[Day 4] empat (bukan tiga)

209 15 3
                                    

Summary : Lain kali, ingatkan BoBoiBoy untuk memeriksa dua kali sebelum menelepon. pastikan nomornya sudah benar, daripada berakhir salah sambung dan menanggung malu, 'kan? /BoYa. 

Disclaimer : BoBoiBoy © Monsta. Tidak ada keuntungan material apapun yang diambil dari fanfiksi ini.

Untuk #nulisrandom2021 Day 4

.

BoBoiBoy membongkar tasnya, mengeluarkan setiap buku catatan, kotak pensil, dan sampah-sampah kertas di sana. Dia mana tadi ia meletakkannya? BoBoiBoy yakin sudah mencatatnya di suatu tempat, nomor baru Gopal yang tadi diberikannya di kampus. BoBoiBoy lupa membawa ponsel, dan terpaksa mencatatnya di ... kertas? Buku catatan? Sial, ia benar-benar lupa. Sekarang BoBoiBoy butuh menelepon Gopal dan ia bahkan tidak tahu nomor ponselnya!

"Duh, di mana, sih?" BoBoiBoy mendesah putus asa. Apa sebaiknya ia langsung mendatangi rumah Gopal saja? Dasar, merepotkan sekali.

BoBoiBoy membereskan kembali barang-barangnya. Secarik kertas terjatuh dari buku catatan kalkulusnya dan BoBoiBoy membelalak.

"Ah, ini dia!"

Kertas kusut itu diraih, dan BoBoiBoy menyipitkan mata membaca angka yang tadi dituliskannya dengan terburu-buru. Tulisan BoBoiBoy memang tidak pernah rapi, tapi kalau terburu-buru jadi lebih berantakan lagi.

BoBoiBoy meraih ponselnya dan segera menyimpan nomor Gopal yang sudah dicatat. Tanpa berlama-lama, ia langsung menekan tombol panggil. BoBoiBoy menunggu, tapi panggilan pertamanya tidak diangkat. Ia mencoba lagi, sekali, dua kali, tetap tidak diangkat.

"Ini Gopal kenapa, sih? Udah kasih nomor, tapi ditelepon malah nggak diangkat," gerutu BoBoiBoy. "Apa lagi tidur kali, ya?"

BoBoiBoy beralih membuka aplikasi obrolan di ponsel pintarnya. Ia mencari nomor baru Gopal di daftar kontak, lalu mengetikkan pesan.

"Nanti jadi, nggak? Ketemunya di mana?"

BoBoiBoy menanti, dan balasannya datang beberapa menit kemudian.

"Ini siapa?"

"Yah, pakai nanya lagi," BoBoiBoy memutar mata. "Pasti dia nggak simpan nomor aku juga, nih. Dasar."

"Ini BoBoiBoy, lah. Siapa lagi? Nggak lihat itu foto profilnya ganteng banget?" ketik BoBoiBoy. Ia baru menyadari foto profil Gopal kosong, tumben sekali. "Nanti sekitar jam 4 aja, ya? Aku harus bantu-bantu Tok Aba dulu."

Dua centang biru menandakan pesannya dibaca, tapi Gopal tidak kunjung membalas. BoBoiBoy berdecak tak sabar.

"Oi, Pal. Kamu tidur, ya? Ya udah, nanti aku tunggu di cafe biasa aja, ya. Awas kalau kamu nggak datang. Nama kamu nggak aku tulis di laporan!"

Pesannya berakhir hanya dengan dua centang hitam, mungkin Gopal memang sedang tidur dan tadi membalas pesannya sambil melindur. Dasar.

BoBoiBoy membereskan isi tasnya, menyiapkan laptop untuk nanti mengerjakan tugas kelompok bersama Gopal. Semoga saja sahabat gempalnya itu tidak malah tertidur sampai malam dan melupakan janji mereka.

.

.

.

BoBoiBoy membaca halaman artikel yang ditemukannya, berusaha menghubungkan dengan topik tugas makalah yang dibebankan dosennya. Beberapa kali ia melirik ke luar jendela, tapi tidak ada tanda-tanda kemunculan Gopal.

Langit sudah gelap tertutup awan kelabu, sebentar lagi pasti akan turun hujan. Jika Gopal tidak juga muncul sebelum hujan datang, kemungkinan pemuda itu tidak akan menampakkan diri lagi. Dengan alasan 'hujan', Gopal pasti akan memanfaatkannya untuk mengambil waktu tidur lebih lama dan mengabaikan janji mengerjakan tugas mereka.

BoBoiBoy menghela napas. Ia meraih cangkir, menghirup aroma kopi yang manis, sebelum menyesap perlahan cappucino hangatnya. Sepiring kue diletakkan di meja, dan BoBoiBoy mendongak. Matanya bertatapan dengan sepasang iris karamel cerah, hampir sama dengan warna matanya sendiri.

"Lagi nunggu teman, ya?" sapa sang pelayan cafe ramah.

"Ah, iya." BoBoiBoy melirik sekilas dan melihat tanda nama bertuliskan 'Yaya' yang tersemat di sisi kanan kerudung gadis itu.

"Udah coba telepon?" Yaya bertanya.

"Eh, udah, sih. Tapi nggak diangkat. Chat juga nggak dibalas," kata BoBoiBoy. Aneh rasanya bercakap-cakap dengan pelayan cafe yang baru dikenalnya ini. Ia sudah sering mampir ke sini, tapi belum pernah melihat gadis ini. Mungkin pegawai baru?

"Udah cek nomornya?" tanya Yaya lagi. "Mungkin salah nomor."

BoBoiBoy mengernyit. "Nggak, kok. Nomornya udah bener."

Yaya tersenyum. Ia mengeluarkan ponsel dari saku celemeknya, menggulir layar sebentar, lalu menunjukkannya pada BoBoiBoy.

"Ini nomor kamu, bukan?"

"Hah?"

BoBoiBoy mengerjap. Ia memandang sederetan pesan dari nomor tak dikenal di ruang obrolan ponsel Yaya. itu ... bukankah itu pesan yang tadi dikirimkannya untuk Gopal? Kenapa bisa ada di gawai milik gadis ini?

BoBoiBoy melarikan matanya ke atas, melihat barisan nomor pengirim. Ah, benar ... itu memang nomornya.

Yaya tertawa kecil melihat kebingungan BoBoiBoy. "Kayaknya kamu emang salah nomor. Aku bukan Gopal."

"Hah?" BoBoiBoy melongo, merasa seperti orang dungu. Masa' sih salah nomor? Bagaimana bisa?

"Mungkin lebih baik kamu coba cari tau lagi nomor teman kamu yang benar," kata Yaya. "Daripada kamu terus nunggu di sini dan dia nggak datang-datang?"

Yaya sekali lagi tersenyum, sebelum berlalu pergi dengan memeluk nampan kosongnya.

BoBoiBoy segera mengambil buku catatannya, mencari-cari sampai ia menemukan carikan kertas bertuliskan nomor Gopal. BoBoiBoy mencocokkannya dengan nomor yang sedari tadi dikirimnya pesan.

Ah ... ternyata memang berbeda. Nomor Gopal berujung dengan angka 4, sedangkan nomor Yaya (yang tanpa disadari BoBoiBoy telah dihujaninya dengan berbagai pesan penuh omelan sejak tadi) berakhir dengan angka 3.

BoBoiBoy merasa begitu malu karena sudah salah sambung, sampai ia buru-buru menghabiskan minuman dan kuenya. Ia menutup laptop, mengabaikan makalah yang belum dikerjakan, dan membereskan barang-barangnya untuk kemudian beranjak. BoBoiBoy membayar ke kasir, berkali-kali melirik ke dapur untuk memastikan Yaya tidak lagi muncul. Mana mungkin ia punya muka bertemu gadis itu lagi?

Ini semua salah Gopal. Awas saja kalau bertemu nanti.

.

.

.

fin

CountingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang