Satu

11 4 4
                                    

"Ngapain Lo disini?" Metta, setelah benar-benar mengunci pintu rumahnya, gadis itu bertanya sembari berjalan menghampiri seseorang yang sedari tadi duduk di atas motor biru di depan rumahnya.

"Jemput kamu lah sayang." jawab seseorang dibalik helm full face nya.

"Kan gue udah bilang, jangan sering-sering jemput gue." ucap Metta Dengan sedikit menekan beberapa kalimat terakhirnya.

"Udahlah sayang, cepetan naik! Udah hampir jam tuju nih. Ntar kalo telat kamu ngomel lagi." sela Gion sebelum mendengarkan kata-kata yang tidak ia inginkan keluar lagi dari mulut Metta.

"Helleh, mana ada. Orang masih dua puluh menit juga." kesal Metta. Ia sempat tertipu dengan ucapan Gion sebelum dia melihat sendiri empat barisan angka yang muncul di handphonenya setelah ia nyalakan. Lalu dengan kesal Metta pun naik keatas motor Biru Putih milik Gion.

Gion yang telah menyadari bahwa Metta sudah naik ke atas motornya pun langsung memberikan helmnya kepada Metta.

"Nih pakai! jangan cemberut gitu dong mukanya. Jadi tambah imut. Kalo tambah imut kan, jadi makin sayang." Ucap Gion sembari menyodorkan helmnya. Karena sedari tadi Metta tak kunjung menerima helmnya.

Metta yang baru menyadari hal itu pun langsung menerima helm dari Gion dan segera memakainya serta mengaitkan pengait helmnya. karena dirinya juga tak ingin terlambat ke sekolahnya.

"Udah nih, cepetan berangkat! ntar gue telat lagi." ucap Metta setelah benar-benar mengaitkan helmnya.

"Baik kanjeng ratu. Jangan lupa pegangan ntar jatuh!" Ucap Gion sembari memerintah.

"Udah." balas Metta yang sebenarnya tidak berpegangan dengan apapun.

"Emang kamu pegangan apa?" Tanya Gion sembari melirik Metta melalui kaca spion.

Metta yang merasa malas menanggapi Gion pun, langsung berpegangan dengan dua pundak Gion. Dia benar-benar tak ingin meladeni orang didepannya.

"Masa pegangan nya gitu?, Jadi berasa kayak abang-abang Ojek tau nggak. Peluk dong!" Ucap Gion sembari sedikit menggoda Metta.

"Jadi berangkat nggak sih? Cepetan nggak? Kalo nggak gue turun nih! Mending gue naik angkot aja." tanya Metta beruntun, dia sungguh kesal dengan sikap cerewet Gion.

"Iya iya sayang, masa gitu aja marah sih? Ini juga mau berangkat" ucap Gion dengan cepat melajukan motornya sebelum kembali mendapatkan amukan yang kedua kali dari Metta pagi ini.

√√√

Saat ini suasana di SMA Bhakti Semesta Cukup ramai setelah menjalani libur kenaikan kelas selama dua pekan terakhir.

Dan di tempat parkir sudah ada dua orang yang baru saja turun dari motor biru. Siapa lagi kalau bukan Metta dan Gion, dua insan yang di kabarkan dekat tapi tak kunjung memiliki status yang jelas.

"Ciyee.., Si Gion mah, pagi-pagi udah gencar aja nih serempet Do'i. Udah kangen ya Gi?" Tanya seseorang yang tiba-tiba muncul menghampiri keduanya.

"Apaan sih pan? Lo tuh! Pagi-pagi udah ganggu aja!" Sungut Gion, ia kesal karena pagi ini sudah di ganggu oleh temannya yang membagongkan itu.

"Yaelah, Si Bos mah. Devan Boss! Apaan dah gue di panggil Pan. Dikira gue papan apa gimana." iya, itu adalah suara Devan laki-laki yang dari awal sudah mengganggu Gion dan Metta.

"Iya, emang Lo pantes di panggil papan. Soalnya muka Lo datar kayak papan, alias gak ada cakep-cakepnya." Ucap Metta ikut mengompori serta menertawakan ekspresi kesal Devan.

"Emang iya gue nggak cakep, secara yang cakep di mata Kanjeng Ratu cuma Raden Arsenic Gion Magesta." dan kini bergantian Devanlah yang mengganggu dan menggoda Metta.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 03, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

MettaGionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang