03

23 6 1
                                    

Saat ini aku benar-benar pusing memikirkan Alan, bagaimana tidak sejak dia marah tadi dia tidak menghubungiku lagi, jika biasanya malam seperti ini aku akan asyik chating dengan Alan namun kali ini sangat berbeda rasanya sangat sepi.

"Dek, kakak nitip cola, dikulkas udah abis"
"Emangnya aku mau kemana?

"Lah, emangnya kamu mau kemana?" Aku mendengus mendengar pertanyaan kak Raka, yang kupanggil Katarak jika aku kesal denganNya. Aku memutuskan keluar untuk membeli beberapa camilan, sekalian menghilangkan sedikit rasa pusing ku.

"Mau nyari om-om" Aku benar-benar kesal saat ini, mengingat mood ku yang sedang buruk.

"Heh, tu mulut, kalo ngomong tu difilter dulu" Kak Raka memukul pelan bahu ku.

"Bodo ah, aku keluar dulu. Bilangin ke Mama" Aku melangkah keluar rumah menuju minimarket.

***

Alan tidak pernah seperti ini sebelumnya, dan itu membuatku takut. Saat ini aku sedang berada di taman dekat rumah ku, duduk memandang orang-orang yang lewat, namun seorang pejalan kaki menarik perhatianku. Ku lihat dia menuju kursi taman di dekat ku, dan...

"Dorrrr!"
Aku tertawa melihat wajah kaget laki-laki ini, sangat lucu.

"Gimana? Kaget gak? Kagetlah masa enggak" Aku tertawa lebih keras, namun tawaku terhenti ketika laki-laki ini memandangku aneh. Aku tersenyum masam.

"Ketawa kali, seram amat tu muka" Dia hanya membalas dengan gelengan, itu membuatku rasa kesalku kembali.

"Kepala lo baik-baik aja kan, geleng mulu perasaan" Dia hanya diam.

"Boleh duduk kan gua" Aku kemudian duduk disampingnya.

Beberapa saat hening. Aku benci suasana ini, aku ingin mengajaknya bicara, namun aku bingung.

"Angga" Dia hanya menoleh.

"Lo ngapain disini?" Sesaat menunggu jawabannya.

"Harus diapain sih lo, bicara apa aja gitu, jangan diam aja" Aku berniat pergi dari tempat ini, namun ada yang menghentikan langkah ku.

"Tunggu"
Angga. Dia menahan tanganku. Aneh memang tapi kenapa jantungku berdetak lebih cepat?

***

"Dek, kenapa sih? Kaya orang gila deh lo perasaan"

Bukan tanpa alasan kak Raka mengatakan itu, pasalnya saat ini aku senyum-senyum sendiri, sejak pulang dari taman. Mengingat apa yang Angga katakan ah.. Itu membuatku gila. Hanya hal kecil memang, t-tapi aku sangat bahagia.

Angga, sipelaku utama yang membuatku seperti ini.
Saat ini aku sudah berada dikamarku, dengan senyum yang masih setia menghiasi wajahku. Namun aku tiba-tiba teringat sesuatu yang membuatku menghentikan senyumku.

Aku teringat Alan, aku ingin menghubunginya tapi aku merasa tidak bersalah. Aku hanya bertanya tentang Angga, dan itu bisa membuatnya semarah ini? Aku memutuskan untuk tidak memikirkannya dulu. Aku kembali terseyum mengingat apa yang Angga katakan.

"Aku suka kamu"
"Kamu mau gak jadi milik aku?"
"Aku senang bisa berdua gini sama kamu"

Kata-kata itu terngingang dikepalaku. Terdengar kaku namun saat dia mengatakannya dia terlihat lucu.

Ada apa dengaku?

***

"Akhhh, lo pake pelet apa si, bisa bikin gue kaya gini. Alan aja gak pernah bikin gue sampe kaya gini"

Aku memutuskan untuk tidur daripada aku benar-benar gila. Namun sangat susah.

Oke Anesh, fokus jangan lebay. Sepertinya malam ini aku akan begadang.

***

"BANGUN!"
Sungguh kakakku ini sangat mengganggu. Bagaimana bisa aku yang sedang tidur cantik ini diteriaki. Sangat mengganggu.

"Katarak, gak usah teriak bisa kan" Aku lupa mengunci kamar ku sebelum tidur.

"Bangun dek, sekolah"
"Alan ada dibawah?" Tanyaku berharap Alan datang menjemputku.

"Kamu sama kakak aja berangkatnya"

Aku menghela nafas, sepertinya aku harus mendatangi Alan dan meminta maaf.

***

"Angga" Panggilku saat aku menghampirinya di mejanya dan duduk disampingnya. Angga tidak memiliki sebangku, ya... Karena tidak ada yang mau berteman dengannya.

"Kamu ngapain?" Angga menatapku.
"Gak, bosen aja"
"Aku boleh minta Id Line kamu gak?" Terlihat ragu saat dia memintanya, sepertinya Angga ragu jika aku mau memberikannya, namun dengan senang hati aku memberikannya.

Aku menuliskan Id Line ku di bukunya, itu membuatnya terlihat senang.
"Lucu" Aku Membatin.

***

Sejak pagi aku tidak melihat Alan, kemana dia?.
Bersama Angga, kami berniat pergi ke taman belakang sekolah, entahlah apa yang terjadi sehingga aku bisa sedekat ini dengan Angga.

Namun pemandangan di depanku menghentikan langkah ku. Alan, dia sedang bersama seorang gadis dan apa itu, mereka tertawa seperti sepasang kekasih yang sedang mabuk asmara, itu berhasil membuatku kesal. Aku berniat menghampiri mereka bersama Angga.

"Ayo, kalian berdua ngapain. Seru banget kayanya, ikutan dong"
Alan terkejut, terlihat dari matanya yang refleks melotot, Alan memandangku aneh.

"Kamu ngapain kesini?" Alan bertanya.
"Emang kenapa, tempat inikan bukan punya kamu, kenapa nanya-nanya" Sepertinya Alan kesal dengan jawabanku.

"Terus kenapa sama dia?" Alan kembali bertanya.
Dengan sengaja aku menggenggam tangan Angga, menautkan jari kami.

"Emang kenapa?" Aku kembali bertanya.

"Aku pergi dulu ya Lan" Nayla, kakak kelas yang menjabat sebagai sekretaris osis itu berpamitan kepada Alan.

"Pergi aja sana, gak enak gue liat muka lu, mau muntah rasanya"

"Nes, yang sopan" Wajah Alan terlihat menahan amarah.
Sedari tadi Angga hanya menjadi penonton drama tak mengenakkan itu.

"Ga, pergi yok. Disini tempatnya gak enak" Aku menarik tangan Angga untuk menjauh dari tempat itu.

***

Rasanya aku ingin menangis saja. Aku sangat marah, aku cemburu melihat Alan bersama Nayla.
Gadis mana yang tidak sedih melihat kekasihnya tertawa bahagia bersama gadis lain. Rasa ingin menjadikan Nayla jadi santapan hiu di lautan, tapi aku tak setega itu.

"Ih, gue kok kesel banget sih"
"Udah, kamu jangan marah terus, nanti makin cantik" Angga selalu berhasil membuat ku terdiam, dia selalu frontal saat berbicara. Ah, jantungku benar-benar tidak bisa diajak kerja sama, itu membuatku salah tingkah.

"Kamu bisa gak, gak usah ngomong gitu. Aku kan salting" Entah sejak kapan aku menggunakan aku-kamu.

"Emang aku ngomong apa? Itu kan fakta nes" Siapapun tolong aku, aku tidak bisa lama dekat dengan Angga, itu tidak baik bagi kesehatanku.

"Kamu ngapain ngajak aku kesini?" Angga bertanya setelah hening beberapa saat.

"Aku pengen aja, aku gak pernah ngajak siapa-siapa kesini sebelumnya" Aku mengajak Angga ke tempat favoritku, rumah pohon yang dibuatkan oleh Ayahku saat aku kecil.

"Ga, gue mau nanya"
"Tanya aja gak bayar kok"
Apa Angga berusaha membuat lelucon, tapi itu tidak lucu.

"Banyak yang pengen aku tanya, tapi takutnya kamu risih"

"Tanya aja Nes" Angga menatapku. Lagi-lagi tatapan itu, sepertinya aku sering melihat tatapan itu, tapi dimana dan kapan.

"Aku bodoh gak, kalo aku bilang aku suka sama kamu?"


Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 06, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

AnggaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang