"Nes kantin yuk, laper gue"
"Laper mulu, heran" Aku beranjak dari tempat duduk ku. Bela, dia teman sebangku sekaligus sahabatku.
***
Setelah dari kantin aku dan Bela pergi kelapangan basket setelah membeli beberapa botol minuman air dingin. Untuk Alan, dia pacarku. Laki-laki tampan dengan senyum menawannya yang sudah menjadi pacarku sejak tahun pertama. Terakhir kulihat tadi dia berlatih basket melalui jendela kelasku. Bela juga membawa satu untuk Reza, teman dekat Alan. Mereka sedang daalam fase hubungan tanpa status atau disebut HTS.
Dia melambaikan tangan, dan aku membalasnya dari sisi lapangan. Melihatnya berlari menghampiriku dengan keringat di wajahnya.Setelah memberikan botol minuman, aku mengambil sapu tangan yang sengaja ku bawa dari rumah, kemudian mengelap wajah dan lehernya yang basah.
"Nanti jalan yuk" Ajaknya tiba-tiba.
Aku tersenyum, mengangguk."Senyum aja terus, tau kalo aku ganteng" Alan mengacak rambutku gemas.
Aku hanya tersenyum lagi dan lagi, memang benar apa yang Alan katakan.
"Yaudah yuk, aku anter ke kelas" Alan merangkulku.
"Za, gue duluan" Suaranya kearah Reza yang sedang asyik mengobrol dengan Bela, aku tidak tau apa yang mereka obrolkan, aku tidak menguping.
"Iya Lan" Reza melambai.
"Ntar gue susul!" Teriak Bela begitu Alan membawaku menjauh.
Selama perjalanan kami berbincang kecil, namun tiba-tiba sesuatu menghentikan langkah ku. Lagi dan lagi mata ku bertemu dengan mata itu, mata yang memandang ku dengan tatapan yang tidak dapat ku mengerti.
"Hm? Kok berhenti?" Aku tersadar ketika Alan menarik tangan ku.
"Ehh, gapapa kok"
Kemudian, kami melanjutkan perjalanan menuju kelasku yang terletak di lantai dua.
Namun ada sesuatu yang aneh dari Alan. Entah... Apakah hanya perasaanku saja, Alan hanya diam saja sejak dia menarik tangan ku menuju ke kelas ku.***
"Halo kak"
"Iya ada apa?"
"Aku gak usah dijemput ya kak, aku mau jalan sama mas pacar" Aku membuka loker, mengapit ponselku diantara telinga dan bahu karena posisinya tanganku membawa beberapa buku paket yang cukup besar."Jalan mulu" Kakakku mendengus diseberang sana.
"Sirik aja jomblo satu ini" Ledekku karena kakakku tak kunjung memiliki kekasih setelah putus dari Risa yang ia bilang mantan terindah itu.
"Adek laknat, liat aja ntar kalo kamu putus, kakak ketawa paling keras" Niat hati ingin mengejek kakakku, tapi malah jadi kesal karena kakakku mendoakan hal buruk. Aku ingin terus bersama Alan.
"Bodo kak, udahan ah kakak nyebelin" Aku mendengus.
Sekilas dapat kudengar tawa iblis kakakku dari seberang sana.Sambungan sudah dimatikan, ponsel sudah kembali ku kantongi ke sakuku.
"Eh?"
Aku baru sadar setelah menghitung jumlah buku yang sedang kurapikan ternyata kurang, seingatku aku sudah membawa semuanya."Ah!"
Sial, ternya tertinggal dilaci meja dikelas ku. Aku berlari kecil ke kelas. Untung tidak jauh, sambil menunggu Alan yang belum berakhir kelasnya.
Begitu aku sampai dikelas, langkah ku terhenti. Kedua mataku langsung terfokus kearah satu sosok yang sedang menyendiri disudut kelas.
Di bangkunya.Dengan buku dihadapannya, dengan kacamata yang bertengger di hidungnya, mungkin dia belum menyadari kehadiranku.
Berjalan perlahan kearah mejaku berusaha mengabaikan laki-laki itu yang entah kenapa sampai sore ini belum meninggalkan kelas, aku mengambil buku ku yang tertinggal di laci. Aku ingin mengabaikan dia, namun entah kenapa ada rasa penasaran ingin bertanya kepadanya."Angga" Panggilku kepada laki-laki yang sudah menjadi teman sekelas ku sejak kelas sepuluh, namun ini pertama kalinya aku berbicara dengannya.
Tak ada jawaban.
"Woi, Angga"
Masih sama hening, tak ada jawaban. Aku menepuk pundaknya pelan."Angga"
Dia menoleh, tampak terkejut. Wajahnya saat ini terlihat lucu. Sungguh."Kaget ya?" Aku tersenyum masam.
Laki-laki itu menatapku dengan pandangan aneh."Kok masih disini? Gak pulang?" Tanyaku
Dia diam, kemudian menggeleng sebagai jawaban."Kenapa? "
Lagi-lagi hanya gelengan yang kudapat.
"Yaudah aku duluan ya" Aku tersenyum canggung, sampai akhirnya aku teringan Alan. Angga mengangguk.
"Cepet pulang, kelas dikunci bentar lagi"
Dia kembali mengangguk. Kenapa dia tidak mau bicara dengan ku? Apa aku semenakutkan itu?
Aku berlari kecil sambil mengambil ponsel yang terus bergetar di dalam saku. Notifikasi Line dari Alan yang menanyakan keberadaanku.***
"Kita mau jalan kemana?" Tanyaku kepada laki-laki yang sedang menyedot minumannya. Sekarang kami berada di cafe dekat sekolah.
"Mau nonton gak?" Tanya Alan, sebagai jawaban aku hanya menggeleng, karena aku tidak terlaku suka menonton di bioskop.
"Beli jajanan dipinggir jalan aja yuk" Ajakku antusias karena aku sangat menyukai makanan pinggir jalan.
"Gimana kalo jajanan tengah jalan aja?" Tanya Alan.
"Bagus tuh, yaudah yuk" Alan tertawa kemudian mengacak rambutku gemas.
***
Ketika sedang memakan makanan ku, mataku tidak sengaja menangkap seorang pejalan kaki dengan earphone yang menyumbat telinganya dan kacamata yang bertengger di hidungnya.
Laki-laki yang beberapa jam lalu ku ajak bicara dan hanya menjawab dengan anggukan dan gelengan saja.Angga Raditya, laki-laki aneh. Menurutku.
Namun...."Anesthesia" Suara Alan menyadarkanku.
"Kenapa? Kok ngelamun?" Alan menatapku bingung.Aku hanya menggeleng sebagai jawaban.
"Habisin satenya, biar aku anterin kamu pulang, ini udah malem" Titah Alan."Lan" Panggilku.
"Kenapa hm?"
"Kamu kenal Angga gak? Cowok satu kelas aku"
"Kenal, kenapa?" Entah apa yang ku katakan, Alan menjawabnya dengan dingin."Nggak, kayanya temen-temen kelas aku gak suka deh sama dia, gak ada yang mau temenan sama dia"
"Lebih baik kamu jauh-jauh dari dia"
"Tapi kenapa?" Tanya ku.
"Dia itu sakit mentalnya"
Aku cukup terkejut mendengar jawaban Alan. Seperti tidak mempercayai apa yang Alan katakan."Tapi kenapa?"
"Apanya?"
"Terus salah Angga apa sampai dia diperlakuin gak adil kaya gitu?""Maksud kamu ngomong gitu apa?" Sepertinya Alan benar-benar tidak menyukainya.
"Cuma karena itu dia dibenci banyak orang?"
"Kamu kenapa sih?" Tanya Alan sedikit tidak bersahabat."Ayo pulang, kamu pasti udah ditungguin tante"
Alan menarik tangan ku.Aku tau Alan marah, dia tidak suka denganku yang selalu membela Angga, entah apa penyebabnya.
Untuk pertama kalinya kami bertengkar setelah setahun berpacaran. Aku sungguh menyesal.
Boleh aku menyalahkan Angga?Selama perjalanan pulang hanya ada keheningan, aku sungguh membenci saat-saat seperti ini. Aku ingin meminta maaf kepada Alan tapi sepertinya dia tindak ingin di ganggu.
"Maafin aku" Itu yang ingin ku katakan saat ini, namun... Ah sudahlah.