Prolog [Test!]

620 113 13
                                    

Kediaman Henituse.

Ron mengetuk pintu sebuah kamar dengan pelan.

"Tuan muda-nim, ini sudah pagi."

Tak ada jawaban dari dalam kamar, Ron akhirnya membuka pintu kamar tanpa ragu-ragu. Dia harus membangunkan tuan mudanya yang masih terlelap dalam mimpinya.

Saat dia masuk kamar, mata coklat tajam miliknya melihat kearah kasur. Disana ada seorang anak kecil yang memegang selimutnya dengan sangat erat, keringat terus bermunculan didahi anak itu.

'Sepertinya Tuan muda-nim bermimpi lagi.'

Sejak kematian Countess, Tuan muda-nim sering bermimpi buruk dan selalu saja dia berpura-pura tak ada apa-apa yang terjadi.

"Ini sudah pagi, Tuan muda-nim."

Ron dengan pelan mengguncangkan badannya tapi tak ada respon dari anak kecil itu. Untuk memastikan keadaannya, Ron meletakkan tangannya di dahi. Ah, ternyata panas.

".. Ron..?"

Suara lemah terdengar dan Ron mendapati anak kecil itu sudah berbalik dan menatapnya dengan mata sayu. Rambut merah dengan mata coklat kemerahan. Cale Henituse. Tuan muda kecilnya memegang tangannya.

"Selamat pagi, Tuan muda-nim."

Cale menggeliat dan mengucek matanya. Dia mendapati tubuhnya terasa lemas dan matanya berair. Apakah dia demam?

Saat dia berusaha bangun, Ron dengan pelan mendorong kembali Cale untuk berbaring diatas kasur. Cale menatap dengan penuh tanda tanya.

"Anda sedang sakit, saya akan mengambilkan handuk basah."

"Bagaimana.. dengan ayah?"

Ron menatap Tuan muda-nim nya dengan tatapan sedikit kasihan. Cale yang melihat tatapan itu memalingkan wajah.

".. jangan bilang ayah."

Ron pun meninggalkan kamar.

Sebenarnya Ron merasa sedikit kesal pada Count, ayah Cale. Ron juga kehilangan istrinya, tapi dia cepat pulih karena memikirkan putranya yang masih muda. Dia sadar dia adalah seorang ayah.

Sementara Count Deruth tidak, dia masih terlihat tenggelam dalam kesepian merasa yang paling kehilangan dan Tuan muda-nim nya, seorang anak berusia 5 tahun yang baru kehilangan seorang ibu malah menghibur ayahnya.

Seharusnya Count cepat menyadari bahwa bukan hanya dia yang kehilangan, putranya juga kehilangan. Cale muda tidak suka melihat ayahnya sering sendiri dan meninggalkan makannya, jadi Cale selalu menyempatkan dirinya setiap pagi menuju dapur dan berbicara dengan koki lalu membujuk ayahnya untuk makan bersama.

Count tidak bisa menolak permintaan putra satu-satunya, jadi dia ikut makan bersama Cale. Cale senang, dia kira lama kelamaan nanti ayahnya akan pulih. Dia sendiri belum pulih tapi berusaha untuk tidak terlalu memperlihatkan emosinya karena ayahnya.

Tapi.. setiap Cale bercerita mencoba mengalihkan pikiran ayahnya yang masih terbayang, Count menjawab dengan anggukan, bukan itu yang membuat Cale merasa sakit hati, ayahnya terkadang tidak mau menatap dirinya mata ke mata.

Apakah karena dia mirip ibunya? Rambut merah ini? Apakah karena itu ayahnya merasa terbebani melihatnya?

Ron bisa membaca jelas apa yang dipikirkan oleh Tuan muda-nim nya. Dia hanya bisa diam karena Ron hanyalah orang asing.

Walau begitu Cale terus mengajak ayahnya dengan senyuman yang dia paksakan. Orang luar mungkin mengira itu senyum asli atau tulus dari Tuan muda Henituse, tapi bagi Ron yang sejak bayi ikut mengurus Cale, dia menyadarinya.

Edelwies🌼 [TCF X Oc]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang