Yang, besok kamu libur kan? Nonton yuk, honor dari event-ku udah cair tadi.
Satu minggu sudah. Kali ini Gemma menjalani semuanya seperti tanpa beban. Biarkan saja kemana hubungan ini akan menepi. Tidak lagi terbayang ketakutan dikecewakan, ditinggalkan atau dikhianati. Keraguannya pun berhenti sejak dia sudah menjatuhkan keputusannya. Jemarinya segera mengetikkan pesan balasan.
Double cheese burger sama PaNas tapi ayamnya 2 ya?
Itu adalah menu favorit Gemma. Tidak lama berselang, pria itu membalas pesannya. Bibir berlipstik warna nude merekah lebar seketika.
Nasinya diganti kentang kan? Minumannya Lemon tea extra large.
Ternyata Eska sudah hafal benar. Gadis itu selalu menghindari nasi. Ya memang, sudah setahun berjalan, Gemma menghindari nasi demi jarum timbangan tidak miring ke kanan. Padahal dulu, tubuhnya kecil kurus. Susah sekali untuk gemuk. Namun pada tahun 2013, Gemma jatuh sakit. Kata dokter, dirinya terkena radang kelenjar getah bening yang mengharuskannya menjalani hari-hari dengan obat selama 6 bulan penuh tanpa boleh terlewat satu hari pun.
Hal yang tidak Gemma tahu adalah obat tersebut memiliki efek tubuhnya mekar meski dirinya tidak sering makan. Dan hingga detik ini, gadis itu kesulitan untuk menjaga berat badannya.
"Mau kemana? Buru-buru amat?" tanya Pak Budi begitu melihat gadis itu berkemas cepat.
"Gue mau TengGo, ya. Butuh banyak waktu buat kelarin naskah. Gue udah mesen ojol kok," jawabnya sebelum bergegas pergi.
Naskah novel adalah alasan Gemma untuk menghindari pertanyaan yang lain. Ya, memang pada dasarnya gadis itu memiliki hobi mengarang novel yang kebetulan naskahnya kali ini sedang proses editing. Meskipun dia tahu, naskahnya tidak sebrilian orang lain. Namun setidaknya, Gemma memiliki privasi yang tidak mampu orang lain sentuh. Miliknya yang juga kepuasannya. Rangkaian kata penghilang segenap bebannya. Disaat tidak tahu harus kemana membagi beban, dunia literasi itu adalah tempat pelariannya.
Bibir Gemma tersenyum kecil melihat di depan sana seorang Eska sudah duduk di atas motornya. Kakinya segera melangkah menghampiri sosok yang sudah empat hari tidak dia lihat.
"King apa Paman Donald?" tanya Eska sambil memberikan helmet untuk Gemma.
"Tergantung sikon," sahut Gemma enteng.
Eska terkekeh. Tangannya menarik Gemma untuk melingkarkan tangan memeluk dirinya. Hanya sebatas itu kemesraan yang mampu Gemma lakukan. Bukan ucapan manis, lembut merdu di telinga. Bukan panggilan penuh sayang bernada manja. Atau kalimat romantis seperti yang biasa dia bikin di setiap naskahnya. Pun demikian dengan Eska. Tidak ada cium atau yang lain layaknya sepasang kekasih. Lagipula, Gemma sangat nyaman dengan perlakuan Eska. Santai dan tidak menuntut. Perlahan seiring waktu, Gemma mengakui apa yang dia mau ada di dalam diri pria itu.
***
"Pakai kartu debitku aja," ucap Gemma mendahului pria itu di depan kasir."Gaji event-ku udah cair lho, yang. Kan aku janji traktir kamu."
"Kamu simpan aja. Nanti kalau kamu udah dapat kerjaan baru, gajian pertama kamu langsung traktir aku ya?" Suara Gemma berbisik. Bibirnya melengkung keatas sempurna kala kartu debitnya diambil petugas kasir. Sementara Eska tidak bisa berbuat banyak. Belum mengerti kenapa gadis itu menolak untuk dibayarin makan.
"Emang kenapa sih? Pakai kartu kreditku kamu nggak mau. Ini gaji eventku kamu juga suruh simpan. Ya udah uangnya buat bayar hutangku ya? Kan pas aku di wonosobo kamu kirimin aku uang."
"Nggak usah, Yang. Lagian aku kan kerja, aku gajian full. Nanti kamu boleh traktir aku pas kamu punya kerjaan baru lagi. Uangnya kamu simpan aja. Katanya besok mau cari kerja sama teman kamu."
Rasanya sulit untuk menelan makanan bagi Gemma. Bukan apa-apa. Dia tahu rasanya jadi pengangguran, otomatis uang receh pun sangat berharga. Saat itu, tidak ada yang peduli dengan keadaannya. Malah semua meninggalkannya termasuk pacarnya dulu. Katanya pacaran sama pengangguran hanyalah beban. Makanya, Gemma tidak ingin orang ikut tahu rasanya. Sudah cukup dirinya saja.
***
Mencari pekerjaan di ibu kota memang tidak begitu mudah. Apalagi ketika bicara usia. Gemma mengerti kekhawatiran Eska dan rasa pesimisnya. Pria di hadapannya itu sudah berkali-kali membuang napas. Sudah lebih dua minggu tidak ada kabar mengenai pekerjaan yang dilamarnya di beberapa tempat.
"Anggap aja belum rejekinya," ucap Gemma menenangkan.
"Kalau aku nganggur terus gimana nafkahin kamu ntar?" desahnya menopang dagu.
"Jangan ngomong gitu. Kamu nggak tahu Tuhan punya rencana apa buat kamu. Yakin aja, orang kalau masih ada nyawanya berarti masih ada rejeki. Baru juga sebulan nganggur. Aku sebelum kerja yang sekarang, pernah nganggur nyaris setahun."
"Malu, Gem. Kan nanti lebaran rencana mau kenalan sama keluarga kamu. Bilang apa nanti aku kalau ditanya kerjaku apa?"
"Bantuin mama bikin kue," jawab Gemma kemudian tertawa. Memang Eska pernah bercerita kalau ibunya punya catering kecil-kecilan.
"Nggak gitu juga, Gemma!" sahut Eska gemas.
"Ya udah, jangan dibikin stres. Kan katanya rejeki, jodoh, maut udah diatur sama Yang Kuasa."
"Kamu nggak malu gitu?"
Gemma tersenyum, menggelengkan kepala. Sejujurnya Gemma pun sudah berterus terang dengan ibunya bahwa dia sedang dekat dengan seseorang yang baru saja habis kontrak kerja dan belum mendapat pekerjaan yang baru lagi. Apa respon ibunya?
Kamu nggak tahu masa depan seseorang. Mungkin sekarang dia nggak punya apa-apa. Tapi di depan nanti, usaha kerasnya bisa jadi lebih sukses dari perkiraanmu. Kamu inget nggak gimana sakitnya diputusin pas lagi nganggur karena takut jadi beban?
Kata-kata ibunya selalu mengajaknya pada kilas balik masa-masa terpuruknya. Gadis itu tahu, ibunya sedang mengajarinya untuk berpikir lebih dewasa, belajar dari masa pahitnya itu.
"Gem, kalau kamu mau cari yang lain, yang mapan, nggak apa-apa."
"Kalau aku mau, kenapa dulu harus repot-repot geser kanan nama kamu?"
"Sesayang itu sama aku?" tanyanya sumringah seketika.
"Nggak tahu. Aku cuma komit sama keputusan aku aja. Terserah kamu gimana tafsirannya."
"Kenapa kamu bisa seoptimis itu?"
Gemma mendekatkan wajahnya dan berbisik, "Karena aku tahu rasanya dipandang rendah. Cukup aku aja yang tahu rasanya. Tugasmu, tetap semangat. Kalau nanti sukses bukan buat aku. Buat kamu sendiri."
"Buat nikahin kamu lah," jawabnya meringis lebar.
Sesaat Gemma tertegun mendengar jawaban Eska. Ada rasa asing yang membuatnya sedikit gugup dengan kalimat itu. Menikah? Entah, antara ingin dan tidak. Lihat saja nanti.
***
Tbc
KAMU SEDANG MEMBACA
Geser Kanan Jodoh (TERSEDIA CETAK DAN EBOOK)
RomanceKapan nikah? Kapan nikah? Kapan nikah? Sebuah pertanyaan yang terus berdengung di telinga Gemma Prahastiwi selama beberapa tahun terakhir. Karir sudah mantap. Hidup sudah nyaman meski di perantauan sendirian. Lalu apalagi yang wanita 29 tahun itu ca...