LIMA

3.3K 527 160
                                    

5

“Tsumu, lo mau kemana?” Tanyaku ketika melihat Atsumu keluar dari kamar mengenakan setelan jas.

“Ke kantor papa.” Jawabnya singkat kemudian keluar rumah sambil memutar-mutar kunci mobil ditangannya. Cih, gayanya sudah seperti orang dewasa saja.

Eh, memang sudah dewasa, ya. Aku lupa karena sikap mentalnya yang seperti anak kecil itu.

Aku hanya bisa mengangguk-angguk sambil mengatakan semoga hari ini lancar.

Sepeninggalan mama dan papa, seluruh asset perusahan menjadi milik Atsumu. Sedangkan rumah ini menjadi milikku. Aku tak keberatan,  karena biar bagaimanapun, Atsumu adalah kakak-ku. Anak pertama dari dua bersaudara yang berhak menjadi ahli waris dari seluruh harta kekayaan papa. Aku harap ia bisa mengemban tanggung jawab itu dengan baik.

“Samu? Lo bengong?”

“WAAA!”  Kemunculan Suna diambang pintu sangat mengejutkanku. Ia menyeringai sambil menunjukkan layar ponselnya padaku. Apa yang ia tampilkan disana? Tentu saja foto wajahku yang sedang termenung sambil memegangi remote Tv.

“Sial.” Umpatku.

“Check up hari ini? ayo.” Ajak Suna.

Lah, aku baru ingat kalau sepagi tadi aku memintanya untuk menemaniku kerumah sakit. Tapi sekarang aku malah belum bersiap-siap sama sekali.

“gw siap-siap dulu, hehe.” Aku terkekeh kemudian bergegas meninggalkan ruang tamu.

“biadab, bukannya prepare dari tadi.” Suna melompat kearah sofa dan mengisyaratkanku untuk segera bersiap.

Sedikit merasa bersalah, tapi aku lega karena memiliki sahabat sepertinya.

^°^°^°^°^°^

“Nak,  bagaimana ya.. saya takut kamu tiba-tiba gak ketolong.” Ucap dokter ketika kami sedang melakukan diskusi setelah pengecekan.

Ia berkata bahwa berat badanku mengalami penurunan yang cukup drastis saat dibandingkan dengan data terakhir kali pengecekan. Saat ia menunjuk cermin yang berada di tembok tepat samping meja-nya, aku memang melihat bahwa kulitku terlihat sedikit menguning. Hal itu terjadi pada kedua bagian putih pada mataku.

“Saya berharap kamu bisa mendapatkan donor hati yang cocok sesegera mungkin, saya juga akan berusaha semaksimal mungkin mengabari kamu apabila ada kabar mengenai stok hati yang cocok.”

Singkatnya seperti itu.

Sepanjang jalan pulang, aku mengeratkan peganganku pada Suna. Terserah orang lain ingin berkomentar apa melihat kami yang berboncengan seperti ini. aku hanya ingin memeluk sahabatku untuk mencegah tangis ini pecah.

“samu, lo gak mau makan dulu?” Tawar Suna yang masih duduk diatas motornya.

Aku mengabaikannya dan segera melepas sepatuku. Sedaritadi pikiranku melambung entah kemana, sampai-sampai aku kesulitan menemukan kunci pintu rumah yang berada didalam tas.

“gw mau istirahat. Makasih ya hari ini.” Aku melambaikan tangan pada suna kemudian menutup pintu rapat-rapat.

BLAM-

“SAMU! SAMU! BANGUN!” Samar-samar aku mendengar suara kepanikan Atsumu. Entahlah, aku masih tidak kuat untuk mengangkat kedua kelopak mataku. Seluruh tubuhku terasa mati mulai beberapa saat lalu. maksudku, mungkin beberapa jam yang lalu aku sudah terkapar didalam rumah ini sendirian.

^°^

“Tsumu,.. Tsumu,..”  Tanganku meraba-raba sekitar ranjang dengan kedua mata yang masih tertutup.

When You're Gone - Miya Osamu [END] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang