Prolog #2

328 130 89
                                    

2 Januari 2025

Suara dentingan piano mengalun indah menghiasi keheningan malam. Seorang lelaki dengan santainya menekan setiap tuts dengan mata terpejam, menikmati lantunan merdunya sendiri.

Beberapa saat kemudian dentingan itu terganti menjadi denting jarum jam. Lelaki berkewarganegaraan Jepang itu terduduk di sofa seraya memejamkan matanya sesaat, Ricky, itu namanya. Ingin rasanya ia membaringkan tubuhnya di ranjangnya, tapi besok adalah hari pentingnya.

Besok ia harus tampil pada acara penting yang diadakan di salah satu teater terbesar di kotanya. Semua orang memilihnya untuk tampil dengan pianonya malam besok karena kemampuannya yang sukses membuat mereka berdecak kagum.

Diusianya yang ke empat belas tahun ia sudah pandai memainkan piano bahkan dengan mata tertutup, lantunan nya pun tak kalah merdu, apalagi saat ia memposting sebuah vidio berdurasi tiga menit disalah satu media sosial yang sukses menjadi trending satu di negaranya.

Videonya sederhana, hanya memainkan piano diiringi dengan nyanyiannya namun dapat membuat orang-orang tertarik. Rasa bahagia membuncah saat itu, ia merasa sangat percaya diri dan yakin dapat menjadi terkenal. Ditambah dengan para followers akun inst*g*amnya yang mendadak naik drastis.

Namun saat ini, ia harus benar-benar tampil secara maksimal di depan pak gubernur. Ia sebenarnya tidak keberatan, namun ia merasa canggung dan harus melakukan yang terbaik, agar tidak menimbulkan kekecewaan para penggemarnya.

Kini, ia sedang sibuk mentralkan rasa gugupnya dan mengatur nafasnya yang sempat tercekat selama beberapa saat. Jam sudah menunjukan pukul sepuluh malam, sudah lewat waktu tidurnya dan sudah berkali-kali pula orangtuanya mengetuk pintu ruangannya.

Akhirnya dengan penuh keyakinan ia memulainya satu kali lagi, membayangkan jika dirinya ada di atas panggung teater dengan ratusan bahkan ribuan orang yang menyaksikannya seraya terduduk manis di bangku mereka masing-masing, lampu yang menyorotnya, dan kamera yang merekamnya.

Jangan salah, karena bakatnya ini ia sukses mendapatkan penggemar dari segala kalangan. Mereka tidak hanya terpukau dengan kemampuan bermain pianonya tapi juga paras tampan dan mata sedalam lautan nya itu. Sungguh sempurna.

Siapa yang tidak ingin memilikinya, kemampuannya dalam mempelajari bahasa pun sangat bagus. Dulu ia tinggal di Jepang bersama dengan keluarganya, namun kini ia sudah berpindah ke negara yang kini ia tinggali dan ia hanya belajar bahasa tersebut dalam kurun waktu satu tahun. Sulit di bayangkan karena saat itu usianya masih tigabelas tahun.

Waktu terus berjalan, sudah menunjukan pukul sepuluh tigapuluh dan ia belum kunjung keluar dari ruangannya. Sampai sebuah ketukan pintu mengejutkannya, ia terlonjak kaget karena suaranya sedikit lebih kencang, ia sudah tak asing lagi dengan tangan yang mengetuknya.

Sebelum orang diluar sana membuka pintu, ia lansung berdehem dan berkata, "aku segera tidur." Jawabnya membuat knop pintu yang tadinya menurun kembali naik, menandakan orang itu mengurungkan niat untuk memasuki ruangan khusus lelaki itu.

"Sekarang." Balasnya.

Lelaki itu menghembuskan nafasnya berat dan mengangguk-angguk walau ia tau orang diluar sana tidak bisa melihatnya. "Sekarang." Ulangnya.

Setelahnya terdengar suara derap langkah kaki menjauh dari pintu. Ia menghembuskan nafasnya berat lalu menatap ke langit-langit ruangan dengan penuh harapan baik untuk malam esok.

"kak, aku merindukanmu."

⋇⋆✦⋆⋇ ⋇⋆✦⋆⋇ 

Senyum lebar itu tidak henti-hentinya berseri dimalam ini. Ditemani dengan sahabat dan juga kakaknya yang sama-sama ikut berbahagia pada malam ini membuat suasana malam yang gelap ini menjadi saksi akan kesuksesan satya yang telah mengguncang negri makmur ini.

Kill Or Killed || Enhypen Ft.TXTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang