Bagian 1

4 1 0
                                    

Wanita selalu lekat dengan memori. Konon ingatannya begitu hebat. Ia bahkan nyaris tak pernah lupa hal kecil yang ia dapatkan di masa lalu. Selalu ingat momen yang tak patut dikenang, hanya karena sangat menghargai dan belajar dari setiap waktu yang ia lalui. Meski itu berat dan menyakitkan.

--Rina Rinz--

Semerbak melati menguar ke segala arah. Roncean bunga lambang kesucian itu tertata apik pada surai berkonde modern. Perempuan ayu yang terbalut brukat putih susu itu termenung di depan cermin. Seharusnya ia bahagia, hari ini adalah impian semua perempuan. Sang perias telah menyelesaikan karyanya,lalu berpamitan pada mempelai wanita sambil tersenyum bangga.

“Kehidupan seperti apa yang akan kita hadapi setelah ini?” Larasati berkata pelan sambil memegang perut yang masih datar.

Larasati kembali menatap cermin. Bayang-bayang kisah lalu hingga kejadian tiga bulan yang lalu melintas dalam benak. Pertemuan dengan Zayn setelah berpisah empat tahun membawa nasibnya kepada situasi ini.

Laras adalah teman seangkatan Zayn di masa sekolah menengah, keduanya tidak saling mengenal hingga menginjak tahun ketiga. Traktiran ulang tahun adalah budaya geng Laras masa itu. Mereka naik motor berarak-arakan dari sekolah menuju kafe biasa, menghabiskan waktu pulang sekolah atau untuk membolos bersama. Namun, hari itu jumlah mereka ganjil dan tidak mungkin untuk berboncengan tiga. Momen itulah kali pertama Laras melihat laki-laki tinggi dengan paras elok dan penampilan sederhana. Zayn Yazid.

“Guys, Laras gimana? Yang lain udah pada di kafe, jadi nggak ada yang bonceng dia.” Raya yang juga sahabat Laras sejak kecil setengah berteriak sambil turun dari sadel.

“Aku balik, deh, ntar ambil Laras,” jawab Vrinia yang semotor dengan Raya. Kedua siswi jurusan sosial itu memastikan persetujuan teman-teman yang lain. Seorang dari mereka memang membawa mobil, tetapi juga sudah penuh.

Suara knalpot melengking muncul dari parkiran sekolah. Zayn mengarah kepada sekumpulan anak SMA yang sedang terjebak kebingungan.

“Zayn!” Salah seorang melambaikan tangan ke arah pemuda berseragam tim basket.

Yamaha dengan knalpot balap itu berhenti  tepat di samping Laras yang sedang mengikat rambut panjangnya. Tentu saja, secara tidak sengaja siku Laras mengenai sang pengendara.

“Maaf, aku nggak tahu kalau ada orang!” Laras menutup mulut dengan telempap kanan.

Zayn menatap dalam pada gadis  yang baru saja menyenggol wajahnya. Ia hanya mengangguk pelan. Singkat cerita Zayn yang hendak pulang akhirnya mengantar Laras dan bergabung dengan teman-teman sekelasnya.

“Kamu kelas berapa?” Sebuah pertanyaan mengejutkan Laras yang sedang sibuk di meja paling ujung dengan suasana  temaram kesukaan Laras.

“Kelas tiga,” jawab Laras singkat, ia akan mengabaikan siapa saja saat sedang menulis.

“Aku nggak pernah lihat kamu. IPA?” Zayn kembali bertanya. Ia juga menarik kursi dan duduk.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 28, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

BUKAN PEREMPUAN GATAL Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang