Chapter III: Om Hangyul

22 2 0
                                    

Maka ketika sore ini Naya dan Seungyoun mengantar anak itu ke apartemen Hangyul, ada perasaan was-was. Dohyon kelihatan senang waktu mereka bilang dia akan dititipkan ke tempat Hangyul sementara Naya dan Seungyoun harus menghadiri suatu acara yang tidak memungkinkan membawa serta anak kecil. Sudah dijanjikan satu jam paling lama, tapi saking senangnya dengan ide itu Dohyon malah minta tambahan waktu supaya bisa main lebih lama dengan Hangyul.

"Percaya aja, Dohyon pasti baik-baik aja di sana." Seungyoun berusaha menenangkan Naya dengan mengusap lengan perempuan itu.

Ini sudah pilihan terakhir mereka, menitipkan Dohyon ke Hangyul. Alanna punya jadwal kontrol di rumah sakit, yang biasanya gak cuma menghabiskan waktu satu-dua jam. Mereka juga pasti sudah menitipkan Jun ke tetangga mereka, Hyewon.

Mami Seungyoun sedang di luar kota dan mereka tidak punya tetangga baik, pintar, masih muda, dan cukup senggang untuk dijadikan tempat penitipan seperti Hyewon. Nenek Hammington yang rumahnya tepat di samping rumah mereka cuma memenuhi satu kriteria 'cukup senggang' yang gak cukup untuk memenuhi kualifikasi lainnya.

Oh ya, tentu saja, kalau mereka mau sepulangnya dari sana Dohyon mengalami traumatis dengan anjing.

"Semoga Dohyon gak bikin kacau apartemen Hangyul."

"Daripada kita, kayaknya Hangyul lebih tau cara ngadepin anak kayak Dohyon."

Seungyoun bener. Karena sepulangnya dari acara yang ternyata selesai lebih cepat dari perkiraan itu, Naya sampai kaget waktu sampai apartemen Hangyul anak itu ia temukan sedang duduk manis di depan TV nonton Spongebob Squarepants. Naya datang sendiri karena Seungyoun masih ada urusan bertemu klien dan janji akan jemput mereka sebelum malam.

Setelah memastikan Dohyon dapat bantal dan selimut (jaga-jaga kalau anak itu ketiduran selagi menonton), Naya menghampiri Hangyul di dapur. Lelaki itu baru selesai menuang air putih ke gelas sampai hampir penuh yang kemudian diberikan pada Naya.

Naya menerimanya dengan senyuman dikulum, membuat Hangyul keheranan.

"Kenapa?" tanyanya setelah menenggak kaleng bir dari tangannya yang lain. Minuman yang masih jadi favorit pria itu sejak kuliah.

Naya menggeleng. Senyumnya belum luntur. Ucapan Seungyoun tadi di mobil tiba-tiba muncul di benaknya. "Jago juga kamu jagain Dohyon."

Hangyul berjalan melewati Naya menuju balkon apartemennya. Cahaya matahari senja membuat sosoknya berubah jadi bayangan dalam pandangan Naya. Merasa tidak memungkinkan melanjutkan percakapan dengan kondisi mata silau, Naya pun mau tak mau mengikuti langkah pria itu.

"Itu karena kamu gak lihat, lima belas menit pertama dia udah teriak-teriak ketakutan gara-gara dua ekor merpati yang gak sengaja terbang masuk ke ruang TV." Hangyul melanjutkan konversasi tanpa menatap Naya. Matanya tertuju pada pemandangan matahari senja di ujung kota. Ia sekali lagi menenggak birnya.

Sementara Naya memilih untuk memunggungi pagar balkon. Ia terkekeh. Diminumnya air putih yang tadi diberikan Hangyul. Dia suka langit senja, tapi matanya pedas kalau harus terus-terusan melawan cahayanya yang terlalu menyilaukan. Lagipula dia bisa menikmatinya lewat pantulan bayangan di kedua bola mata Hangyul yang jernih.

"Gak kaget. Kalau gak gitu gak mungkin dia anak kamu..."

Naya mendengus. Pandangannya turun, ganti menatap siluet wajahnya yang muncul dalam gelas. Pernyataan Hangyul sama sekali tidak membuatnya kesal. Semua orang bilang begitu seolah-olah Dohyon mewarisi seluruh sifatnya. Takut binatang. Pilih-pilih makanan. Gampang histeris. Hal-hal buruk yang katanya melekat pada dirinya.

"Trus, gimana cara kamu bikin dia diem?"

"Dibiarin," balas Hangyul enteng. "Anak kayak gitu harus dibiarin ngadepin rasa takutnya biar gak lari terus."

Our Little PrinceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang