Seokjin yang terkesiap dan mengeratkan cengkeramannya pada koper besar berwarna merah jambu di atas lantai beraksen kayu. Namjoon mendekorasi kamarnya bersama Yoongi. Menghabiskan tabungannya sebab tak mungkin ia minta patungan pada kawan yang rutin mengirimkan separuh gajinya untuk keluarga di kampung halaman.
"Hai, kamarmu bagus juga, Namjoon." Seokjin menyapanya dengan elegan. Aura yang tak pernah bisa Namjoon tampik meski ia membencinya.
Senyum Seokjin seakan menyuguhkan bibir semerah buah ceri yang membuat dada Namjoon berdetak lebih cepat sejak perjumpaan pertama mereka. Membuat Namjoon harus menelan ludah kepayahan sebab keindahan omega moringa itu akan menjadi pemandangannya tiap bangun tidur.
———
KAMU SEDANG MEMBACA
Omega Moringa and The Honey (✓)
Werewolf[END] Aroma segar floral dan manis vanilla menguar tiap kali Seokjin berjalan mengabaikannya. Bukan masalah, toh Namjoon membencinya. Dan Seokjin juga telah membatalkan pertunangan mereka satu bulan yang lalu.