Chapter I: Kenapa sapi namanya sapi?

29 3 0
                                    

Dohyon bukan anak yang mudah untuk dihadapi.

Hitung saja sudah berapa kamera Seungyoun yang terpaksa berakhir di dalam lemari kaca bawah tangga ruang tamu rumah mereka. Sepuluh, atau mungkin lebih. Kamera-kamera mahal yang kalau diakumulasikan mungkin setara dengan biaya penitipannya selama dua tahun penuh di pusat daycare kota itu sekarang berakhir cuma jadi pajangan.

Well, bukan sepenuhnya salah Dohyon. Salahkan Cho Seungyoun yang selalu ceroboh menaruh barang-barangnya.

Sebab untuk anak yang masih berusia lima tahun, rasa ingin tahu anak itu kelewat besar.

Ambil saja contoh sebulan lalu, saat Seungyoun membawanya ke rumah salah satu klien yang jauh dari pusat kota dan memiliki puluhan ternak sapi di halaman belakang rumahnya. Hari itu Dohyon antusias ingin melihat sapi dari jarak sedekat mungkin, memaksa Seungyoun terus siaga di dekatnya. Dohyon tidak mau berhenti menyentuh bagian-bagian tubuh sapi yang dia inginkan, kedua matanya sibuk mengamati, sementara Seungyoun tidak berhenti mengomel "jangan dekat-dekat, nanti kamu ditendang", yang tentu saja diacuhkan anak itu.

Sorenya, Dohyon bertanya pada Naya saat mandi. "Bunda, kenapa sapi namanya sapi?"

Naya yang sedang menyabuni kaki Dohyon mendongak.

Oh, tentu saja dia ingat pernah mempelajari ilmu semacam ini saat kuliah dulu, bahwa sapi dinamakan sapi karena kesemenaan manusia. Tapi mana mungkin dia kasih jawaban serumit itu untuk anak yang baru mau masuk taman kanak-kanak kan...

"Karena mereka putih...dan punya bercak-bercak hitam?". Jawaban yang cukup aman sepertinya.

Tapi sayangnya bukan jenis jawaban yang diinginkan Dohyon karena anak itu masih bertanya lagi, "Jadi kalau ada bebek warna putih dan punya bercak hitam bisa aku panggil sapi juga?"

"Hmm...kayaknya enggak."

"Kenapa?"

"Karena kamu tadi udah sebut hewan itu bebek kan?"

Dohyon diam. Ketika Naya mengira anak itu sudah akan menghentikan rasa ingin tahunya, gumaman polos anak itu kembali terdengar. "Bebek punya dua kaki, sapi punya empat kaki..."

"....berarti kambing dong!" teriaknya kemudian secara tiba-tiba. Kaki-kaki mungilnya melompat antusias yang otomatis membuat Naya panik. Lantai kamar mandi yang licin dengan kondisi tubuhnya yang penuh sabun, siapa yang nggak was-was.

Refleks Naya menggapai sisi bak mandi di belakang Dohyon, melingkari tubuh anak itu dengan kedua tangannya. Nggak erat, tapi setidaknya cukup buat mempersempit ruang gerak anak itu.

"Bunda pernah bilang buat gak lompat-lompat di kamar mandi kan?" tegur Naya.

"Maaf." balas Dohyon, sama sekali nggak menunjukkan rasa bersalah karena detik berikutnya senyum cerah sudah kembali di wajah anak itu. "Jadi, apa aku bisa panggil hewan itu kambing?"

Naya menghela napas panjang.

Sepertinya ini bakal jadi sesi mandi yang panjang, lagi. Jadi dia mundurkan tubuhnya, menatap pasrah Dohyon. "Kayaknya enggak bisa juga."

"Kenapa? Kambing juga punya kaki empat, bertanduk, dan...kita pernah lihat yang warna putih dan hitam." kata Dohyon. "Mereka juga makan rumput...persis kayak sapi."

"Tapi kambing suaranya gimana?"

"Mbeekk..." Dohyon menirukan suara kambing dengan suaranya yang cempreng.

"Kalau sapi?"

"Mooo..." yang kali ini menirukan suara sapi dengan kepala mendongak semakin ke atas mengikuti tinggi nada huruf vokal terakhirnya.

Our Little PrinceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang