~jangan lupa vote, komen... untuk masuk lebih dalam dan merasakan suasananya silahkan putar juga mulmednya. Kalimat rancu, typo, tandai dan beritahu di kolom komentar ya, jangan sungkan untuk kritik dan sarannya... selamat membaca...
Tak terhitung berapa lama Ashma membenamkan wajahnya pada kedua tangan yang memeluk lutut. Air matanya tak putus untuk terurai. Tak ada sebongkah jawaban atas segala pertanyaannya, kengerian-kengerian yang semakin hari semakin menggila. Hantu perempuan yang datang setiap hari seperti lalat yang menghampiri bangkai. Semua terasa menyesakkan dan penuh tanda tanya.
"Hai..."
Suara panggilan itu terdengar samar, ia tidak berniat mengangkat wajahnya. Hatinya pilu, sang papa terbunuh... dan mamanya yang menjadi pelaku utama. Gelimang peluh membasuh tubuh dan gelombang pertanyaan menyengat hatinya, menyisakan ruas-ruas kepedihan membaur di antara mega-mega hitam melingkupi jiwanya. Bisikan ketakutan menggelitik sukma, rasio bergerak memuai tanya, mengapa sang mama sampai hati? Apa sesungguhnya yang menjadi benang merah atas semua ini?
Tap...tap...tap...
Ada yang mengeja setapak demi setapak langkah, membuat hatinya semakin menciut tak tenang, mungkinkah hantu wanita itu lagi? Sampai kapan teror hantu menyeramkan dengan kuku panjang itu lelah mengejarnya?
Tap...tap...tap...
Sumber suara semakin mendekat, memundurkan diri dan menegakkan kepala, matanya mulai waspada mencermati sekeliling. Alisnya bertaut, bola mata menyipit tatkala mendapati bocah kecil perempuan mendatanginya dan menyapanya kembali.
"Hai."
"Si... siapa kamu?" ucapnya tergagap antara takut dan waswas.
"Jangan takut, aku tinggal di sini sejak tiga belas tahun lalu, tapi mungkin kamu ngga melihatku. Mau berteman denganku?"
"Kamu bisa melihatku? kenapa mereka nggak?"
"Karena aku spesial, sama sepertimu." Gadis kecil berusia sekitar delapan tahun itu tak berekspresi. Sama seperti Ashma lain yang menjadi duplikasi atas dirinya. Wajah pucat dan pakaian cokelat kucel bermotif bunga-bunga, tunggu! Ashma memerhatikan kembali tampilan gadis kecil itu. Tak yakin apakah pakaian yang dikenakannya berwarna cokelat ataukah putih.
Bodoh sekali, Kenapa sempat-sempatnya memikirkan warna pakaian saat otaknya overload penuh sesak oleh pertanyaan tanpa pangkal yang terus berputar dan mengkonsumsi daya pikirnya hingga lelah. Untuk apa dia malah memikirkan perkara remeh temeh semacam ini. Sepersekian detik, wajah gadis kecil itu menyita kuncian matanya.
Rambut sebahu dengan poni lurus acak-acakan, wajah pucat tanpa rona dengan pembawaan datar dan sangat tenang. Sekilas angin dingin menegakkan bulu roma, aroma mistis kembali menyapa penghidu. Ashma bergerak pasif, untuk sekelumit mencoba menyingkirkan rasa cemas.
"Ashma," ucap gadis kecil itu pelan nyaris seperti suara desah.
"Kamu tau namaku?" Ia melayangkan pandangan, irisnya berkeliaran menyebarkan penglihatan ke setiap sisi ruangan. Menyeka peluh di dahi impulsif, denyut jantungnya berpacu bagai tabuhan genderang.
"Aku tau namamu, tapi sayangnya aku ngga punya nama."
"Kamu ngga punya nama?" Ashma melirik gadis kecil itu sekilas. Mengikis jarak dan duduk menyebelahi gadis kecil itu.
"Aku... aku ngga dinamai, Ibuku membenciku bahkan tidak pernah mencariku sampai saat ini, semuanya karena laki-laki bercincin yang dipotong jarinya kemarin," jelasnya.
"Laki-laki itu?"
Si gadis kecil mengangguk, Ashma menelengkan wajah selintas untuk menemukan dua titik bola mata gadis kecil itu dengan maniknya dan berucap, "Apa yang dia lakukan sama kamu?"
KAMU SEDANG MEMBACA
death flower
HorrorApa rasanya seandainya saat terbangun dari tidur tiba2 dirimu menjadi ganda? itulah yang sedang di rasakan Nadira Ashmaranaca, mendapati dirinya menjadi dua dengan segala aroma mistis melingkupinya. Ritual persembahan bunga kematian pada akhirnya m...